Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dampak Kebutuhan Teknologi, Satelit dan Sampah Antariksa

23 Oktober 2011   22:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:35 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah UARS (Upper Atmosphere Research Satellite) yang jatuh pada tanggal 24 September, kini kembali sebuah sampah antariksa jatuh ke Bumi. Adalah ROSAT (Roentgen Satellite) milik Jerman yang dikabarkan meluncur  jatuh ke Bumi (re-entry), dan berita terakhir dikabarkan kepingan satelit ini jatuh di area hutan lebat di Thailand Utara (baca disini). ROSAT sendiri sudah lama menjadi sampah antariksa di atas sana sejak dinonaktifkan pada Pebruari 1999 setelah "bertugas" sejak 1 Juni 1990.

[caption id="attachment_137497" align="aligncenter" width="389" caption="Peluncuran ROSAT dengan menggunakan roket Delta II dari Cape Canaveral, Florida, Amerika (kredit foto : NASA)"][/caption]

ROSAT diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida dengan menggunakan roket Delta II dan mengemban misi sebagai satelit "pelacak" bintang mati khususnya black hole dan bintang neutron dengan mendeteksi keberadaan sinar X yang dipancarkan oleh bintang-bintang yang sudah mengalami proses evolusi lebih lanjut tersebut. Tahun 1998, ROSAT mengalami kerusakan permanen akibat sensor sinar X-nya mengarah langsung ke Matahari. Satelit berbobot 2.426 kg ini, dinamai sama dengan penemu sinar X, Wilhelm Roentgen, yang juga fisikawan asal Jerman.

ROSAT dan UARS hanyalah dua dari sekian satelit yang menjadi sampah antariksa dan kemudian jatuh ke Bumi. Secara Fisika, ada ketentuan jarak dan kelajuan sebuah satelit agar tetap mengorbit Bumi tanpa tertarik gravitasi Bumi. Jika ketentuan ini dilanggar, maka satelit akan masuk ke dalam atmosfer dan menghantam Bumi. Beberapa satelit lain yang meluncur masuk ke Bumi diantaranya adalah Skylab (jatuh pada tanggal 11 Juli 1979), Salyut 7 (jatuh pada tanggal 7 Pebruari 1991), kemudian ada MIR yang jatuhnya betul-betul terkontrol dan dipandu masuk atmosfer Bumi dekat Nadi, Fiji dan jatuh ke  Pasifik Selatan.

Perkembangan Teknologi Satelit

Rusia merupakan negara pertama yang meluncurkan satelitnya ke angkasa. Tahun 1957, tepatnya pada tanggal 4 Oktober, sebuah satelit pengorbit Bumi diluncurkan dan dinamai Sputnik. Sputnik I berhasil mengorbit Bumi selama 3 bulan. Satu bulan berikutnya (3 November 1957), Rusia kembali meluncurkan Sputnik II, satelit berawak seekor anjing, Laika nama anjing tersebut, yang kemudian terbakar habis di atmosfer setelah lawatannya di angkasa. Amerika sendiri, sebagai negara "pesaing", Rusia dalam teknologi antariksa, baru meluncurkan satelit pertamanya, Explorer I, pada 31 Januari 1958 dan berhasil mengorbit Bumi selama beberapa tahun.

[caption id="" align="aligncenter" width="575" caption="UARS, satelit peneliti atmosfer saat masih mengorbit Bumi. UARS jatuh di lautan Pasifik pada 24 September 2011 setelah beroperasi selama 14 tahun dan berada di orbit Bumi selama 20 tahun (kredit foto : NASA)"][/caption]

Dalam fungsi penelitian, satelit dikembangkan tak hanya untuk keperluan astronomi seperti benda-benda angkasa macam planet atau bintang, tapi juga meliputi penelitian terkait pemetaan Bumi, meteorologi, bahkan aktivitas geologi seperti gempa. Pasca peluncuran satelit pengorbit Bumi ini, teknologi per-satelit-an kian berkembang. Satelit tak lagi hanya digunakan untuk kegitan penelitian semata, tetapi difungsikan pula sebagai  satelit komunikasi. Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki satelit komunikasi, yang terkenal dengan satelit seri Palapa. Ada 10 satelit bergenerasi Palapa ini. Generasi pertama Palapa sendiri (Palapa A-1) diluncurkan pada tanggal 8 Juli 1976.

Seiring kebutuhan akan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi, semakin banyak pula satelit-satelit yang diluncurkan ke antariksa. Ketika satelit-satelit ini sudah tak berfungsi lagi, akan menjadi sampah antariksa yang siap menghujani Bumi. Jumlahnya sendiri cukup banyak, jika diakumulasi dengan sampah-sampah lain seperti puing-puing sebuah roket yang hancur, misalnya.

Kemajuan teknologi memang memanjakan umat manusia dengan perkembangan peradaban yang cukup pesat. Teknologi komunikasi sudah menjadi kebutuhan primer umat manusia, yang tak bisa lepas dari keseharian kita. Apapun kecanggihan teknologi yang dihasilkan, selalu ada sisi lain berupa dampak negatif yang menyertainya. Salah satunya adalah sampah-sampah yang tidak hanya bertebaran di permukaan Bumi, tapi juga bertebaran di angkasa sana.

Referensi : nasa.gov, space.com, LAPAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun