Manusia hidup dengan berbagai dimensi prioritasnya. Kelalaian ataupun ketidaktahuan mengenai hal ini, dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan, kecemasan, serta bahkan ketakutan menghadapi hari esok. Hal ini diperparah dengan krisis multidimensi yang bergerak sejalan dengan globalisasi dan modernisme.
Hari ini, kita semua tidak asing dengan istilah insecure, over thinking, anxiety disorder, burn-out, depresi, kecenderungan bunuh diri dan lain-lain, yang mengarah pada ketidaksempurnaan kesehatan mental individu. Maka, sedikit banyak tulisan ini akan mengupas upaya pencegahannya.
Satu hal yang dipercaya selama ribuan tahun adalah bahwa mencegah, jauh lebih baik daripada mengobati. Maka, demikian pula halnnya terkait kesehatan mental. Daripada mengobati hati yang sakit ataupun mental yang terluka, maka jauh lebih baik mengenalnya sejak dini dan melakukan aksi-aksi pencegahannya.
Salah satu ilmuan muslim terkemuka bidang psikologi, yaitu Abu Zaid al-Balkhi menegaskan bahwa gangguan mental, setidaknya dimulai dari 4 dimensi utama psikologis manusia yaitu marah (al-ghadab), stres (al-gham), takut (al-khauf) dan sedih (al-huzn). 4 hal inilah yang paling berhubungan dengan kondisi kesehatan mental individu. Maka, menurut penulis, upaya untuk memelihara mental yang sehat, adalah mendalami empat dimensi ini, dan mengupayakan kestabilannya.
Marah
Kemarahan, biasanya muncul dari ketidakmampuan individu dalam mengendalikan amarahnya ataupun emosinya. Emosi begitu meledak-ledak, sehingga rasionalitasnya terkalahkan atau bahkan tersingkirkan. Marah dapat disertai rasa untuk menyakiti orang lain, atau menunjukkan bahwa kita diatas orang lain. Maka, belajar menahan amarah serta mengendalikan emosi adalah faktor penting penjagaan kesehatan mental. Belajar untuk berpikir bahwa segala sesuatu tidak harus diselesaikan dengan marah-marah, bisa sangat membantu individu mengendalikan dirinya.
Stres
Kajian tentang stres, sejatinya sangat luas dan mendalam. Stres secara umum terjadi ketika hal yang direncanakan ternyata tidak sesuai harapan, atau ketika menghadapi situasi yang kita pikir kita tidak akan sanggup menghadapinya dengan baik. Maka, manajemen diri, tata kelola waktu dan pekerjaan adalah hal penting dalam upaya menjaga kesehatan mental. Juga perlu dibangun keyakinan bahwa kita tidak mungkin mengendalikan segala sesuatu di alam ini yang akan menimpa kita (hujan, angin, kemacetan, perubahan kebijakan dll), namun satu hal adalah bahwa kita bisa selalu mengendalikan pikiran kita.
Takut
Takut secara umum berhubungan dengan masa depan, atau terkait sesuatu yang dipikirkan dapat membahayakannya. Maka ketakutan berlebihan, tentu dapat mempengaruhi kondisi mental. Penumbuhan self efficacy secara mandiri, dapat sangat membantu, yaitu membangun keyakinan bahwa seyogianya, kita pernah mampu menghadapi ragam situasi yang sulit. Sehingga kemampuan tersebut, dapat "dikeluarkan" kembali untuk menghadapi ragam potensi situasi di masa depan. Bangun terus keyakinan bahwa sampai hari ini kita sudah berhasil mengatasi ragam situasi, dan tentunya mengimani bahwa Sang Pencipta, yaitu Allah Subhanahu wa ta'ala, tidak akan membebani hamba diluar kemampuannya
Sedih
Secara umum, sedih berkaitan dengan hal-hal yang sudah berlalu, ataupun berkenaan dengan kehilangan sesuatu yang dipersepsi sangat berharga dan signifikan dalam kehidupan kita. Maka kesadaran penuh bahwa segala sesuatu adalah milik Sang Pencipta dan akan kembali kepada Sang Pencipta, dapat sangat menenangkan pikiran dan mental. Juga membangun keyakinan bahwa kesedihan yang berlarut-larut tidak akan mengembalikan apa yang sudah hilang tersebut.
Doa dan Kepasrahan
Tentunya, diatas seluruh hal dimuka, kita perlu senantiasa memohon bimbingan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dalam ikhtiar kita menjalani amanah kehidupan kita. Kita perlu menyadari sepenuhnya bahwa kita sejatinya adalah mahluk bodoh dan lemah, yang perlu dibimbing nalarnya dan terus diberikan kekuatan. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI