Mohon tunggu...
Hery Tjandra
Hery Tjandra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa S2 Teologi

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gaya Hidup Jemaat Gereja Perdana di Yerusalem

21 Agustus 2019   14:52 Diperbarui: 25 Juni 2021   10:07 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup Jemaat Gereja Perdana di Yerusalem | jurnas

Gaya Hidup Gereja Perdana di Yerusalem

Refleksi dari Kisah Para Rasul 2:41-47

Kisah tentang awal mula komunitas Kristen dikisahkan dengan apik oleh Lukas kepada Theophilus merupakan kisah yang sangat menarik dan selalu relevan untuk didiskusikan dan diteliti dengan cermat bagi pembaca masa kini. Kisah ini menuturkan suatu pengamatan cermat akan awal mula bagaimana komunitas Kristen yang awal mulanya terdiri dari dua belas rasul Yesus dan beberapa simpatisan yang turut serta dan setia menjadi pengikutnya menjadi suatu komunitas yang mengalami suatu pertumbuhan jumlah yang demikian cepat di sepanjang daerah kekuasaan emporium Romawi masa itu. 

Hal inilah sebagai suatu hal yang menarik bagi kita untuk dapat mempelajari hal-hal yang bermanfaat guna untuk mempelajari aspek-aspek penting apa dari kisah itu dalam menjelaskan suatu dinamika perkembangan yang cepat dalam suatu komunitas religi yang sudah mapan dari Yudaisme dan penyembahan Kaisar Romawi yang sangat berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarkat masa itu.

Baca juga: Menelisik Kultur Budaya dan Peribadatan Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan

Dalam Kisah Para Rasul 2, pembaca akan mengetahui bahwa konteks masa itu di kota Yerusalem sedang ada perayaan Pentakosta (KPR. 2:1). Saat itu di Yerusalem sedang ada festival perayaan keagamaan yang dihadiri orang-orang Yahudi perantauan dan para proselit/ penganut religi Yudaisme Abad Pertengahan dari segala suku bangsa non-Yahudi. Berdasarkan laporan Lukas dalam kisah tersebut, kita dapat mengetahui bahwa mereka ini ada yang berasal dari Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Kirene (Libia), Kreta, Arab dan bahkan dari kota Roma (KPR.2:9-11).

Ditengah berlangsungnya festival Pentakosta di Yerusalem ada suatu gejala alam berupa angin keras yang mengarah ke satu rumah yang secara khusus sedang ditempat para pengikut dan simpatisan Yesus dari Nazaret yang sedang berdoa dan menantikan datang Roh Kudus. Saat itu angin keras itu ternyata pada akhirnya diberitahukan kepada pembaca sebagai pencurahan Roh Kudus kepada para pengikut Yesus ini yang memberikan dampak langsung berupa keberanian dan kemampuan untuk mengucapkan bahasa-bahasa asing yang mengungkapkan kata-kata mengenai perbuatan-perbuatan besar Tuhan. 

Faktor inilah menjadi salah satu menarik perhatian banyak orang Yahudi dan penganut kepercayaan Yudaisme untuk tertarik mengetahui lebih lanjut akan peristiwa itu. Hal ini dapat memberikan pelajaran bagi kita masa kini bahwa Tuhan Sang Pencipta ternyata sebagai pribadi yang peduli dan turut terlibat menyatakan kemuliaanNya dan meneguhkan setiap kesaksian orang percaya dalam menyatakan Injil kepada masyarakat sekitar. Implikasinya bagi kita adalah bahwa Tuhanlah sebagai awal pemrakarsa akan kelahiran gereja atau gerakan Kristiani di bumi ini dan kita yang taat dan sedang melakukan kehendak-Nya mendapatkan jaminan penyertaan dan kemenangan dari Tuhan.  

Pada 2:41-47 kita akan menemukan faktor teologis yang membentuk gaya hidup jemaat gereja perdana di Yerusalem ditemukan nilai-nilai teologis berupa Firman Tuhan telah memberikan otoritas pada para rasul atau Petrus yang menyampaikannya untuk menarik respon terharu karena penyingkapan dosa, bertobat, percaya, dan mengambil keputusan untuk terlibat  menjadi pengikut Kristus melalui baptisan dan multiplikasi dalam komunitas tersebut yang diperkirakan pada hari kisah itu dicatat berjumlah tiga ribu jiwa (ayat 41). 

Baca juga: Gelar, Lambang dan Karunia Roh Kudus dalam Gereja

Kata kerja ketekunan sangat berperan dalam pembentukan kisah ini yang menjelaskan aktivitas belajar akan pengajaran para rasul (ayat 42) dan berkumpul/ bersekutu untuk memuji Allah dengan gembira dan tulus hati (ayat 46). Kedua aktivitas ini pada akhirnya mempunyai dampak langsung kepada masyarakat sekitar, seperti yang Lukas catat dengan pernyataan bahwa mereka disukai semua orang dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.

Hal pertama yang dapat kita pelajari dari kisah ini adalah bahwa penyampaian Firman Tuhan itu harus memberitakan pesan yang menggugah dan memberikan transformasi hidup yang menggerakkan orang untuk menerima dan memberi diri untuk hidup dalam kehendak Tuhan. Kedua, kita melihat pemberitaan Firman Tuhan ini tidak sebatas hanya melalui satu arah saja, melainkan juga harus dilakukan secara dialog melalui persekutuan belajar dan mengajar.

Ketiga, dampak dari pengajaran dan pemberitaan Firman Tuhan seharusnya dapat mempersatukan orang dan membuat mereka menyukai gaya hidup yang berbagi dan bersekutu sebagai bagian keluarga Tuhan di muka bumi. Hal ini diperlihatkan Lukas dengan memakai frasa mereka tetap bersatu dan satu sama lain saling terlibat dalam membantu dan menyelesaikan setiap kebutuhan dari setiap anggotanya baik secara jasmani, rohani dan emosi. 

Dari penuturan Lukas ini, kita tidak pernah menemukan bahwa persekutuan tersebut berupaya menarik perhatian dan melakukan aksi-aksi sosial keluar dari komunitas mereka. Melainkan orang luar dapat melihat bahwa dalam komunitas ini terlihat suatu persatuan yang kokoh, kasih dan kepedulian satu sama lain dalam anggotanya dan kerelaan siap berkorban bagi salah satu dari anggotanya. Hal ini menurut dugaan saya secara sosial orang-orang luar secara emosi tertarik dan tergerak untuk ikut serta bahkan setelah menjadi anggota dari komunitas gereja yang baru ini mereka bahkan tidak segan-segan mengorbankan diri dan nyawanya demi kesaksian nama Tuhan Yesus sebagai seorang martir. 

Hal ini jika ditinjau dari sisi psikologis dan sosiologis dapat dinilai karena faktor penerimaan dalam ajaran dan persekutuan yang erat dan penuh kasih serta tidak bersifat formal melainkan tulus hatilah dapat menjadi indikator dan pemacu banyak orang-orang sekitar tergerak dan tertarik untuk bergabung. 

Baca juga: Menggerakkan Gerakan Oikumene Menuju Gereja yang Esa

Dan dari sisi teologis dan rohani, saya percaya saat umat Tuhan meresponi dengan taat dan setia pada kehendak Tuhan dalam hidup mereka maka Tuhan dalam ke maha kuasaan-Nya pasti akan menggerakkan hati dan memberikan orang-orang baru percaya bagi komunitas ini untuk bergabung dalam persekutuan mereka karena diikatkan dalam kasih Kristus.

Hal-hal penting yang telah dinyatakan pada alenia sebelumnya dari hasil penelitian yang cermat dari Kisah Para Rasul 2:41-45 dapat ditemukan suatu prinsip, yaitu: Pernyertaan Tuhan telah melahirkan dan memampukan lahirnya persekutuan yang penuh kasih di tengah dunia yang berdosa melalui gereja-Nya melalui respon ketekunan dari umat. 

Hal ini mengingatkan pada gereja bahwa Tuhanlah menjadi faktor utama dan terutama bagi perubahan dan pertumbuhan iman dari kehidupan seseorang, setiap orang percaya haruslah selalu bertekun dalam belajar akan ajaran Firman Tuhan setiap hari dan mempunyai gaya hidup bersekutu dalam doa dan memuji Tuhan setiap harinya dengan gembira tanpa beban dan paksaaan serta tulus hati tanpa pamrih atau mengharapkan pujian dari manusia melainkan perkenanan Tuhan. Kiranya melalui pengupas akan penggalian atas Kisah Para Rasul 2:41-47 ini dapat memotivasi dan memperbaharui komitmen umat percaya kepada Tuhan untuk menjalani gaya hidup dari gereja mula-mula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun