Pada masa awal perkembangan ilmu Psikologi, saat itu para ahli saling beradu argumen mengenai asal-muasal perilaku manusia. Ada yang berpendapat bahwa perilaku manusia adalah nature; manifestasi dari atribut genetis yang wariskan oleh orang tua kepadanya, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa “perilaku individu di masa sekarang adalah warisan dari nenek moyangnya terdahulu” (pandangan ini disampaikan oleh Carl. G. Jung dalam teori Psikoanalitik, mengenai archetype).
Tetapi apakah pandangan Jung, dan ahli lainnya yang sependapat sudah cukup untuk menjawab rasa ingin tahu kita, mengenai asal-muasal perilaku manusia? Menurut saya tidak cukup, karena kita masih memiliki satu konsep lagi yang berbicara mengenai nurture. Dalam keseluruhan pandangan teoritikus Psikologis, nyaris tidak kita temukan adanya penjelasan secara lateral mengenai disruption. Tetapi izinkan saya menjelaskannya.
J. B. Watson, Albert. Bandura, Ivan Petrovic. Pavlov, B. F. Skinner, dll. Mereka adalah nama-nama besar yang oleh buah pikirnya, kita dapat memahami bahwa nurture atau proses belajar bisa mempengaruhi pembentukan, dan perubahan perilaku manusia.
Ingatkah kita pada masa sebelum pandemi Covid-19 mewabah, rasanya menggunakan masker sebagai salah satu protokol kesehatan jarang sekali diterapkan, termasuk ketika seseorang yang mengalami FLU biasa. Seringnya ketika beraktivitas di luar rumah, justru tidak menggunakan masker, karena berpikir bahwa tidak berbahaya. Hari ini (28/12/2020) ketika kita melewati perempatan atau pertigaan lampu merah, dan melihat penjual Koran, pengemis, dll. Semuanya pasti dengan tertib menggunakan masker.
Apakah mereka melakukannya karena ada pendidikan atau proses belajar secara khusus? Saya tidak menjamin untuk mengatakan “ya” tetapi mungkin saja ada, karena sepanjang yang ketahui para tenaga penyuluh kesehatan secara konsisten terus memberikan edukasi mengenai penerapan protokol kesehatan. Tanpa kita sadari pandemi ini hadir menjadi inspirasi bagi kita dalam belajar mencintai diri sendiri. Artinya hanya dengan mematuhi protokol kesehatan, kita lalu bisa tetap survive menjalani hidup secara berdampingan dengan pandemic Covid-19.
Jelaslah bahwa pandemi pun merupakan manifestasi dari disruption itu sendiri, sehingga dengan penuh keyakinan saya menyatakan “kita semua telah belajar untuk menghadapi sang disruptif dengan sangat bijaksana.” Sampai hari ini, tahun 2020 sebentar lagi akan berakhir. Kiranya kita tetap bersabar, terus memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, hindari kerumunan untuk aktivitas yang tidak penting, dan tetap berpengharapan di dalam TUHAN PEMILIK KEHIDUPAN. Agar kita tetap hidup untuk menjadi saksi perubahan, dan pelaku perubahan itu sendiri, sebab life must go on.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H