Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup di Desa dan Cara Bertahan Hidup

15 September 2023   23:20 Diperbarui: 15 September 2023   23:39 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah kisah dari seorang teman senior ketika di kampus, yang memilih hijrah ke kampung di salah satu desa di daerah Toba, Provinsi Sumatera Utara. Antara syok dan gak habis pikir, ketika mendengar dan mengetahui kalau dia sudah menjalani hari-hari barunya hidup di sebuah perkampungan tradisional. Layaknya kampung pada umumnya yang tidak begitu banyak rumah penduduk yang bersifat komunal atau berdampingan dan berhadap-hadapan, dia tinggal di sebuah rumah panggung ciri khas suku batak, peninggalan dari garis keturunan Bapaknya.

Tentu ini adalah pilihan yang sangat sulit ketika harus memutuskan hijrah dari kota ke desa yang kita tau semua bahwa peluang pekerjaan di desa itu tidak ada. Kalau tidak menjadi petani ya usaha dagang tradisional pada umumnya di sebuah desa.

Aku masih ingat betul ketika dia melontarkan keluhannya sebelum pindah hidup di desa. Kala itu, dia memang belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang dia inginkan atau minati. Sementara usianya yang sudah tidak fresh graduate lagi, sudah berusia 30-an tahun, sehingga kesempatan untuk pekerjaan semakin sedikit.

Karena para pencari kerja akan mengetahui kalau syarat usia sangat berpengaruh terhadap posisi pekerjaan yang hendak di lamar. Karna pada umumnya, posisi lowongan pekerjaan banyak mensyaratkan usia pelamar dibawah 30 tahun bahkan ada yang mensyaratkan maksimal 25 tahun untuk posisi tertentu di perusahaan yang memiliki grade baik dan diminati banyak pencari kerja.

Dia sudah mencoba melamar pekerjaan dengan mengajukan lamaran ke berbagai perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan sesuai posisi yang dibutuhkan. Namun usaha untuk mencari pekerjaan, selalu berakhir gagal. Karna faktor persaingan yang sangat ketat di kota apalagi di kota besar seperti Kota Medan.

Karna prinsip teman saya ini di awal sebelum melamar pekerjaan, dia mau melamar pekerjaan hanya posisi yang dia mau. Dia cenderung memilih posisi sebagai staf administrasi atau back office. Sementara untuk posisi yang lain seperti marketing atau staf lapangan, dia tidak memiliki keinginan untuk melamarnya. Jadi ada satu sikap pilih-pilih posisi pekerjaan ada pada dirinya.

Karna berkali-kali gagal tidak keterima di perusahaan yang dia lamar, akhirnya membawa dia pada satu fase titik yang namanya putus asa. Hingga membuat dia menyerah dan tidak bersemangat lagi untuk mencoba melamar lowongan pekerjaan yang ada.

Karna dia sadar bahwa usianya sudah tidak lagi muda dan memenuhi kualifikasi, dimana hampir banyak lowongan pekerjaan mensyaratkan pelamar usia dibawah 30 tahun. Sementara untuk usianya , lowongan pekerjaan yang dibutuhkan adalah untuk posisi marketing dan bagian lapangan.

Keadaan yang ada membuat dia harus menerima kenyataan bahwa peluangnya untuk diterima bekerja sudah semakin kecil. Sementara usia terus bertambah, saingan pelamar semakin banyak, lowongan pekerjaan yang dibutuhkan dengan posisi yang diingankan hampir mustahil bisa di lamar, memaksa dia untuk mengambil jalan pintas atas keberlanjutan masa depannya seperti apa nantinya.

Hidup Didesa Menjadi Seorang Petani

Akhirnya teman saya itu memilih hijrah dan hidup di desa. Karna sudah tidak ada lagi peluang nya untuk pekerjaan di kota, dan pindah ke desa adalah jalan yang terbaik yang harus dia ambil. Walaupun itu adalah sebuah pilihan yang sangat anti mainstream dan tidak akan menjanjikan kehidupan yang lebih baik seperti yang ditawarkan di kota.

Namun dengan pendirian yang teguh dan penuh dengan komitmen yang kuat, akhirnya perlahan-lahan dia menjalani hidupnya yang baru sebagai petani di desa. Dia menanam kopi dan jagung di lahan milik keluarga dari bapaknya.

Dengan modal seadanya dan bantuan dari saudaranya, perlahan-lahan dia memulai dari awal profesi sebagai petanin yang sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya, dengan harapan dari hasil bertani itu bisa menjadi tonggak untuk bertahan hidup dan syukur-syukur bisa menjadi petani sukses atau istilah kerennya "Petani Berdasi".

Tidak terasa sudah 7 tahun dia menjalani hidup di desa menjadi seorang petani tanaman kopi dan jagung. Selama 7 tahun sejak dia hidup di desa, kami sangat jarang bertemu langsung karna kesibukan yang ada bahkan untuk komunikasi saja kami sangat jarang. Mungkin karna berbagai hal yang membuat bisa seperti itu keadaan nya.

Secara kebetulan, tadi malam teman saya seangkatan di kampus, secara sengaja berkunjung ke desa dimana dia tinggal dan berbicara panjang lebar. Dan teman seangkatan saya ini juga bercerita kepada saya, kalau senior kami ini sangat di apresiasi oleh tetangga-tetangganya karena keuletan dan kesungguhannya dalam mengelola usaha pertaniannya.

Pertemuannya dengan senior kami itu diabadikannya dalam sebuah foto gambar wajah nya yang tersenyum tanda bahagia dan dia sangat menikmati kehidupannya sebagai petani yang tinggal di desa.

Senyum diwajah tanda bahagia adalah tanda bahwa walaupun hidup di desa sekalipun hanya menjadi seorang petani, tapi dia bisa makan, bisa tidur nyenyak, bangun, pergi ke ladang, panen dan dari hasil panen tanaman bisa bertahan hidup hingga saat ini walaupun hasil yang ada belum bisa memberikan dia suatu kesuksesan yang orang banyak inginkan.

Namun Keputusannya hijrah dari kota ke desa menjadi seorang petani adalah suatu sikap pilihan yang harus kita apresiasi dan beri acungan jempol karena tidak semua orang bisa melakukan hal yang sama.

Dan ini bisa menjadi role model bagi siapa saja yang saat ini sedang berjuang namun tidak mampu bertahan hidup di kota apalagi di kota besar yang kehidupannya sangat keras, bisa mempertimbangkan pilihan kembali ke kampung dan hidup di desa beralih profesi menjadi petani berdasi nantinya. Sekalipun hidup di desa sangat minim dengan hiburan, namun bisa mendatangkan ketenangan karna jauh dari hiruk pikuk dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun