Fenomena bullying acap kali mencuri perhatian publik, akan setiap kasus yang terjadi. Bullying dapat terjadi pada siapa saja, kapan, dan dimana saja tanpa memandang siapa korban & pelakunya. Bullying secara normatif adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji, merugikan orang lain serta membahayakan diri sendiri. Hal ini sejalan dengan berbagai hasil penelitian tentang bullying, yang menyatakan bahwa dampak akibat terjadinya bullying tidak hanya dirasakan oleh pelaku (bullies), tetapi juga dirasakan oleh korban (victims).
Hasil penelitian membuktikan bahwa perilaku bullying pada lingkungan sekolah, telah dialami oleh individu sejak masa sekolah dasar. Berbagai faktor dapat melatar belakangi terjadi tindakan bullying, misalnya: perbedaan secara fisik (warna kulit, model rambut, cacat tubuh, dll), agama, suku, dsb. Berbagai keberbedaan yang ada dilingkungan sosial, selalu menjadi objek menarik untuk para remaja; hal ini merupakan suatu hal yang wajar serta baik adanya. Sebab kepekaan dalam melihat kemajemukan sosial, haruslah menjadi dasar bagi remaja untuk saling menghargai atau mewujudnyatakan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat berbagai hal yang menarik dari fenomena bullying, yang dilakukan oleh para remaja sejalan dengan perkembangan psikologinya yaitu: kematangan emosi, perkembangan kognitif, serta adaptasi sosial. Oleh sebabnya dalam memahami perilaku bullying, perlu adanya dasar guna menjabarkan secara komprehensif; apa itu bullying, bagaimana bullying dapat terjadi, apa saja bentuk-bentuknya, dampak akibat bullying, serta bagaimana menangani bullying. Artikel ini menggunakan jurnal penelitian psikologis sebagai sumber referensi, dalam menyajikan informasi serta materi terkait remaja, dan seluk-beluk perilaku bullying.
Apa itu bullying ?
Defenisi Bullying, menurut para ahli :
American psychological association (2013) memberikan defenisi bullying sebagai bentuk perilaku agresif dimana seseorang secara sengaja dan berulang kali menyebabkan orang lain cedera atau tidak nyaman. Sementara Papalia, Olds and Feldman (2007) menyatakan Bullying merupakan perilaku agresi yang disengaja dan berlangsung secara terus-menerus, yang ditujukan pada individu yang sudah menjadi incaran atau korban. Dan secara lengkap dinyatakan oleh Olweus (1999) bahwa Bullying sebagai masalah psikososial dengan menghina dan merendahkan orang lain secara berulang-ulang dengan dampak negatif terhadap pelaku dan korban bullying dimana pelaku mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan korban.
Berdasarkan berbagai defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan perilaku menyakiti, melecehkan, menguasai, serta semena-mena betindak agresif kepada orang lain sebagai sasaran korban (victims), yang dengan sengaja melakukan tindakan tersebut secara terus-menerus, serta memberikan dampak negatif kepada korban sebagai sasaran utama.
Jenis-jenis Bullying :
Secara umum bullying diklasifikasikan dalam empat jenis, diantaranya :
- Physical Bullying (bullying secara fisik).
- Verbal Bullying (bullying secara verbal; baik lisan maupun tulisan).
- Relational Bullying (bullying secara relasi atau melalui hubungan sosial).
- Cyberbullying (bullying melalui teknologi digital).
Mengapa Remaja harus mem-bully ?
Kenali remaja dan perkembangannya.
Masa remaja merupakan masa perkembangan yang terjadi pada individu, setelah melalui masa anak-anak. Remaja selalu disebut sebagai: masa yang penting, sebab remaja dimasanya sedang mengalami transisi/peralihan dari masa kanak-anak, serta menjadi masa persiapan menuju kedewasaan (masa dewasa). Berbagai asumsi terkait remaja telah dikemukakan oleh para ahli psikologis perkembangan, dalam hal pendefenisian, klasifikasi usia, perkembangan psikis, serta tugas perkembangan. Para ahli (Hurclock, Prof. Monks, Stanley Hall) dalam menentukan rentang usia bagi individu yang dikategorikan remaja, umumnya dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada kisaran usia 18, 19 – 23 tahun; keberagaman pendapat mengenai waktu berakhirnya masa remaja didasarkan pada berbagai teori oleh setiap ahli, dalam menjelaskan perkembangan individu dimasa remaja.
Berdasarkan sifatnya seorang remaja selalu tertarik dalam mencoba, meniru, menyerupai serta menyamakan dirinya dengan seseorang, yakni idola. Perilaku ini membuat remaja masih sangat rentan terhadap tindakan-tindakan yang membahayakan diri sendiri. Dalam pergaulannya seorang remaja selalu mencari lingkungan pertemanan yang cenderung memiliki kesamaan dengannya, seperti halnya: hobi, cara berpakaian, tokoh idola, dan untuk remaja masa kini lingkungan pertemanan lebih sering didasari oleh kesamaan dalam permainan/games.
Tindakan bullying yang dilakukan oleh seorang remaja adalah sebagai bentuk peniruan, pun pemberontakan; yang dinyatakan melalui pelampiasan kepada orang lain. Dalam iklim kehidupan remaja, meniru adalah sebuah hal biasa. Sebab keinginan untuk menjadi sama atau dorongan sosial (teman sebaya) selalu mendasari perilaku tersebut, sementara pemberontakan yang dimaksudkan ialah tentang ketidak stabilan emosi pada remaja. Misalnya, seseorang yang tidak terima dimarahi atau dipukul, sehingga sebagai pelampiasan akan rasa sakitnya, dia melakukan hal yang serupa pada orang lain yang dianggapnya lemah.
Disisi lain masa remaja menjadi masa yang cukup emosional bagi seseorang, sebab seorang dalam menjalani masa remaja turut mengalami masa pubertas. Perubahan secara fisik, dan psikis (perasaan, emosi, perilaku, kognitif) sangatlah berpengaruh pada gelak perilaku, sikap serta karakter seorang remaja. Ada remaja yang menjadi lebih agresif, ada pula yang menjadi lebih tenang, hal ini dilatar belakangi oleh pola pengasuhan, serta iklim sosial (lingkungan pergaulan, sekolah). Oleh sebabnya masa remaja selalu disebut sebagai golden age, sebagai masa yang penting dalam persiapan menuju kedewasaan.
Jika dilihat dari perkembangan secara psikologi, seorang remaja mengalami begitu banyak perubahan dimasanya, perkembangan demikian meliputi :
- Perkembangan kognitif : Jean Piaget, seorang ahli perkembangan yang memberikan klasifikasi perkembangan kognitif. Berdasarkan teorinya maka seorang yang memasuki masa remaja, telah berada pada tahap perkembangan operasional formal (usia 11/12 – 16 tahun). Pada tahap tersebut Piaget menyatakan seseorang telah mampu dalam berpikir secara logis, tepat, serta memiliki kemampuan berpikir yang lebih abstrak atau kompleks. Sehingga secara perkembangan kognitif, seorang remaja dapat dikatakan memasuki puncak perkembangan intelgensi-nya; dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, serta minat-bakat bila diasa dengan baik dimasa ini. Seseorang pasti akan sangat baik dalam menguasainya.
- Perkembangan emosi : Secara umum para remaja memiliki keadaan emosi yang masih stabil, mereka menjadi sangat emosional dalam merespon berbagai hal sekitarnya. Remaja putra akan lebih agresif, hal ini sejalan dengan pertumbuhan fisiknya; alhasil jika massa otot semakin bertambah, remaja putra akan merasa untuk harus lebih tegas, dan keras sebagai wujud kemaskunilinitasnya. Sementara berbeda dengan remaja putri, mereka akan merasa lebih tenang, dan tidak tergesa-gesah karena bagi mereka; kelak mereka akan menjadi seorang ibu, sehingga gelak perilakunya selalu dicontohi pada ibunya sendiri.
Namun satu hal yang pasti para remaja masih sangat labil dalam menajemen emosinya, mereka sangat cepat terbawa oleh suasana. Hal ini membuat masa remaja dikenal sebagai masa dimana seseorang dapat mudah terjerumus ke dalam berbagai hal, tanpa memikirkan dampak kedepannya; sebab mereka masih mengutamakan egoismenya, yaitu: mengikuti kemauan diri sendiri, asalkan merasa senang atas pilihannya.
- Perubahan perilaku : seseorang yang telah memasuki masa remaja, akan mengalami perubahan perilaku secara signifikan; namun terjadi secara periodik. Umumnya perkembangan/perubahan perilaku yang terjadi adalah dampak pada keberadaan remaja dilingkungan sosialnya, Erick Erikson dalam teori Psikosiosial-nya secara jelas menjelaskan fenomena ini: melalui pandangannya tentang modeling transfer.
Hal ini menunjukan bahwa seseorang yang memasuki masa remaja, telah dan sedang menjalani suatau fase baru dalam hidupnya. Sehingga ia perlu bertanggungjawab dalam menyelesaikannya dengan bijaksana, dan baik, sebagaimana Havigurst telah menjabarkan adanya tugas perkembangan remaja.
Remaja yang mem-bully
Remaja menjadi sangat emosional dimasanya, mereka dengan mudah dapat memangis, tertawa, takut, cemas, pun kembali ceria diwaktu yang bersamaan; hal ini sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan, kondisi sekitar serta suasana yang dihadapi. Keadaan emosi seseorang sangatlah berpengaruh terhadap respon/reaksi yang dimunculkannya, dalam menanggapi suatu stimulus/rangsangan. Seorang remaja yang bertindak, entah baik atau buruk; seringnya menunjukan perilaku serupa yang sering dialaminya. Perilaku mem-bully yang dilakukan seorang remaja seringnya terjadi sebagai dampak dari: balas dendam atau sekadar mencoba-coba.
Bullying sebagi bentuk balas dendam : Penelitian yang dilakukan oleh Skrzypiec et al. (2012) menyatakan bahwa dampak negatif akibat bullying tidak hanya dirasakan oleh korban, melainkan juga dirasakan oleh pelaku dan korban-pelaku (individu yang menjadi korban, tetapi juga merupakan pelaku), dampak yang dirasakan adalah gangguan kesehatan mental. Seperti : Kecemasan (aniexity), ketakutan serta keraguan yang berlebihan. Remaja yang melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam, seringnya berada pada posisi sebagai: korban-pelaku, yang berarti tidak hanya menjadi korban bullying tetapi juga menjadi pelaku bullying itu sendiri; sebagai bentuk balas dendam.
Bullying sebagai kesempatan untuk sekadar mencoba-coba : Sebagaimana perkembangan emosi pada remaja yang sudah diuraikan diatas, remaja yang melakukan bullying seringnya sekadar mencoba-coba. Sebuah penelitian tentang bullying mengungkapkan bahwa seseorang yang menjadi penonton/menyaksikan peristiwa terjadinya bullying, berpotensi besar melakukan hal yang sama pada orang lain disekitarnya.
Disisi lain masa remaja yang masih bersifat labil, membuat seorang remaja dapat berperilaku seenaknya tanpa memikirkan dampaknya; sehingga diperlukan sangat perhatian orang dalam mendampingi remajanya; pada pergaulan, proses belajar, hingga komunikasinya (baik langsung maupun tidak langsung: media sosial, hp, dll).
Remaja yang mem-bully temannya atau orang lain, sejatinya sedang menunjukan disfungsional moralitas padanya. Perkembangan moral haruslah menjadi cukup kuat untuk remaja dapat ragu dalam mem-bully orang lain, akan tetapi sebaliknya jika moral seorang remaja rendah maka dampaknya adalah ketidakpekaan atau empatis pada perasaan orang lain, apabila dia sebagai pelaku mem-bully orang lain.
Seorang remaja yang melakukan bullying kepada orang lain, sebenarnya sedang menunjukan sebuah pemberontakan melalui perilakunya. Sebuah penelitian menunjukan bahwa rasa empatis sangatlah mempengaruhi intensitas perilaku bullying pada seseorang, orang dengan rasa empatis yang besar akan lebih rendah kemungkinannya untuk mem-bully orang lain. Sementara orang dengan rasa empatis yang lebih rendah, akan lebih mudah mem-bully orang lain, sebab kurangnya rasa empatis membuat bullies (pelaku bullying) tidak memikirkan perasaan orang lain, bahkan tidak memperdulikannya.
Apa yang dirasakan apabila seseorang di bully ?