Di depan mobil Anda ada seorang bapak yang membonceng tiga anak berseragam SMP dan SD, di samping motor Anda mungkin ada seorang perempuan muda berpakaian rapi menuju ke kampus atau kantor. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya Anda dan saya termasuk orang yang juga menyebabkan pemerintah dimaki-maki oleh ratusan pengguna jalan raya itu.
Kekeliruan kita dalam merespon dan memikirkan situasi tersebut tentunya lahir dari pemikiran yang monopoli. Menurut saya, pemikiran yang monopili artinya terdapat keinginan untuk menganggap dan meyakini bahwa banyak hal dalam hidup ini seharusnya terjadi atas kendali dan kontrol diri kita sendiri. Akhirnya kita lupa, bahwa seorang bapak yang membonceng tiga anak berseragam SMP dan SD atau seorang perempuan muda berpakaian rapi menuju ke kampus adalah orang-orang tak dikenal yang tidak bisa kita atur atau kendalikan tujuan dan perjalanannya.
Dalam kritik yang amat tajam, Epitectus menyatakan bahwa orang-orang yang demikian (berpikir monopoli) adalah budak dalam kehidupan ini; karena mencoba mengendalikan hal-hal yang tidak pernah ditakdirkan untuk berada dalam kendali mereka sendiri. Sehingga yang bisa saya sampaikan adalah bahwasannya sebuah kesialan-kesialan kecil dalam hidup bukanlah urusan kita, karena sampai kapan pun Anda dan saya tidak akan pernah bisa memastikan bahwa segala hal bisa berjalan sesuai harapan dan rencana kita.
Sebuah tawaran: Menyadari dan menerima (perspektif baru)
Para ahli dalam bidang psikologis kognitif meletakan dasar berpikir yang amat kuat mengenai pemahaman perilaku manusia, misalnya ada konsep yang menjelaskan bahwa persepsi seseorang akan menentukan dan mempengaruhi perilakunya dalam merespon sesuatu. Itulah yang disebut sebagai the power of perception bahwa persepsi atau pandangan kita dalam memahami dan memaknai adalah remot kontrol yang sangat kuat. Para neurolog pun mengaitkan ini dengan proses kerja otak kita, sebut saja Pre Frontal Cortex (PFC) merupakan bagian dari area otak depan, yang bertugas dalam pengambilan keputusan dan proses berpikir kritisi.
Jika Anda dan saya benar-benar memahami diri sendiri, maka kita akan menemukan bahwa sebenarnya dalam kepala yang tidak terlalu besar ini sudah ada ruang kerja yang amat sangat luar biasa mempengaruhi kehidupan kita -yaitu pikiran kita sendiri.
Dengan menyadari bahwa tidak semua hal berada dalam kendali diri sendiri, maka saya mengajak Anda untuk memaknai sebuah proses menyadari dan menerima.
Ketika menulis artikel ini, sebetulnya saya sedang mencoba menjelaskan isi hati saya yang penuh kembimbangan. Jadi, sejak akhir bulan Januari saya sudah membuat timeline penelitian skripsi, dan sesuai rancangan waktu yang saya tetapkan seharunya mulai kemarin proses penelitian sudah mencapai pengajuan izin survei ke sekolah-sekolah. Faktanya adalah sampai hari ini -saat menulis artikel ini, saya belum memperoleh izin penelitian dari Fakultas.
Yang menarik adalah saya tidak merasa jengkel, marah atau kesal sama sekali, alasannya sederhana karena saya sadar bahwa tidak menjadi urusan dan tugas saya untuk memaksakan pihak Fakultas menerbitkan izin penelitian. Saya juga sadar bahwa tentu ada banyak hal yang dikerjakan, sehingga mereka pun berusaha menyelesaikan setiap pekerjaan-pekerjaan mereka satu per satu. Ahkirnya dengan kesadaran yang demikian saya menjadi lebih tenang dan tidak merasa sedang sial, justru saya memaknainya sebagai momen untuk dapat merampungkan hal-hal lain secara pelan-pelan.
Ketika kita memiliki pandangan yang jelas dan kesadaran mengenai kehidupan, maka tentu saja level selanjutnya adalah Anda dan saya akan mampu menerima setiap situasi tersebut dengan pandangan yang jernih dan apa adanya. Kemarin seorang kakak bercerita banyak mengenai pekerjaannya, ada cerita tentang sebuah kesialan. Dia bercerita bahwa bos-nya marah besar akibat kesalahan penulisan nama -yaitu kurangnya satu huruf pada tiket pesawatnya. Walaupun hal tersebut terjadi murni karena kelalaian travel agent namun konsekuensinya dibebankan kepada kakak saya.
Ketika kita meneelah kasus di atas, tentu kita akan menemukan bahwa ada indikasi kurangnya kemampuan menerima kenyataan mengenai hal-hal di luar kendali. Bos-nya menampilkan sikap arogan seakan-akan segala sesuatu harus sempurna, tetapi dia lupa untuk menyadari bahwa asistennya itu tidak punya kendali untuk membuat travel agent mencetak nama yang benar pada tiket pesawatnya. Alhasil dia marah besar dan mempersulit keadaan orang lain, sampai pada tahap ini jelaslah bahwa dia memiliki penerimaan yang gagal terhadap kondisi demikian.