Sudah Sampai Mana ?Â
Dalam diam, kita pasti pernah merenung dan berefleksi, ini kah aku yang aku impikan sejak aku bisa untuk berpikir? Atau jangan-jangan kita saat ini adalah bukan seperti yang kita inginkan. Kita ada dijalan yang salah untuk menuju kepada apa yang seharusnya kita capai.
Sementara kita melihat disekeliling kita, orang-orang yang kita kenal dan sahabat kita sejak dibangku sekolah, sudah ada di puncak kesuksesan sebagaimana orang banyak inginkan. Ada yang sudah begini, ada yang sudah begitu. Sepertinya kehidupan mereka sudah paripurna dalam segala pencapaian. Sementara kita, sudah sampai mana?
Pertanyaan sudah sampai mana itu, menjadi bom waktu bagi kita untuk terus bergerak begitu cepat, menggelinding, agar bisa sampai pada puncak kesuksesan seperti orang-orang yang sudah lebih dahulu mencapainya. Sampai akhirnya kita lupa pada makna dan hakekat hidup yang sebenarnya.
Kadang kita gusar dengan pertanyaan-pertanyaan sudah sampai mana kamu saat ini. Seakan dunia ini memaksa setiap orang itu harus sama pencapaiannya dalam kehidupan ini. Sukses orang lain adalah barometer kesuksesan kita juga. Padahal itu adalah prinsip yang salah. Yang ada kita akan menjadi sengsara ketika kita menjadikan kesuksesan orang lain menjadi tolok ukur yang sama bagi kita.
Secara tidak sadar, kita memuji mereka dengan berkata mereka itu hebat dan mantap ya, mereka punya jabatan, punya rumah mewah, punya mobil mewah, punya keluarga yang bahagia, punya ini, punya itu, punya segalanya. Lalu muncullah sikap menafikan apa yang ada pada kita.
Kita menganggap dalam keadaan kita saat itu, kita tidak ada apa-apanya. Belum ada sesuatu yang bisa dibanggakan dibandingkan mereka yang sudah pada posisi itu. Karena kita masih sebagai karyawan bawahan, penghasilan masih pas-pasan untuk membiayai hidup bulanan.
Secara gak sadar, kita sudah menafikan apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Itu adalah sesuatu bentuk rasa tidak bersyukur atas apa yang kita miliki. Kita selalu melihat ke atas, namun lupa melihat ke bawah, kalau masih banyak orang yang lebih susah dari kehidupan kita.
Kita masih bisa makan, masih bisa beraktivitas, masih bisa bergerak, masih bisa menghirup udara segar secara gratis. Sementara di luar sana, masih banyak orang yang sedang berjuang keluar dari kesusahannya, keterpurukannya dan segala jenis penderitaan berat yang di alaminya.
Apakah kita masih pantas melontarkan pertanyaan sudah sampai mana kita saat ini dan selalu memberikan jawaban yang masih kurang puas dengan siapa kita saat ini juga?
Kita harus membuang sikap dan pikiran yang mengganggap kalau kita saat ini bukan lah apa-apa. Kita harus sadari bahwa setiap orang punya tujuan dan pencapaiannya masing-masing. Kesuksesan setiap orang itu berbeda satu dengan yang lain.
Siapapun kita saat ini, baik belum menjadi apa-apa ataupun sudah menjadi apa-apa, adalah sesuatu yang kita harus terima dengan lapang dada. Karena hidup kita punya jalannya masing-masing.
Tidak masalah seperti apa keadaan mu saat ini, hidup adalah sebuah proses yang harus dijalani sampai garis finsih. Yang paling penting adalah bagaimana sikap kita menjadi pribadi yang semakin baik dari hari kemarin. Bagaimana kita menjalani hari itu dengan sebaik-baiknya, menjadi pribadi yang lebih inklusif untuk menggenapi setiap tujuan hidup kita di dunia. dan ketika ditanya dengan pertanyaan sudah sampai mana, akan memberikan jawaban bahwa anda saat itu adalah orang yang sudah berdamai dengan keadaan, menerima setiap keadaan dengan iklas, tidak menjadikan hidup sebagai pertandingan untuk menjadi yang terhebat, tetapi anda saat ini adalah anda yang berusaha untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H