Tugas agama Islam
Nama kelompok 2
1. Hesti titiana
2. Rian Saputra
3. M. Wahyudi
4. M. Randi
5. Abdullah Nur
Dalam kehidupan sehari-hari istilah radikal, hampir selalu diartikan sebagai hal yang negatif dan mencemaskan, walaupun secara akademis tidak selalu seperti itu. Kata radikal misalnya, berasal dari bahasa Yunani, radiks, yang berarti akar. Artinya adalah bahwa segala sesuatu dicari dan dipahami hingga ke akarnya atau dasarnya. Namun peran media sering membuat istilah ini mengalami distorsi sedemikian rupa sehingga diartikan sebagai cara-cara, tindakan dan gerakan yang bersifat keras, kasar dan kejam.
Pengaruh paham dan ideologi radikal semakin merisaukan dikarenakan gerakan militan marak berkembang di kalangan kelompok mahasiswa. Hal itu cukup mengkhawatirkan karena dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa yang akan terjadi dalam dua sampai tiga dekade ke depan, bila tidak adanya tindakan yang diambil oleh negara dan kalangan moderat.
Bagaimana jika paham radikalisme dilakukan dosen atau mahasiswa?
Jika ada paham radikalisme yang muncul di kampus baik dilakukan dosen atau mahasiswa maka hal itu menjadi tanggung jawab dari rektor sebagai seorang CEO. Ke depannya, bersama pemerintah akan menyusun kembali sistem kurikulum tentang pemahaman terhadap Pancasila bersama unit kerja kepresidenan.
"Silakan kembangkan pengetahun secara ilmiah di kampus, tapi empat pilar, yakni NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika harus dipahami dan dijalankan," tegas dia.
Kita semua berharap deklarasi antiradikalisme di lingkungan perguruan tinggi ini dilakukan di provinsi lain di seluruh Indonesia. Hasilnya, semoga dalam beberapa tahun ke depannya kampus akan terbebas dari aneka macam paham radikal.
Mengapa bisa paham radikalisme dilakukan?
“Di karenakan adanya keingintahuan yang besar untuk mencoba hal baru yang harus dipuaskan. Menurut saya itu hal yang sangat penting, karena keingintahuan adalah ibu kandung dari pengetahuan. Siapa yang akan memuaskan keingintahuan itulah yang menjadi perebutan berbagai kepentingan. Kampus ingin memuaskan pengetahuan mahasiswa dengan memberikan materi, kuliah, dan kurikulum. Yang kedua, ketidakpuasan terhadap kondisi. Umumnya ia merasa adanya ketidakadilan atau bahkan menjadi korban dari ketidakadilan itu. Dan dia merasakan dirinyalah yang dapat mengubah itu semua, serta di-trigger dengan bacaan, pergaulan, dan komunitas yang memperbesar perasaan itu.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H