Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengalaman Berbelanja di Warung Tradisional yang Tidak Bisa Didapat di Toko Modern

20 Oktober 2023   17:08 Diperbarui: 21 Oktober 2023   15:41 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: shutterstock via kompas.com

Memang tidak bisa dinafikan bahwa perubahan atau perkembangan zaman adalah sebuah keniscayaan. Cepat atau lambat memang perubahan itu pasti akan terjadi. Keadaan saat ini tidak akan pernah sama dengan masa-masa sebelumnya.

Perubahan itulah yang dialami warung tradisional saat ini merasakan terjadinya perubahan itu. Ditengah gempuran penetrasi toko modern yang semakin masif menjangkau hingga tingkat kecamatan di suatu daerah, membuat warung tradisional kehilangan pamornya sebagai tempat untuk tujuan berbelanja dari konsumen yang hendak berbelanja barang-barang kebutuhan sehari-hari termasuk toko kelontong "UD Sinaga".

Warung "UD Sinaga" adalah saksi bisu atas munculnya toko modern dikampung saya. setelah hampir puluhan tahun tidak menyangka jangkauan penetrasi toko modern akan sampai ke daerah kelurahan di Kabupaten Simalungun.

Sempat mendapat penolakan dari masyarakat sekitar khususnya para pemilik toko kelontong (warung tradisional), akhirnya penolakan itu tidak punya kuasa lagi untuk membendung hadirnya toko modern dengan label inisial "I".

Memang harus diakui, toko modern menjual sebagian besar produk dagangan yang sama dengan warung tradisional. Tetapi harga bisa bervariasi antara toko kelontong atau warung tradisional dengan toko modern.

Tentu secara langsung toko modern sangat berdampak terhadap penurunan penjualan dari warung tradisional yang ada di daerah saya itu.

Sebagai orang yang lahir di Kelurahan Tiga Balata, saya sangat setuju dengan kehadiran toko modern karena itu adalah sebagai tanda peradaban atau kemajuan di kampung saya dan secara tidak langsung turut membuat kampung kami itu menjadi ramai pengunjung yang sedang melintas berhenti ingin berbelanja di toko modern tersebut.

Kendati kehadiran toko modern itu sudah ada berjalan selama 1 tahun, yang boleh dikatakan berpengaruh terhadap penjualan warung tradisional, namun ada sesuatu hal yang tidak bisa kita dapatkan dari warung tradisional ketika berbelanja di toko modern.

Toko Kelontong "UD Sinaga", adalah salah satu warung tradisional yang sudah lama berpuluh-puluh tahun menjual barang-barang kelontongan di kampung kami.

Berada di salah satu persimpangan jalan lintas, membuat warung UD Sinaga sangat ramai pembeli, baik dari penduduk di kampung itu maupun kampung tetangga dan juga orang-orang yang melintasi warung UD Sinaga berhenti untuk sekedar membeli minuman kemasan, rokok, cemilan atau kebutuhan yang mereka perlukan. Namun pembeli utama dari warung UD Sinaga adalah penduduk sekitar kampung itu dan kampung tetangga.

Salah satu potret yang terjadi dari transaksi perdagangan di warung UD Sinaga, adalah tempat terjalinnya kedekatan tali silaturahmi diantara tetangga atau orang-orang yang sudah mengenal satu sama lain yaitu pembeli dengan penjual.

UD Sinaga adalah sebuah toko kelontong yang dikelola oleh ibu saya sejak berdiri hingga sekarang masih eksis beroperasi. Sejak kecil, kami selalu membantu ibu untuk berjualan di toko kelontong milik Ibu.

Jadi hampir setiap hari kami melihat interaksi yang terjalin diantara pembeli dengan ibu saya yang notabene memang sudah pada kenal satu sama lain, seumuran, dan sesama ibu-ibu. Setelah berbelanja di toko kami, selalu ada momen untuk berbincang-bincang banyak hal. Namanya ibu-ibu pasti ada aja sesuatu hal topik yang diobrolin.

Jadi toko kami banyak menjual barang dagangan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan dapur, beras, jagung, yang dikemas dalam karung besar dan kecil. Duduk di atas karung isi beras atau jagung atau pakan ayam, ibu kami memulai obrolan dengan pembeli yang sudah dikenal itu.

Obrolan mereka bisa berlangsung selama 30 menit atau bahkan bisa sampai 1 jam walaupun terhenti karena harus melayani pembeli yang bergantian datang membeli.

Potret obrolan jalinan silaturahmi itu terjadi sejak belasan tahun yang lalu hingga saat ini. Tak pernah lekang oleh waktu, warung UD Sinaga adalah saksi bisu atas obrolan-obrolan dan jalinan tali silaturahmi diantara pembeli dan ibu kami.

Begitu juga dengan saya juga pernah punya pengalaman menjalin obrolan dengan teman lama yang datang berbelanja ke warung kami yang sudah lama tidak ketemu karena ada diperantauan. Duduk di atas karung berisi beras, dan pakan ternak, pokoknya mana yang bisa diduduki, adalah tempat kami duduk untuk melepas obrolan satu dengan yang lain.

Jalinan silaturahmi, kohesivitas hubungan sosial diantara yang bertetangga di satu kampung dan orang-orang dari kampung tetangga yang terjadi di warung UD Sinaga yang dijalankan dan dikelola oleh Ibu kami, adalah sesuatu pengalaman yang tidak bisa diberikan ketika berbelanja ke toko modern.

Pengalaman hubungan sosial dan jalinan silaturahmi ini adalah sesuatu keunikan dan ciri khas dari warung tradisional yang tidak bisa digantikan dan digeser oleh toko modern yang menjamur secara masif pada saat ini dan tidak akan pernah lekang oleh waktu dan tergeser oleh perubahan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun