Mohon tunggu...
Hesti Edityo
Hesti Edityo Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

Seorang ibu dari 4 lelaki dan seorang guru Fisika yang menyukai sastra. hestidwie.wordpress.com | hesti-dwie.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tata Surya yang Hilang

10 November 2010   15:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:43 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun lomba Olimpiade Sains diselenggarakan baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi, nasional bahkan dunia. Bidang sains yang dilombakan biasanya meliputi bidang Fisika, Matematika, Biologi, Kimia, Komputer, Ekonomi, Kebumian, dan Astronomi. Dari beberapa bidang lomba tersebut, yang tidak dipelajari secara khusus di kelas (SMA) adalah Astronomi. Pada kurikulum terdahulu untuk tingkat SLTA khususnya SMA/MA (kurikulum 1994 dan sebelumnya), Astronomi diintegrasikan pada pelajaran Fisika (beserta kebumian). Pada suplemen GBPP 1999 Bola Langit dihilangkan dari materi Fisika dan dari Geografi. Di kurikulum 2004 (KBK), kebumian menghilang dari Fisika, dan hanya dipelajari di Geografi. Itupun diperuntukkan untuk anak jurusan IPS, karena di jurusan IPA tidak diberikan materi Geografi. Sehingga, anak –anak jurusan IPA yang mendapatkan era kurikulum tersebut, tak tahu apa bedanya Litosfer dan Hidosfer, tak tahu apa arti dari Episentrum dan Hiposentrum. Padahal negara kita termasuk dalam wilayah sabuk gempa. Apalagi hal – hal yang berkaitan dengan vulkanologi tak tahu sama sekali, meski negara kita punya banyak gunung berapi. Untungnya, masih ada materi mengenai Jagad Raya dan sedikit mengenai Tata Surya. Jadi setidaknya, ketika anak – anak IPA ditanya mengenai, apakah Matahari termasuk bintang? Mereka masih bisa menjawab, ya, karena bintang memiliki sumber energi sendiri dan tidak bergerak seperti planet. [caption id="attachment_74568" align="alignleft" width="180" caption="www.google.com"][/caption] Alasan saya menggunakan judul Tata Surya Yang Hilang, karena pada suplemen kurikulum 2006 (KTSP) seluruh materi yang berkaitan dengan astronomi dan kebumian menghilang dari Fisika. Kalaupun masih ada materi Hukum Keppler mengenai gerak planet semata – mata keterkaitannya adalah pada gaya gravitasi planet. Jadi, jangan tanya lagi pada anak – anak SMA sekarang, apa itu meteor, meteoroid, dan meteorit. Mendengar bulan April lalu ada hujan meteor Lyrid saja dalam bayangan mereka (siswa – siswa saya) akan ada bencana seperti di film 2012! Padahal meteor Lyrid sudah teramati sejak 2000 tahun yang lalu. Setiap akhir April Bumi melintas di dekat ekor komet Tatcher yang berada dekat rasi Lyra, karena pengaruh gaya gravitasi beberapa massa komet tertarik menuju bumi sehingga terjadilah meteor [caption id="attachment_74575" align="alignright" width="105" caption="Lyrid Meteor Shower (www.google.com)"]

12894034601589111668
12894034601589111668
[/caption] (selengkapnya bisa di baca di www.langitselatan.com). Arti meteor itu sendiri sebenarnya adalah lintasan cahaya yang diakibatkan karena adanya gesekan meteoroid dengan atmosfer Bumi. Sedangkan meteoroid itu sendiri adalah benda – benda langit kecil yang kemungkinan berasal dari komet atau pecahan asteroid. Itu baru cerita tentang meteor rain/meteor shower. Anak SMA sekarang pun tak dapat menjelaskan mengapa di wilayah tertentu malam lebih panjang dari pada siang atau sebaliknya. Atau, mengapa ada negara empat musim? Mereka juga tak tahu, kalau energi yang dimiliki Matahari suatu saat akan habis,  karena seperti bintang - bintang yang lain, Mataharipun berevolusi. Semua itu berkaitan dengan Astronomi. Bukan salah mereka jika tak tahu, karena mereka tak lagi mempelajarinya. Prihatin, ketika kemudian pengambil kebijakan kurikulum justru menghilangkan semua hal yang berkaitan dengan astronomi dari Fisika. Ironisnya, olimpiade sains yang diselenggarakan tiap tahun masih melombakan bidang Astronomi. Jadilah kami, para guru Fisika, yang berjibaku menjelaskan semua materi dari awal, yang kadang dianggap tak penting oleh siswa. Toh, Astronomi tak ada kaitan dengan pelajaran di kelas, begitu kira - kira pendapat mereka. Okelah, kalau kemudian Astronomi dijadikan mata pelajaran tersendiri. Saya jadi teringat pada sebuah tulisan yang dimuat di Intisari No. 505 edisi Agustus 2005. Pada edisi tersebut, Intisari menampilkan sosok Johny Setiawan, astronom asal Indonesia yang lahir pada 16 Agustus 1974 yang bersama timnya menemukan planet HD 11977 B, sebuah planet ekstrasolar yang mengorbit sebuah bintang bernama HD 11977 A. Dalam wawancaranya dengan Intisari, Johny juga menyayangkan mengapa Astronomi tidak diajarkan secara khusus di Indonesia. Padahal Indonesia memiliki potensi yang lebih baik dibanding negara - negara tetangga, seperti, Malaysia, Brunei, Singapura, dan lain - lain. Kita punya observatorium Bosscha. Kita memiliki banyak ilmuwan handal jebolan ITB di bidang Astronomi, tapi seolah Astronomi adalah sesuatu yang asing dan tak penting bagi kita. Semoga pengambil kebijakan kurikulum bisa mempertimbangkan kembali untuk memasukkan Astronomi dalam kurikulum sekolah. Sehingga misteri alam raya ini lebih banyak lagi terkuak, dan kita akan mampu mengambil hikmah bahwa begitu agungnya karya Ilahi.. I love astronomy! Salam Kompasiana...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun