Mohon tunggu...
Julius Manihuruk
Julius Manihuruk Mohon Tunggu... -

hesperonesia.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toba: Titik Temu

21 Oktober 2011   17:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:39 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut “Bapak Atlantologi” Ignatius Donelly; Atlantis adalah wilayah di mana manusia mengalami perubahan dari primitif menjadi beradab.” Pertanyaan yang muncul adalah perubahan yang bagaimanakah yang di sebut beradab? Secara anatomi atau tahap berpikir? Atau hibrida (kawin-silang)? Penemuan-penemuan arkeologi membuktikan keduanya berada di dua lokasi yang berbeda. Secara anatomi, manusia modern tertua berumur 150.000-160.000 tahun di temukan di Jebel Irhoud, Maroko, Afrika Utara. Sementara, di era yang sama, di temukan peralatan atau senjata yang di duga terbuat dari tulang kerbau dan sapi purba di Ngandong, Jawa, melengkapi data kecerdasan sekaligus evolusi budaya manusia purba saat itu. Homo Soloensis merupakan salah satu bagian dari sekian banyak hominid di bawah keluarga besar Homo Erectus (Manusia Tegak) yang hidup sejak 2 juta tahun yang lalu. Erectus merupakan yang pertama kali keluar dari Afrika dan menyebar ke seluruh dunia (kecuali Sahulland). Pengendalian api, teknologi perkakas, pemukiman sederhana dari kayu, seni pahat (Venus of Tan-tan), menunjukkan tingkat kecerdasan hominid ini. Homo Erectus di duga menghilang (tidak di ketahui penyebabnya) sekitar 400.000 tahun lalu. Tetapi dugaan ini berubah setelah penemuan beberapa situs di sekitar Bengawan Solo, menjadikan Homo Soloensis sebagai keluarga Homo Erectus terakhir yang hidup bahkan hingga 50.000 tahun lalu, berdampingan dengan Homo Sapiens yang saat itu sudah mencapai danau purba Mungo di selatan Australia. Dan sekarang Indonesia telah mempunyai ratusan suku, bangsa, suku-bangsa, budaya, tradisi, dan bahasa yang berbeda-beda. Menariknya sebagian besar mempunyai persamaan-persamaan tradisi seperti penggunaan kerbau atau sapi. Misalnya rumah-rumah adat yang terinspirasi dari tanduk, lalu hari-hari raya dan upacara-upacara kematian di mana kerbau atau sapi memang menjadi simbol utama atau di kurbankan. Tidak jauh berbeda dengan upacara adat penduduk Atlantis yang juga mengurbankan sapi atau kerbau, mereka mencampur darahnya dengan minuman sebagai upacara suci menuruti hukum adat yang turun temurun tertulis di tugu-tugu suci, dan ini di tulis oleh Plato sekitar 2360 tahun yang lalu. Ia juga menulis bahwa di awal kehidupan para dewa telah membagi-bagikan seluruh bumi untuk mereka sesuai dengan jatahnya masing-masing sehingga tidak ada perselisihan karena tidak saling bercampur satu dengan lainnya. Ada yang hidup nomadik di darat yang di pimpin oleh gembala, dan ada yang hidup nomadik di laut di pimpin oleh pelaut;

“Tidak ada perselisihan, semua dewa berbagi secara adil sesuai dengan yang mereka inginkan, membangun rakyat dan memelihara manusia, menuntun dan mengatur seperti gembala atau pelaut-pelaut yang menyetir dari buritan  kapal.” (dialog Kritias)

Teori out of Africa juga menyatakan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa manusia yang keluar dari Afrika terbagi dua, ada yang nomadik di darat dan satu lagi menelusuri pesisir Samudra India hingga ke Indonesia, lalu ke Papua dan Australia. Secara genetik [mtDNA] keduanya di golongkan dalam haplogroup M dan N dan penduduk bumi sekarang merupakan turunan-turunan dari kedua halogroup ini.

SUNGAI Apa yang membuat kedua komunitas ini bertemu apalagi kalau bukan sungai, sumber kehidupan sekaligus konflik, dan ini tertulis dalam berbagai sejarah kuno seperti peradaban sungai Nil (Mesir), peradaban dua sungai (Mesopotamia), sungai Mekong, sungai Merah, sungai Danube, dan sebagainya. Di dalam kisah Atlantis juga tidak jauh berbeda, leluhur Yunani dan Mesir masing-masing bermukim di gunung dan pesisir negeri Atlantis. Bahkan legenda bencana Toba juga memulai kisahnya dari sebuah sungai, sumber kehidupan sekaligus pertemuan dan perkawinan antara dua komunitas yang berbeda kemudian melahirkan komunitas baru yang sifatnya merusak, mengindahkan tatanan dan kearifan yang sudah ada, hingga timbul bencana besar menyisakan danau Toba dan pulau Samosir. Letusan Toba adalah letusan supervolkano terhebat sepanjang sejarah manusia modern dengan kategori mega-kolosal. Kaldera danau Toba sendiri terbentuk setidaknya dari tiga letusan. Yang pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu, yang kedua terjadi sekitar 500 ribu tahun lalu. Dan terakhir sekaligus terdasyat, meruntuhkan seluruh gunung purba tersebut menghasilkan danau Toba sekarang, terjadi sekitar 70.000-75.000 tahun lalu. Sisa-sisa debu letusan Toba terekam hingga Kutub Utara dan Afrika Selatan. Bahkan deposit hingga setebal 15 cm menutupi Asia Selatan, dan satu lapisan abu vulkanik juga di temukan di Samudra India, laut Arabia, dan Laut China Selatan. Akibat dari letusan Toba di duga populasi manusia menurun drastis dan bumi mengalami penurunan suhu beberapa tahun. Manusia yang bermukim di wilayah Indonesia tentu akan menjauhi Toba, terlebih lagi indikasi manusia tiba di Australia juga di mungkinkan sejak 70.000 tahun yang lalu atau sekitar 59.000-63.000 tahun yang lalu berdasarkan rangka manusia yang di temukan di sekitar danau purba Mungo (di usulkan oleh ANU, Australian National University) yang letaknya jauh di selatan Australia.

Berdasarkan lingusitik, Johanna Nichols dalam bukunya yang berjudul Linguistic Diversity menulis bahwa “setelah timbul pada awalnya dari Afrika, lalu menyebar pelan-pelan ke Asia Tenggara dan mengalami banyak pemberagaman linguistik di sana, lalu orang-orang mulai menyebar dari sana untuk bermukim di Pasifik dan Dunia Baru”. Dengan prinsip –bahasa adalah fossil lidah–, Arysio dos Santos ingin menunjukkan bahwa linguistik termasuk salah satu faktor penunjang penelitiannya. Selain menguasai sejarah Amerindian, Santos menguasai empat bahasa tertua di dunia yang masih terus di gunakan hingga saat ini; Dravida, Sansekerta, Yunani, dan Latin. Dua mewakili dunia barat, dan dua lagi dunia timur, dan masih tergolong dalam satu rumpun (Indo-Eropa). Hasilnya, ia memilah peradaban Atlantis menjadi dua, yang saling terkait satu dengan lain, dengan menggunakan istilah Atlantis-Ibu dan Atlantis-Putra. Menurutnya Atlantis-Ibu adalah peradaban sebelum letusan gunung Toba, sementara Atlantis-Putra atau “Putra Sang Perawan” adalah peradaban yang muncul setelah gunung Toba meletus. Menurut Santos, apa yang terdapat di hampir semua tradisi di dunia sekarang ini berasal dari peradaban setelah letusan Toba atau Atlantis-Putra yang berawal di wilayah Indonesia. Ia juga tidak merasa heran jika Indonesia mempunyai –tragedi yang sama yang terjadi berulang-ulang–; “Adalah khas Indonesia…”, tulisnya.

***

—————————————————————————————————————————————— Referensi:

  • Ignatius Donelly: “Atlantis; The Antediluvian World” (1882)
  • Kompas: Senjata Tulang “Homo Soloensis” Di temukan, hal.12, Selasa, 14 Juni 2011
  • Plato: Dialogue Critias (360 SM)
  • Peter Hiscock: “Archaeology of Ancient Australia” (2008) Routledge-London
  • Johanna Nichols, Linguistic Diversity in Space in Time, Chicago University Press, 1992
  • Arysio dos Santos: Atlantis: The Lost Continent Finally Found (1998)
  • Stephen Oppenheimer: “Eden in the East” (1998)
  • Homo erectus soloensis – Wikipedia
  • Paleolithic – Wikipedia

——————————————————————————————————————————————

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun