Mungkin bagi orang kaya, membeli barang-barang ber merk dengan harga yang mahal tidak terlalu masalah, karena pada dasarnya mereka memang sanggup membeli barang berapapun mahal harganya. Ketika berbelanja ke mall, mereka tidak perlu pikir-pikir memilih brand mana yang mereka suka.
Begitu gampangnya ambil barang ini dan itu tak peduli berapa harga yang harus dibayar. Namanya juga orang kaya, tentu memiliki kecenderungan memakai barang-barang branded dan mewah nan mahal. Walaupun ada juga sebagian orang kaya yang memilih memakai suatu barang yang terlihat sederhana.
Hal ini tentu tidak berlaku bagi mereka dengan tingkat ekonomi yang menengah kebawah. Mereka harus berpikir untuk membeli sesuatu barang, baik itu baju, sepatu, tas, jam tangan atau apapun itu jenis barangnya. Mungkin mereka membeli barang menyesuaikan dengan kemampuan keuangan mereka, atau bahkan menunda membeli barang kalau lagi ada uang saja baru beli barang yang mereka inginkan.
Terlepas dari kondisi finansial seseorang, baik kaya atau pas-pasan ataupun miskin, secara tidak sadar, kita telah tertipu dengan glorifikasi dunia. Membeli sesuatu barang itu, tidak berdasarkan fungsinya, namun membeli barang itu didasarkan kepada gengsi.
Kita lebih cenderung membeli barang itu hanya karena gengsi bukan fungsinya. Misalnya saja, ketika kita membeli jam tangan dengan harga jutaan, padahal fungsinya sama dengan jam tangan dengan harga ratusan ribu. Tapi karena gengsi, akhirnya membeli jam tangan dengan harga jutaan. Tak peduli menghabiskan uang, yang penting bisa tampil keren, di puji orang-orang karena memakai barang ber merk.
Kalau kita sadari, glorifikasi atau kemewahan atas barang-barang yang kita pakai, tidaklah membuat kita bahagia selamanya. Mendapat pujian, tidak lah membuat kita terlepas dari masalah. Lantas tidak juga membuat kekayaan kita bertambah.
Walaupun mungkin ada alibi yang dijadikan pembelaan, ketika membeli barang mewah dan bermerk, ada satu kepuasan dan kebanggaan. Memang tidak bisa dipungkiri, alasan itu bisa kita terima. Namun di lain sisi, kepuasan dan kebanggaan itu hanyalah bersifat sementara, layaknya seperti uap yang terlihat lalu segera menghilang.
Namun, ini bukan masalah puas dan bangga karena bisa membeli barang karena pertimbangan gengsi, tapi ini lebih kepada alasan yang realistis dan esensial.
Bagi umat kristiani, tentu mengetahui bahwa ayat dalam Lukas yang mengatakan Salomo dalam segala kemegahannyapun, tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Artinya preferensi pilihan itu lebih kepada esensi dan fungsi.
Ya, apapun itu, semua kembali kepada pribadi setiap orang, apakah membeli barang itu berdasarkan fungsinya atau gengsi. Namun kalau kita bicara dari sisi esensi dan alasan utama, tentu pilihan kita membeli suatu barang itu hendaknya lebih didasarkan kepada fungsi dan bukan gengsi.
Ketika kita membeli barang berdasarkan fungsi, kita tidak lagi terjebak dalam glorifikasi dunia yang tidak memberikan kebahagiaan, kepuasaan, kebanggaan yang abadi, namun kita bisa menjadi pribadi yang punya pertimbangan yang paling benar, tepat dan realistis ketika menetapkan satu preperensi pilihan akan suatu barang.
Selamat mencoba..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H