Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 1.4: Budaya Positif

4 Juni 2024   13:40 Diperbarui: 5 Juni 2024   02:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komponen berikutnya adalah validasi tindakan yang salah yang bertujuan untuk membantu anak memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan dan dapat menemukan cara efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Komponen terakhir adalah menanyakan keyakinan yang bertujuan untuk membantu anak menghubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.

Mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan penerapan disiplin di sekolah memberikan saya cara pandang baru, bahwa untuk menegakkan displin bukan dengan cara-cara keras seperti hukuman tetapi lebih tepat menggunakan restitusi. Hukuman memang terlihat efektif, tetapi hanya sementara dan tak jarang menimbulkan persoalan baru karena dapat memunculkan perasaan negatif. Artinya. anak justru semakin gagal untuk mengubah identitasnya menjadi orang yang sukses dalam berperilaku. Sebaliknya, restitusi, meskipun terlihat 'tidak setegas' hukuman, tetapi langkah-langkah yang dijalani membantu anak menemukan identitas dirinya dan menemukan keyakinan akan nilai-nilai yang dipercaya. Artinya, proses restitusi ini memunculkan motivasi internal yang dampaknya menjadi pembiasaan positif bagi dirinya dan lebih menetap.

Selama ini sebagai seorang guru saya menyadari posisi kontrol yang paling sering dilakukan adalah sebagai pembuat rasa bersalah dan teman. Saya kerap mengatakan kalimat, "Bagaimana perasaan orang tuamu melihat kamu berbuat seperti ini?". Semula saya mengira dengan menyampaikan kalimat seperti itu tidak menjatuhkan mental anak dan berharap tumbuh rasa patuh pada diri anak bila mengingat perasaan orang tuanya. Namun ternyata kontrol seperti ini justru dapat membuat anak merasa tidak berharga. Hal yang harus saya benahi adalah posisi kontrol saya sebagai orang tua, dimana saya kerap mengambil posisi sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah. Dua posisi yang ternyata dapat memengaruhi penilaian anak terhadap dirinya dan bersifat negatif. Saya juga kerap mengambil posisi kontrol sebagai teman, dimana  saya berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada anak yang bermasalah. Dilihat dari posisi saya sebagai guru, posisi kontrol yang saya ambil ini cukup memberikan dampak baik karena anak yang melakukan kesalahan menyadari apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan kesepakatan kelas atau sekolah. Tetapi bila dilihat dari posisi murid, betul yang dituliskan di modul, murid hanya bertindak pada guru tertentu dan tidak pada guru lainnya, terutama pada guru-guru yang diberi label negatif oleh anak-anak. Setelah mempelajari semua ini, saya menyadari untuk mengubah posisi kontrol saya yang kurang sesuai.

Selain 2 posisi kontrol sebagai guru yang paling sering saya ambil seperti dituliskan di atas, tanpa saya sadari saya pernah mengambil posisi manajer dan melakukan segitiga restitusi meskipun tidak sesuai dengan urutan segitiga restitusi. Peristiwa ini terjadi di bulan Oktober 2023 kemarin, melibatkan satu kelas di kelas XII, wali kelas, beberapa guru, dan orang tua. Permasalahan awal yang timbul sebenarnya terjadi antar siswa di kelas tersebut, tetapi kemudian meluas melibatkan wali kelas dan adanya tuntutan dari orang tua untuk mengganti wali kelas. Saya, sebagai wakil kepala sekolah bidang kurikulum tentunya harus mengetahui akar permasalahannya. Saya panggil kedua siswa yang saya anggap mewakili dua posisi yang berseberangan, secara terpisah. Saya ajak mereka bicara dari hati ke hati. Menanyakan kabar, menanyakan permasalahan dan memposisikan diri sebagai pendengar dan menuntun mereka untuk menemukan nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Alhamdulillah, upaya yang saya lakukan kala itu memberikan dampak positif, meskipun ada beberapa hal yang tidak bisa dibatalkan. Setidaknya dari upaya segitiga restitusi tersebut muncul kesadaran akan nilai-nilai kebajikan dari masing-masing pihak yang mereka yakini, dan mengubah diri dari orang yang mengalami kegagalan menjadi orang sukses.

Hesti Dwi Utari, CGP Angkatan 10 Kab. Serang, Banten

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun