Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politik Identitas dan Kebangsaan Kita

16 Juni 2022   20:17 Diperbarui: 16 Juni 2022   20:21 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para sejahrawan Indonesia sering membagi masa historis bangsa Indonesia. Pertama mungkin masa pra Kemerdekaan, kedua Kemerdekaan, dan ketiga Pasca Kemerdekaan. Pasca Kemerdekaan biasanya dibagi lagi menjadi Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi. Masing-masing masa itu punya catatan tersendiri.

Kali ini saya ingin menyoroti masa Orde Baru dan masa Reformasi saja, dan kaitannya dengan politik dan ideologi.

Orde Baru dicatat oleh banyak orang (dan banyak negara) sebagai masa dimana kekuasaan otoritarianisme sangat kuat mencengkeram. Masa ini dikenal sebagai masa yang sangat represif, dimana kebebasan bersuaran nyaris tidak pernah ada atau paling tidak diatur. Bagi yang 'sulit atau tak mau diatur' maka yang terjadi adalah malapetaka.

Dengan kondisi seperti ini, maka banyak hal terjadi "dibawah tanah" alias sembunyi-sembunyi. Ini termasuk juga ideologi alternatif dan politik alternatif. Kita tahu Hizbut Tahrir (HTI) yang sekarang dilarang, masuk ke Indonesia pada masa ini namun beroperasi dengan sembunyi-sembunyi. Meski sembunyi-sembunyi mereka terus bergerak.

Lalu Orde Baru runtuh dan kemudian masa Reformasi hadir di Indonesia. Masa Reformasi memang membuat banyak hal berubah diantaranya kebebasan berpendapat dan berekspresi. Seperti air yang sebelumnya tersumbat, kini bisa mengalir dengan lancar dan tanpa hambatan. Saat itu pemimpin negara yang memimpin Indonesia pada awal-awal masa itu belum memberikan warna yang menonjol sehingga bisa dikatakan terjadi kekosongan ideologi yang penuh ketidakpastian.

Saat itu juga ideologi transnasional yang banyak diwakili kaum konservatisme Islam termasuk HTI berani menunjukkan diri. Mereka segera menunjukkan bahwa mereka sudah banyak mempengaruhi sektor pendidikan, beberapa kelompok sosial dan masayarakat, dan konyolnya juga sudah mencengkeram banyak pihak di kalangan birokrat.

Tak banyak pihak yang berani dengan terang terangan menentang atau melawan ideologi ini karena banyak hal masuk dan mempengaruhi bangsa atas nama demokrasi. Saat itu kran untuk kebebasan media juga dibuka tanpa hambatan. Begitu juga teknologi informasi termasuk informasi via media sosial yang melimpah tanpa henti. Sehingga ideologi transnasional yang cenderung radikal menjadi tak terbendung.

Ideologi transnasional ini kemudian bertransformasi menjadi politik identitas yang berbasis agama yang menjadi alat untuk menyingkirkan kelompok-kelompok yang berbeda. Karena itu situasi seperti Islam dengan aliran tertentu terusir dari tanahnya sendiri, atau perbedaan antara agama dan etnis sangat tajam dan politik memperkeruhnya.

Melihat kenyataan yang menyedihkan ini seharusnya kita tidak boleh diam. Politik identitas yang banyak mempengaruhi banyak hal kini harus diminimalisir. Pancasila sebagai kerangka pikir kebangsaan harusnya diingat oleh semua pihak (bukan saja kaum sejahrawan) sebagai dasar bagi semua ideologi bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun