Mensyukuri Ketangguhan
Seorang sahabat saya bercerita tentang kehidupan asmaranya yang tidak berumur panjang. Menurutnya peristiwa itu membuatnya belum yakin untuk membangun hubungan lagi, tetapi beberapa waktu kemudian dia akhirnya menemukan seseorang yang membuatnya merasakan arti cinta yang sesungguhnya. Apakah arti cinta menurut nya? (lain kali menjadi bahasan disini). Intinya adalah dia menjadi terbuka dan lebih siap dengan hal baru dalam hidupnya, karena penderitaan yang lalu telah membuatnya belajar dan menjadi tangguh.
Pengalaman yang berbeda datang dari diriku sendiri.
Ketika setahun berlalu, beberapa sahabat sudah lulus dan menyandang gelar Sarjana Psikologi. Diwaktu yang bersamaan, saya masih pelan-pelan merampungkan tujuan-tujuan lainnya.
Apakah saya menderita?
Apakah saya merasa kehidupan berlaku tidak adil?
Tentu saja tidak!
Dengan percaya diri, saya menerima semua perjalanan ini sebagai bagian dari kehidupan yang patut saya rayakan dan syukuri. Akhir tahun ini sampai awal tahun baru, justru menjadi ruang perayaan dan ucapan syukur atas segala hal yang dilewati, karena saya akan mulai melakukan rangkaian penelitian skripsi; membuat alat ukur psikologis dan meneliti pada penjara anak alias LPKA.
Pada akhirnya dengan menyadari bahwa kehidupan kita sungguhlah rentan dan rapuh, maka kita pun akan terbuka dan jujur menerima segala keterbatasan itu sebagai pelajaran yang menguatkan.
Dengan begitu, kita akan semakin kuat dan tangguh, bukan dengan porna kekuatan Hulk, Thor ataupun Epitectus sang Stoic itu. Justru dengan kekuatan kita sendiri, maka kita akan merayakan penderitaan dan mensyukuri ketangguhan dalam hidup dengan puas dan merdeka.
Selamat mengakhiri 2022,
Selamat menjemput berkat-berkat kehidupan di 2023.
Selamat Merayakan Hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI