Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Antara Mimpi-Mimpi

23 Juli 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:27 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi, Rum.. " suara Simbok terdengar sedikit ragu, "Orang-orang terus ngomongin kamu... "

Ruminah menghela nafas panjang, mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan, "Mbok, mungkin mereka cuma melihat dari yang sebatas mereka lihat dan mereka dengar. Kebetulan apa yang mereka lihat dan dengar itu sesuatu yang buruk. Jadi, mereka menganggap bahwa semua juga buruk! Mereka nggak paham yang sebenarnya. Anggap saja mereka ngomong begitu karena mereka khawatir dengan Rum. Artinya, mereka sayang sama Rum....."

Terdengar lirih Simbok berucap, "Ya, nduk, Simbok percaya kamu..."

Hah...! Ruminah merebahkan tubuhnya di ranjang. Memandangi langit-langit kamar dengan pikiran menerawang. Ia memikirkan Simbok, memikirkan masa depannya, memikirkan satu lagi cita-citanya yang belum terwujud. Mendirikan sekolah gratis, atau yayasan, atau apalah untuk orang-orang sepertinya. Orang-orang yang bersemangat tinggi mereguk ilmu tapi terkendala materi. Sebenarnya, John telah memberikan beberapa ide untuk mewujudkan mimpinya itu, sekaligus bersedia membantu Ruminah mewujudkan mimpi sepenuhnya.

Ah, John. Lelaki berpostur  tinggi yang sungguh baik hati dan penuh toleransi. Memikirkan John, Ruminah tersipu sendiri. Ia pun terlelap dengan wajah John menghiasi mimpinya, berganti-ganti dengan wajah Ario...

***

"Wake up....Rum, wake up...! We're late!" Suara lantang seorang lelaki terdengar  tepat di balik jendela kamar Ruminah. Itu suara si John. Suara yang sudah begitu melekat di benak Ruminah, dan begitu familiar di telinga Ruminah.

Dengan kecepatan yang luar biasa Ruminah melompat dari pembaringannya, membuka jendela kamarnya, di depannya terlihat sosok gentle berjaket kulit hitam sedang menatapnya bengong. Ah, Rum kesiangan bangun kali ini. Apalagi di rumah tak ada siapa-siapa, mbak Indah bersama suami dan Vio sedang pergi ke luar kota untuk suatu acara, dan Rum tak menyalakan alarm pula.

"Astaghfirullah..." Rum beristigfar dalam hati. Kegundahan Simbok membuat Rum nyaris tak bisa tidur semalam. Untunglah ia sedang terbebas tanggung jawab mendirikan shalat Subuh.

"Honey, are you going to campus or not?" Kembali suara berat tapi merdu itu menyambar telinga Ruminah, menggoncang ruang-ruang kosong di hatinya.

Ruminah yang belum terbiasa dengan sapaan "honey" meski sangat lazim digunakan orang Amerika, sedikit jengah dengan sapaan itu. Mukanya sedikit memerah, dengan agak gugup Ruminah menjawab, "Oh yeah...I'm going to. Just wait a minute John. I'll take a shower really quick, right?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun