Pada bab 9 dan 10, membahas mengenai hubungan antara hukum dan budaya yang berfungsi sebagai wahana sentral diskusi sosiologis tentang hubungan antara nilai dan norma. Inti dari bab 9 dalam buku ini menjelaskan bahwa peran profesi hukum merupakan elemen kunci dalam sistem hukum modern, dengan pengaruh dari perspektif Weberian dan Parsonian. Namun disisi lain, gerakan kajian hukum kritis muncul untuk menantang pandangan tradisional ini, meskipun kritik terhadapnya menunjukkan bahwa kontribusinya dalam menghadapi otoritas hukum dan ketidaksetaraan masih terbatas. Maka dari itu, penelitian sosiologis dapat memperkaya pemahaman tentang transformasi profesi hukum dengan fokus pada diversifikasi dan isu-isu yang lebih luas. Sedangkan pada bab ke-10 yaitu menerangkan bahwa integrasi sosial dalam masyarakat modern yang beragam dan individualis sering menghadapi berbagai tantangan besar. Sosiologi hukum, meski berfokus pada kesetaraan sering kali mengabaikan perbedaan berdasarkan ras dan etnis. Maka dari itu, pendekatan modernis dan postmodernis bersaing didalam menjelaskan soal ketimpangan, akan tetapi postmodernis lebih berhasil dalam menjangkau isu gender, ras, dan etnis. Pada dasarnya hukum diharapkan mampu untuk dijadikan sebagai alat integrasi, namun sering kali justru memicu konflik budaya dan menunjukkan batas kemampuannya dalam menangani kompleksitas moral yang muncul.
Berikutnya, pada bab 11 ini akan memperluas perhatian sosiologis terhadap hukum agar berpusat pada mekanisme kontrol sosial yang menyertai sistem hukum. Kontrol sosial dalam sosiologi modern dipahami sebagai respons terhadap kejahatan dan penyimpangan, dengan fokus pada praktik dan institusi di luar hukum formal. Pemikiran Michel Foucault mendorong analisis yang lebih mendalam mengenai struktur kontrol sosial, termasuk juga studi sosiologis tentang kepolisian dan dampak teknologi pengawasan terhadap kebebasan sipil. Meskipun kontrol sosial terkadang terpinggirkan dalam sosiologi hukum, akan tetapi literatur yang berkembang menunjukkan kontribusi signifikan terhadap pemahaman disiplin ini.
Yang terakhir yaitu bab ke-12 yang menjelaskan bahwa globalisasi hukum bukanlah proses satu dimensi menuju homogenitas global. Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun norma-norma hukum global berkembang, yurisdiksi lokal tetaplah relevan. Selain itu, globalisasi hukum harus dipahami tidak hanya dalam konteks perjanjian internasional, akan tetapi juga melalui impor dan ekspor norma hukum secara lokal. Diskusi mengenai globalisasi hukum seringkali memiliki dimensi normatif yang kuat, yang mana berkaitan dengan isu keadilan dan hak asasi manusia. Maka dari itu, penting untuk menghubungkan studi ini dengan konteks lokal, karena dampak kejahatan dan penegakan hukum seringkali terfokus pada komunitas lokal. Â
Kelebihan dari buku ini adalah ketepatan penjelasan yang sangat rinci dan jelas, referensi buku yang digunakan sangatlah banyak, menggunakan bahasa yang baku dah mudah dipahami, cover buku yang digunakan sangatlah menarik sehingga pembaca tertarik untuk membacanya.
Kelemahan buku ini adalah terlalu banyaknya jumlah halaman buku, dan terdapat beberapa kata yang sulit untuk dipahami.
#prodihesfasyauinsaidsurakarta2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H