Begitu lama aku tak berkunjung ke kota ini. Membuatku sedikit merasa asing saat menyusuri jalan - jalan yang dulu sering kulalui. Sejuta kisah dan kenangan kembali menyeruak, membuat dadaku sedikit sesak.
Menyusuri jalan sendiri, melewati tempat aku bersekolah di masa SMA. Tercenung sesaat di depan gedung sekolahku dulu yang sudah berubah menyesuaikan jaman. Ah...bayangan masa SMA itu kembali berkelebat seperti potongan adegan dalam sebuah film.
Ya, masih kuingat jelas masa itu. Aku yang berseragam abu - abu, dengan potongan rambut sebahu. Masa dimana gelak tawa membahana bersama kawan - kawanku saat di kelas, di lapangan basket, di lapangan volley bahkan di aula saat pengajian minggu di gelar. Tawa itu berubah menjadi kerutan kening manakala tugas dan PR menyita perhatian kami. Atau di kala ulangan umum tiba dan buku - buku tebal berlabel Fisika, Kimia, Matematika dan lainnya memaksa untuk dibaca dan dicermati.
Masa dimana aku belajar untuk jatuh cinta. Sebentuk perasaan yang dulu kerap membuatku tersenyum, tertawa, marah dan menangis. Sudut - sudut kota ini yang menjadi saksi bagaimana aku nikmati semua rasa itu dalam rentangan hari, bulan, dan tahun...
Aku kembali menyusuri jalan kota ini. Masih sendiri terhanyut dalam kenangan. Sesaat terpaku pada sebuah toko buku. Ya,ya,ya...di toko ini dulu aku rajin sekali bertandang ke sana. Sekedar mengintip buku - buku Emha macam Slilit Sang Kyai atau mencari - cari Surat Cinta Kepada May Ziadah karya Kahlil Gibran.
Ah ya, bukan sekedar toko buku itu kenanganku berlabuh. Sebuah toko kaset tak jauh dari toko buku itu pun kisahku berukir. Saat aku berburu kaset - kaset KLa Project bersama alunan lagu Tak Bisa Ke Lain Hati dan Semoga. Bukan sekedar lagu biasa, melainkan goresan rasaku bertahun lalu.
Kunikmati dalam hirupan nafas yang berbaur nelangsa, setiap sisi kota ini. Saat kusadari bahwa sebuah hentakan perasaan meronta untuk menjumpai sebuah kenangan namun harus kulawan. Karena aku bukan hidup dalam masa itu, aku memang hidup dalam belaian kota ini dahulu, bukan sekarang. Meski perih dan indahnya seolah menarikku memutar waktu. Tapi bukankah waktu tak pernah bisa berputar ke masa sebelumnya? Biarlah kenangan itu hanya tersimpan di ujung hati dan bukan untuk kukuak lagi.
Hmm... kunikmati sejuknya kota ini dan kerindangan pepohonan yang memayungiku dahulu meski tak sama kini, saat kakiku melangkah sepanjang jalan nan penuh kisah. Ya, kota ini banyak berubah seperti cerita hidupku yang berubah. Melewati batas harapan dan membelok jauh dari anganku. Tapi inilah hidup, saat tak semua harapan menjadi nyata dan kenyataan yang terjadi bukan atas kehendak kita. Bukankah semua garis hidup adalah rahasia milik-Nya? Tak pantas rasanya bila aku tak mensyukuri segala perjalanan waktu dalam hidup yang sebagian kulabuhkan di  kota ini. Penuh warna dan memberiku banyak sekali makna yang tak terlupa.
Masih melaju, menyusuri kota ini. Berkisah tentang hidup, kenangan, impian dan kenyataan.
Sebuah kota yang telah membuatku berubah, dalam sebuah kedewasaan lautan kehidupan. Baru kusadari kini, rinduku masih membuncah akan kenangan kota ini, sama seperti bertahun yang lalu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H