Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hospitality, Adakah Keramahan Itu?

17 Juli 2022   15:40 Diperbarui: 17 Juli 2022   21:09 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjamu tamu di rumah (SHUTTERSTOCK/CLICK AND PHOTO)

Dalam keseharian, kita akan selalu bertemu dengan begitu banyak orang-orang baru. Sebagian dari mereka datang, lalu kita sempat berjabat tangan dan bertukar nama, kadang pun kita juga bertukar nomor handphone dan media sosial. 

Syukurlah, mereka ini biasanya akan menjadi teman dalam waktu yang cukup panjang, tetapi seiring berjalannya waktu tidak akan selalu bertahan lama. 

Adapun sebagian dari mereka yang hanya sekadar datang, lalu pergi, adapun yang hanya lewat begitu saja tanpa ada singgah barang sebentar saja. 

Syukurlah, mereka ini tidak akan merepotkan ingatan kita untuk menambah daftar baru ke dalam rentetan ingatan kita, sehingga bertemu dengan mereka adalah sebuah kebetulan yang menyenangkan.

Bagaimanakah sikap ku?

Menjumpai orang baru sering kali menjadi saat paling menyebalkan bagi sebagian orang, pasalnya mengingat-ingat orang lama saja membutuhkan waktu yang tidak sedikit, lalu datanglah yang baru; bagi mereka yang merasa demikian, pertemuan itu selayaknya kutukan karena akan selalu terjadi lagi dan lagi. Walaupun demikian, kehadiran orang-orang baru tanpa disadari turut berpengaruh terhadap kehidupan kita, sekalipun kecil, tetap saja berpengaruh.

Destructive. Kita akan menjumpai orang-orang yang sangat pesimis dengan kehadiran orang lain, mereka akan sangat marah dan merasa tersaingi jika kedatangan orang baru. 

Alasan mereka sederhana "dia itu orang asing, jangan mudah percaya dengannya." Sikap ini didasari atas prasangka, padahal tidak selalu benar dan juga akurat prasangka tersebut. 

Sebenarnya sikap semacam ini tidak selalu salah, dalam kondisi tertentu kita memang perlu mengandalkan prasangka untuk menjaga diri. Karena pada prinsipnya, para psikolog percaya bahwa kondisi ini merupakan bentuk dari sistem pertahanan diri yang kita punya. Namun tidak juga baik, jika terlalu berlebihan. Kata para filosof stoa 'segala yang berlebihan tidaklah baik'.

Constructive. Sebagian orang sangatlah terbuka dengan kehadiran orang-orang baru dalam kehidupannya, mereka sangat bergembira jika kedatangan seorang teman baru, ataupun hanyalah tamu; dia yang sekadar lewat saja. 

Bagi orang dengan sikap ini, mereka memiliki kelebihan dalam kemampuan berelasi yang sangat baik, bonusnya mereka punya banyak teman, dimana-mana tempat pasti ada kerabat di sana. 

Kehidupannya menjadi lebih menyenangkan dan selalu puas dengan kesehariannya. Rangkaian penelitian terdahulu dirangkum oleh ED Diener dalam artikelnya "Subjective well-being" yang terbit dalam The Science of Well-Being, menyatakan bahwa salah bentuk dari kebahagiaan atau kesejahteraan mental adalah memiliki rasa puas dalam relasi sosial dengan orang lain.

Bagaimana cara kita menyikapi keberadaan orang baru, pada prinsipnya memang tidak terlepas dari berbagai pengalaman kita di masa lalu. Persis seperti yang diungkapkan oleh Carl Rogers "pada prinsipnya manusia memang selalu merujuk pada pengalaman masa lalunya." 

Walaupun begitu, Rogers berpendapat bahwa selalu menjadi masa lalu sebagai referensi dalam menjalani hidup di masa kini, bukanlah sebuah sikap yang tepat. Itulah sebabnya kita memerlukan upaya penyesuaian terhadap berbagai situasi hidup yang kita alami.

Hospitality 

Hampir setahun yang lalu saya merasakan sebuah gairah yang amat besar dalam mempelajari kehidupan dari perspektif yang lebih reflektif dan filosofis. 

Peristiwa ini terjadi di saat saya mulai membaca buku 'Labirin Kehidupan' karya teolog Indonesia yang sangat saya kagumi, Pendeta Prof. Joas Adiprasetya, Th.D. 

Ada satu topik asing yang jarang saya dengar, tetapi berhasil saya cerna dengan baik, ketika beliau membahas hospitality

Dalam refleksi saya, hospitality tidak selalu bermakna sebagai tindakan yang amat besar ataupun tindakan kecil yang bermaksud melakukan kebaikan kepada seorang asing. Karena hospitality justru muncul dari sebuah sikap dan cara pandang kita terhadap sesuatu atau kepada seseorang. 

Apakah kita akan bersikap konstruktif atau sebaliknya, kita menjadi lebih destruktif? Lagi-lagi pengalaman kita selalu menjadi cikal-bakal segala respon tersebut.

Saya akan mencoba menguraikannya dari perspektif psikologi, bagaimana sebuah respon tersebut dapat muncul? 

Jika respon itu tidak membangun, mungkin saja tidak bermakna sebagai hilangnya hospitality, tetapi bisa saja hospitality itu muncul dalam bentuk yang berbeda.

Insecurity sebagai sebuah perasaan 

Belakangan ini terminologi 'insecure' menjadi sering dipakai oleh pengguna media sosial, tanpa melihat dan memahami makna yang sebenarnya, kata ini menjadi mudah diucapkan dan dituliskan. 

Mari kita lihat sejenak asal muasalnya. Pada tahun 1942 seorang psikolog ternama, Abraham Maslow mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul The dynamics of psychological security-insecurity pada jurnal Character & Personality; A Quarterly for Psychodiagnostic & Allied Studies

Dalam studinya, Maslow menyatakan bahwa insecurity merupakan kondisi yang terjadi akibat ketidaktercapaian kebutuhan akan rasa aman (security needs). Karena pada dasarnya setiap orang memerlukan rasa aman sehingga mampu berkontribusi secara optimal dalam lingkungannya. 

Terdapat sejumlah karakteristik perasaan tidak aman yang kerap muncul dalam diri seseorang, misalnya merasa ditolak, merasa terisolasi, merasa bahwa kehidupan dan dunia sangatlah berbahaya, memandang orang lain memiliki sikap yang jahat serta merasa tidak bahagia dengan kehidupannya.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki perasaan tidak aman, cenderung mudah berprasangka pada orang asing. 

Salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman tidak menyenangkan, seperti mengalami kekerasan seksual di masa kecil, kerap diabaikan oleh orang tua, menjadi korban perundungan dan berbagai kondisi lainnya. Tanpa disadari pengalaman demikian sangatlah berpengaruh terhadap respon emosional kita di masa kini, termasuk dalam merespon kehadiran orang baru.

Cara seorang korban pelecehan seksual merespon kehadiran lawan jenis, dengan seseorang tanpa pengalaman traumatis sangatlah berbeda. Respon ini tentunya subjektif dan dinamis, karena lagi-lagi masa kini tidak pernah bisa dipahami tanpa melihat ke masa lalu. 

Setahun yang lalu saya bertemu seseorang, dia merupakan remaja putri kira-kira berusia 15/16 tahun, dulu anak ini dikenal sebagai remaja yang aktif dan sangat interaktif dalam ibadah remaja gereja. 

Belakangan ketika mendengar bahwa dia pernah menjadi korban pelecehan seksual, saya pun mendapat konfirmasi terhadap perubahan sikapnya. 

Kala itu di dekat sebuah toko kecil saya membeli shampoo, sekilas saya menyapa dan mencubit pipi adik perempuannya yang baru pernah saya temui, karena waktu itu adalah kepulangan saya setelah dua tahun kuliah di Yogyakarta.

Dia begitu lesu, tampak tersenyum namun terlihat penuh kecurigaan, tatapan matanya memberikan tanda bahwa dia tidak nyaman sehingga dengan sigap saya langsung menyapa dan meninggalkannya. Karena dengan begitu, mungkin dia merasa lebih aman. 

Sampai di sini saya menjadi semakin sadar bahwa sikap seseorang memang tidak selalu muncul sebagai hasil belajar, tetapi juga dipengaruhi oleh masa lalunya. 

Saya sering bertemu dengan orang-orang yang ketik disapa mereka cenderung diam, enggan merespon dan menampilkan afek yang penuh tekanan. 

Dulu saya dengan segera akan mengevaluasi sikap semacam itu, dalam hati saya beragam spekulasi yang muncul. 

Semenjak saya belajar tentang dikotomi kendali, sebuah prinsip dalam filosof stoa, saya menjadi lebih santai dalam menyikapi situasi seperti itu.

Hospitality dalam sebuah sikap 

Mungkin saja keramahtamahan atau hospitality memang berawal dari sebuah sikap. Keterbukaan adalah salah satu dimensi kepribadian manusia yang sangat berpengaruh terhadap caranya dalam merespon kehidupan. 

Orang-orang cenderung ramah adalah orang dengan pengalaman hidup yang positif, namun tidak menutup kemungkinan mereka juga mengalami pengalaman traumatis. 

Biasanya mereka menjadi lebih terbuka dalam relasi sosial karena adanya proses penyesuaian diri yang baik, yang berpengaruh pada kemampuan membangun persepsi rasa aman terhadap lingkungannya.

Sebuah penelitian oleh Barrera, dkk (2019) dalam International journal of environmental research and public health melaporkan bahwa penyesuaian diri yang baik berperan dalam tercapainya kondisi mental yang lebih baik pada seorang remaja. 

Seseorang yang dapat menyesuaikan diri sesuai kondisi hidupnya di masa kini, biasanya berdampak pada tercapainya kemampuan mengelolah emosi yang baik.

Hospitality sebagai sebuah sikap adalah bentuk nyata dari kondisi emosional yang stabil, kemampuan penyesuaian diri yang baik dan keadaan mental yang sejahtera, sehingga orang-orang yang memiliki sikap hospitality sering kali lebih sehat secara psikologis. 

Walaupun begitu kondisi ini tidaklah mudah untuk dicapai, maka kita perlu melakukan pembiasaan terhadap sikap tersebut. 

Para psikolog dalam aliran behavioristik selalu percaya bahwa dengan membiasakan suatu sikap, maka akan terbentuk menjadi sebuah sikap yang permanen dan mempengaruhi perilaku hidup sehari-hari.

Di tengah situasi hidup yang semakin menggelisahkan, kita memang perlu menjadi aktor-aktor keramahtamahan yang terus mengundang dan terbuka menerima kehadiran sesama kita dalam kehidupan sehari-hari. Karena pada hakikatnya segala situasi hidup adalah netral, bagaimana kondisi itu menjadi negatif atau positif; tergantung pada perspektif manakah yang kita pakai.

Selamat Merayakan Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun