intoleransi memang berbeda pada tiap negara di dunia. Memang, terror dan intoleransi menjadi hal yang sangat menakutkan warga dunia, terutama  sejak peristiwa black September pada tahun 2001 yang menewaskan 3000 orang, dan ribuan orang lainnya menderita luka. Pelakunya ditengarai dilakukan oleh jaringan al-Qaeda.
Kebijakan mencegah dan memerangi terror danSetahun kemudian, bom Bali pertama mengguncang Asia Tenggara  pada September 2002. Bom yang diyakini dilakukan oleh jaringan Jamaah Islamiyah (JI)  itu menewaskan sekitar 200 orang dan melukai 200 orang lainnya, sebagian besar para wisatawan. JI diketahui terafiliasi dengan al Qaeda, sehingga mau tidak mau  negara-negara di sekitar asia mewaspadainya. Para pengikut JI banyak melakukan perlawanan kepada pemerintah di Afganistan dan Filipina.
Mereka melakukan pengawasan dan pencegahan di negaranya masing-masing. Malaysia misalnya. Sudah lama mereka menerapkan ISA ( Internastional Security Act) yang memungkinkan pemerintah menahan seseorang tanpa persidangan .Â
Aturan itu ditentang oleh public Malaysia karena kerap dipakai untuk menutup mulut opisisi. Artinya UU ini menjadi sangat politis. Lalu Malaysia merevisinya menjadi UU Anti Teror yang reletif lebih keras dibanding Indonesia.
Singapura juga menerapkan standar yang tinggi bagi warganya dan warga asing yang ingin ke Singapura. Kita tentu ingat kejadian ustadz AS yang ingin berkunjung ke Singapura ternyata ditolak dengan bermacam alasan antara lain karena ustadz tersebut seringkali melontarkan hal-hal yang berdampak segregasi sehingga menurut pemerintah Singapura membahayakan bagi warga Singapura.Â
Meski kebijakan ini diprotes oleh Indonesia, namun ini bisa menjadi atensi kita semua atau pentingnya standar tinggi bagi ancaman terorisme,tidak hanya pada pelaku terror saja tetapi benihnya yaitu intoleransi. Apalagi saat itu, Singapura telah menangkap seorang remaja yang ditengarai bertindak radikal
Di Indonesia sendiri, lembaga negara  yang berwenang soal ini yaitu Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Densus 88 untuk penindakan teror dan BNPT pada upaya pencegahannya. Banyak upaya yang sudah dilakukan oleh BNPT misalnya pemberian pengarahan soal intoleransi di sekolah dan pondok pesantren, melakukan dialog dengan berbagai pihak soal intoleransi dan terorisme. Â
Ada juga berusaha membuat daftar penceramah yang ditengarai radikal oleh badan itu, namun sayangnya seringkali upaya itu mendapat cacian dari warga. Padahal jika kita bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh negara lain semisal Malaysia dan singpura seperti yang  sudah dijabarkan di atas , lembaga itu sangat mengedepankan nilai bangsa Indonesia.Â
Kita punya sifat condong pada kolektivitas, interdependensi antar individu, serta menjaga keharmonisan, umumnya menghindari konflik yang terbuka, dan ini sudah diupayakan oleh lembaga negara tersebut.
Ke depan kita mengharapkan agar kita bisa lebih menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga itu.paya yang mereka lakukan sudah terbukti karena selama enam tahun terakhir ini kondisi negara kita aman dan damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H