Mohon tunggu...
Hesty Dharmanita
Hesty Dharmanita Mohon Tunggu... Lainnya - si upik abu

Those Increasth Knowledges, Increasth Sorrow

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekspor Alat Pelindung Diri Saat Pandemi Covid-19

9 Mei 2020   11:58 Diperbarui: 9 Mei 2020   13:06 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya mendapatkan banyak sekali pertanyaan dari kalangan eksportir tentang ekspor APD dari sejak masa pelarangan total ekspor APD yang kemudian diikuti dengan relaksasinya. =

Kemarin sore ada pertanyaan tentang ekspor APD ke Jepang dan malam harinya ada beberapa pesan whatsapp yang masuk menanyakan hal yang sama. Kiranya ini terkait dengan kerjasama Indonesia dengan Jepang yang sekarang memiliki skema produksi bersama pasokan medis seperti alat pelindung diri (APD).

 Aturan Pelarangan total ekspor produk APD direlaksasi dikarenakan ada banyak perusahaan yang sebelum diberlakukannya larangan ekspor APD, telah terlebih dahulu memiliki kontrak dengan pembeli di negara tujuan ekspor (NTE), selain itu adanya kesadaran  bahwa tidak ada satu negara pun di dunia, bahkan negara maju sekalipun yang bisa mengadakan dan memproduksi segala kebutuhannya sendiri, terlebih dimasa sulit seperti sekarang.

213 negara yang terkena pandemic. Semua negara berebut untuk memperoleh peralatan kesehatan yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 dan harus diakui bahwa industry manufaktur khususnya TPT di Indonesia memiliki kapasitas yang cukup besar untuk bisa memenuhi permintaan tersebut khususnya baju pelindung yang selama ini memang mendominasi produksi APD Indonesia.

Saat ini mulai banyak perusahaan manufaktur TPT yang melakukan diversifikasi memproduksi APD untuk memenuhi kebutuhan domestic yang saat ini sangat tinggi. Akan tetapi untuk dapat membuat APD ini masih diperlukan bahan baku impor dan bahan baku yang sesuai dengan standar WHO tidak tersedia di Indonesia maka impor dilakukan.

Seperti dari Korea Selatan yang memiliki bahan baku APD, kita dapat mengimpor bahan bakunya namun korsel mengharuskan juga barang jadinya dikembalikan ke negara tersebut. Itu lah kenapa kita harus tetap ekspor sementara domestic masih sangat kekurangan.

Begitu pula dengan jepang, kita telah sepakat produksi bersama pasokan medis seperti alat pelindung diri (APD). Clearly, tidak ada yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga kerjasama adalah yang terbaik yang bisa dilakukan.

Jangan tanyakan saya kenapa Indonesia belum bisa membuat/belum cukup bahan baku apd seperti non woven polypropylene sesuai standar WHO, kenyataannya saat ini seluruh dunia berebut bahan baku APD termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di Uni Eropa.

Sebagai fasilitator ekspor di daerah yang belasan tahun melakukan verifikasi dari pabrik ke pabrik dan  berhubungan dengan perusahaan eksportir manufaktur  yang memperkerjakan ribuan tenaga kerja, saya sangat bisa merasakan bahwa ribuan saudara kita yang bekerja di perusahaan juga tengah berjuang sebisa mungkin untuk bertahan sementara berbagai sector usaha lainnya mulai kolaps.

Ekspor APD Dari Indonesia Saat Ini Diatur Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, Dan Masker. Aturan terakhir ini merupakan relaksasi dari aturan awal yang melarang secara total ekspor APD, dimana saat ini diperbolehkan ekspor APD dengan pengawasan ketat.  

Perusahaan yang akan mengekspor produk yang termasuk dalam daftar yang tercantum pada lampiran peraturan tersebut harus terlebih dahulu mendapat Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI via Inatrade.  (www.inatrade.go.id)

PE Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker untuk eksportir dengan fasilitas Kawasan Berikat (KB) atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)  :

  • Kontrak Kerjasama Perusahaan Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker sebelum tanggal 18 Maret 2020 Wajib, Surat Pernyataan bermaterai Rp. 6.000,- dari perusahaan yg menyatakan pembagian persentase untuk ekspor dan penjualan dalam negeri wajib, Surat dari Menteri Luar Negeri kepada Menteri Perdagangan perihal G2G Agreement/MoU dengan negara tujuan ekspor (wajib)
  • Rekomendasi dari Dirjen Bea dan Cukai a.n. Menteri Keuangan kepada Menteri Perdagangan
  • Nomor Induk Berusaha (wajib)
  • Bukti Pajak (BC 2.5) dan Faktur Penjualan Dalam Negeri (tambahan)
  • Surat Penetapan KITE (pilihan 1)
  • Surat Penetapan KB (piihan 1)

Adapun PE Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker untuk perusahaan Non KB/KITE

  • Kontrak Kerjasama Perusahaan Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker sebelum tanggal 18 Maret 2020
  • Surat Pernyataan bermeterai Rp. 6.000,- dari perusahaan yg menyatakan pembagian persentase untuk ekspor dan penjualan dalam negeri
  • Rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana
  • Surat dari Menteri Luar Negeri kepada Menteri Perdagangan perihal G2G Agreement/MoU dengan negara tujuan ekspor

Pertanyaan teknis mengenai persyaratan tersebut diatas dapat langsung menghubungi call center inatrade.

Karena Indonesia dengan Jepang sekarang memiliki skema produksi bersama pasokan medis seperti alat pelindung diri (APD), maka bagi perusahaan eksportir yang nanti masuk dalam skema kerjasama produksi berikut adalah aturan yang berlaku di Jepang Untuk  impor APD.

Legal basis: Customs Tariff Act Article 15, Paragraph 1, Item 3; Act on Collection, etc. of National Consumption Tax Imposed on Imported Goods, Article 13, Paragraph 1, Item 2, and Paragraph 3, Item 2) 

Imported goods may be exempted from customs duty and (domestic) consumption tax if they are proved to be donated free of charge. When the import declaration of relief goods relating to countermeasures to the COVID-19 etc. is lodged, a simplified declaration...will be available for the customs procedure and the submission of certificate for duty exemption for donated goods, etc. will be simplified.

Artinya jika barang tersebut diimpor untuk kepentingan donasi/sumbangan dan penanganan Covid-19 serta bukan untuk tujuan komersil, maka darimanapun asalnya barang tersebut akan langsung dibebaskan dari tariff dan Consumption tax, saat akan clearance di Jepang importir diharuskan mengisi semacam declaration form dan menyerahkan certificate for duty exemption for donated goods dari otoritas di jepang. APD untuk tujuan amal/non komersil ini di Jepang akan dibebaskan dari tarif bea masuk dan pajak sekalipun tanpa disertai dengan surat keterangan asal atau certificate of origin.

Lalu bagaimana dengan APD yang diekspor dari Indonesia ke jepang untuk tujuan komersil?

When importing disposable, general-use non-woven artificial fiber hygienic masks from China, Korea, etc., such masks are classified under the import tariff code of 6307.90-029, and the tariff rate (conventional tariff) is 4.7% ; 100% cotton (gauze) masks fall under the code 6307.90-010, and the tariff rate (conventional tariff) is 6.5%. Additionally, when importing general-use disinfectants from China, Korea, etc., their import tariff code is 3808.94-000, and the tariff rate is 3.9%.

When importing any of the above such items from nations that have made economic agreements with Japan, or designated GSP nations... items that meet the requirements for geographical origin, etc., are exempted from tariffs.

Artinya berdasarkan aturan tersebut, barang produksi Indonesia yang masuk Jepang akan sepenuhnya dikecualikan dari ketentuan tariff (0%) selama memenuhi ketentuan asal barang (rules of origin). Eksportir dapat memilih salah satu diantara 3 skema yang sudah ada antara Indonesia dengan Jepang yaitu Indonesia Japan EPA (IJEPA), Asean- Japan EPA atau Generalized System of Preferences (GSP) dengan memenuhi ketentuan asal barang disesuaikan dengan skema perjanjian yang digunakan.

Dalam skema kerjasama bilateral produksi APD bersama Indonesia Jepang dimungkinkan adanya ketentuan asal barang lain terkait skema tersebut, akan tetapi apabila tidak ada, maka skema bilateral IJEPA rasanya sudah dapat mencakupnya.

Diharapkan kerjasama ini dapat memperlancar kembali supply bahan baku APD Indonesia yang saat ini diambang krisis dan mengakselerasi produksi APD untuk kebutuhan domestic dan ekspor.

Semoga informasi ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun