Mohon tunggu...
Hesty Fazar Afriani
Hesty Fazar Afriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Human Being

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stereotyping Wanita Penggemar K-Pop di Platform Instagram

8 April 2021   20:32 Diperbarui: 8 April 2021   20:54 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : Youtube/Young Lex)

Para wanita penggemar Idol K-Pop sering kali mendapat pandangan buruk dari sebagian besar orang. Wanita penggemar K-Pop sering diejek karena dinilai memiliki selera yang rendah. Narasi yang paling merusak, semua wanita penggemar K-Pop dianggap sebagai gadis kecil yang belum dewasa. Usia dan jenis kelamin seakan digunakan seperti senjata melawan penggemar K-Pop. 

Di Korea Selatan, bahkan ada istilah merendahkan yang mengacu pada penggemar K-Pop yaitu "Bbasooni" yang artinya adalah seorang gadis penggemar yang secara membabi buta mengejar pria yang lebih tua.

Di Indonesia sendiri sedang ramai dibahas mengenai image penggemar wanita Kpop di akun Instagram @young_lex. Hal ini bermula ketika Young Lex pemilik akun @young_lex yang terlibat konflik dengan salah satu member EXO yaitu Lay Zhang, dimana Young Lex dinilai telah melakukan plagiasi pada salah satu lagu Lay. 

Young Lex terlibat konfrontasi dengan penggemar EXO atau yang biasa disapa EXO-L. Konflik kian melebar ketika Young Lex mulai melakukan stereotyping bukan hanya kepada EXO-L namun kepada semua penggemar Kpop. Semua berawal ketika Young Lex merilis video klip terbarunya dan menyematkan komentar yang memicu konfrontasi di youtube.

Komentar ini pun membuat para penggemar K-Pop terpancing dan membuat konflik dengan Young Lex. Tidak berhenti sampai disitu, Young Lex kembali membawa nama penggemar K-Pop terutama EXO-L ke platform Instagram di akun pribadinya.

 (sumber: Instagram/@young_lex18)
 (sumber: Instagram/@young_lex18)

 (sumber: Instagram/@young_lex18)
 (sumber: Instagram/@young_lex18)

Tulisan yang diposting oleh Young Lex di media sosialnya telah merujuk kepada stereotyping terhadap sebuah kelompok atau komunitas. Young Lex melakukan bias kepada seluruh penggemar K-Pop, cara Young Lex memberi perhatian, memandang, mempresepsi dan mengkategorikan para penggemar K-Pop sangat berperan dalam membangun stereotype terhadap kelompok ini. Young Lex juga sangat memberi perhatian terhadap wanita penggemar K-Pop dengan cara yang negatif yaitu dengan memposting wajah salah seorang wanita penggemar K-Pop yang masih di bawah umur tanpa seizin yang bersangkutan.

Bias dan sikap yang selalu negatif yang dilakukan Young Lex terhadap suatu komunitas  berkait dengan stereotype yang dilekatkan pada masyarakat yang menjadi korban prasangka. Stereotype adalah penilaian yang tidak seimbang terhadap suatu kelompok masyarakat. Penilaian itu terjadi karena kecenderungan untuk menggeneralisasi tanpa diferensiasi.

De Jonge dalam Sindhunata (2000) mengatakan bahwa bukan rasio melainkan perasaan dan emosilah yang menentukan yang menentukan stereotype. Barker (2004:415) mendefiniskan stereotype sebagai representasi terang-terangan namun sederhana yang mereduksi orang menjadi serangkaian ciri karakter yang dibesar-besarkan, dan biasanya bersifat negatif. Stereotype merujuk pada representasi terang-terangan namun sederhana yang mereduksi orang menjadi serangkaian ciri karakter yang dibesar-besarkan, dan biasanya bersifat negatif.

Secara psikologis perkembangan stereotype terjadi terancang dan terbangun atas berbagai proses kejiwaan manusia, yakni: selective attention, appraisal, concept formation and categorization, attributions, emotion, and memory (Matsumoto, 2003: 76). Pemilihan perhatian, pendekatan, konsep formasi dan ketegorisasi, atribusi, emosi dan memori. Dalam kaitan ini cara seseorang memilih perhatian, memandang, mempresepsi dan mengkategorikan individu yang lain sangat berperan dalam membangun stereotype terhadap kelompok lain. Selain itu cara kita mengkaitkan perilaku kita dengan perilaku orang lain, emosi serta pengalaman kita terhadap kelompok lain. Dalam kenyataan sehari-hari, stereotype ini kemudian berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis seseorang untuk menginternalisasi nilai bersama kepada individu, juga digunakan untuk membangun identitas bersama, dan juga memberi justifikasi tindakan seseorang terhadap kelompok sosial lain.

 Bagaimana media digital mengkonstruksi Stereotype sebuah kelompok

Penggemar perempuan atau yang biasa disebut fangirl, didefinisikan sebagai perempuan atau wanita yang menyukai seseorang secara ekstrem atau dengan antusias yang berlebihan. Pada saat yang sama, ketika banyak perempuan menyukai sesuatu yang sama, mereka mencemooh di ruang publik. Tindakan meremehkan penggemar wanita terutama EXO-L yang dilakukan oleh Young Lex di akun Instagram-nya, menganggap bahwa penggemar wanita adalah gadis-gadis naif yang sangat terobsesi dengan idolanya.

Terbukanya ruang interaksi yang dapat digunakan dalam media baru dalam hal ini media digital membuka peluang terjadinya ruang diskusi bagi masyarakat. Ruang diskusi di media baru memiliki kebebasan, dipenuhi oleh pertukaran opini namun rasa bertanggung jawab secara demokratis atau keharusan untuk mendengar orang lain masih sangat jarang di dalam diskusi online. Sehingga media digital seperti Instagram sering ditemui komentar-komentar maupun postingan yang ditulis tanpa adanya rasanya tanggung jawab dari penggunanya.

Siapapun bisa memproduksi berita, menyalurkan dan menerima. Representasi positif bukan satu-satunya yang tersebar di media digital, namun ada begitu banyak respresentasi negatif. Para pengguna sebuah platform akan memberikan opininya berdasarkan sudut pandangnya pribadi. Hal ini memiliki andil yang besar apabila pembuat konten merupakan orang yang sudah memiliki pengaruh besar seperti memiliki followers yang banyak di media sosial. 

Faktor psikologi komunikator bisa membuat para komunikan akan lebih mudah percaya terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut. Persepsi yang diperoleh oleh komunikan cenderung mengikuti persepsi pembuat pesan. Hal ini dikarenakan dalam membuat pesan komunikator memberikan persepsinya atau sudut pandangnya dan tanpa disadari komunikan mengikuti dan menerima pesan tersebut dengan sudut pandang yang sama. Inilah penyebab konstruksi stereotype terhadap sebuah kelompok di media digital bersifat massif.

Daftar Pustaka

DeVito, Joseph A. 2016. The Interpersonal Communication Book. London: Pearson Education Limited.

McQuail, Denis. 2010. McQuail's Mass Communication Theory. London: SAGE Publication.

Rakhmat, Jalaluddin. 2018. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nur, Feryna. Dan  Nurwati, Rosyidah Nunung. "Gender dan Stereotipe: Konstruksi Realitas dalam Media Sosial Instagram" Social Work Jurnal: Vol. 9  No.1.

Youtube/Young Lex

Instagram/@young_lex18

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun