Entah kenapa tindakan terorisme dengan cara bom bunuh diri, atau yang lainnya itu jadi dibelokkan menjadi bagian dari jihad. Entah kenapa pula ada anggapan kalau meninggal dalam upaya bom bunuh diri itu, akan meninggal dalam kondisi syahid. Berbagai ahli menyatakan bahwa anggapan itu sama sekali tidak benar. Agama tidak menganjurkan jihad dengan cara kekerasan. Agama tidak menganjurkan bom bunuh diri untuk mendapatkan syahid. Islam justru melarang keduanya, karena hal itu merupakan tindakan yang harus dijauhi.
Entah kenapa pula, anggapan jihad dan syahid yang keliru itu masih tumbuh subur di dalam masyarakat kita. Apalagi setelah ada pelaku terorisme yang meninggal, atau terpidana teroris yang dieksekusi, tak lama kemudian beredar kabar mereka mati syahid. Pandangan ini terkesan subyektif, tapi jadi blunder jika terus dibiarkan berkembang di masyarakat. Harus ada pihak yang meluruskan. Harus ada pihak yang memutus mata rantai pandangan yang keliru ini.
Paska tewasnya Santoso, pimpinan Majelis Indonesia Timur, pesan jihad dan syahid yang keliru itu kembali bermunculan. Bagi para pendukungnya, meninggalnya Santoso bisa dimaknai untuk terus melanjutkan perjuangan yang keliru itu. Nah, bagi kita masyarakat awam yang tidak menghendaki aksi terorisme, tentu sangat berharap para pengikut Santoso tidak melakukan jihad yang keliru itu. Sudah cukup banyak nyawa melayang hanya karena pemahaman yang keliru. Sudah cukup banyak keluarga yang ditinggal suami, demi mengejar perjuaangan yang salah.
Memutus mata rantai pesan jihad yang salah ini, memang tidak mudah. Karena mata rantai ini dibangun diatas keyakinan. Jika ada ajakan untuk melakukan jihad demi mati syahid, lebih baik tidak perlu diikuti. Al Quran justru menyatakan bahwa jihad sesungguhnya adalah jihdad melawan hawa nafsu. Itu jauh lebih penting dari pada jihad dengan cara kekerasan. Menjadi suami yang bertanggung jawab, yang menafkahi anak dan istrinya, jauh lebih bermanfaat dibandingkan meledakkan diri, atau melawan negara dari hutan.
Ingat, jihad itu bagian dari upaya untuk terus memperbaiki diri sendiri. Karena itulah Rasulullah SAW mengatakan jihad yang utama adalah melawan hawa nafsu. Mari kita terus introspeksi diri, tidak perlu merasa benar sendiri. Karena kebenaran itu hanya milik Allah. Manusia justru gudangnya salah. Mari kita saling menghargai, bukan sibuk memerangi orang lain. Memerangi hawa nafsu jauh lebih berharga, dari pada memerangi orang lain hanya karena berbeda agama. Mari kita terus menebar pesan damai, bukan justru menebar kebencian yang mengatasnamakan agama. Orang yang beragama lain tidak salah. Janganlah dianggap kafir hanya karena berbeda paham.
Agama dimanapun tidak pernah mengajarkan kekerasan. Allah SWT menciptakan orang bermacam-macam karakter. Allah justru menganjurkan agar kita saling mengenal antar sesama. Karena itulah, jauhi ajakan jihad yang selalu dilontarkan para kelompok radikal dan teroris. Jihad yang mereka lakukan tidak hanya melanggar agama, tapi juga melanggar hukum. Al Quran menganjurkan agar setiap umat manusia menjauhi kejahatan. “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia” (QS Fushshilat : 34). Dengan memutus pesan jihad dan menggantikan pesan damai, harapannya akan lebih baik. Amiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H