Ketika mendengar kata Penang, mungkin pikiran kita akan mengasosiasikan dengan salah satu tujuan favorit masyarakat Indonesia untuk menjalani pengobatan penyakit yang di derita. Penang sendiri sudah sangat familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia, apalagi masyarakat yang tinggal di Kota Medan, karena penerbangan ke Penang hanya memakan waktu selama 30 menit dari Bandara Kualanamu ke Bandara Internasional Penang.
Salah satu pertimbangan yang memotivasi masyarakat Indonesia berobat ke Penang, mungkin pertimbangan psikologis atau keyakinan yang kuat bahwa ketika melakukan perjalanan pengobatan ke penang (Malaysia) akan mendapatkan pengobatan yang maksimal untuk bisa sembuh dari penyakit yang di derita.
Ini didukung dengan banyaknya testimoni diantaranya, banyak menceritakan bahwa setelah menjalani pengobatan ke Penang bisa sembuh dari penyakit yang diderita, ya walaupun menghabiskan uang dalam jumlah yang banyak.
Terlepas dari konteks sebagai tujuan pengobatan, Penang punya sisi lain yang bisa diambil banyak pelajaran. Banyak hal positif yang bisa mengubah perspektif kita ketika berkunjung ke Penang.
Mungkin kesan pertama ketika ada di Pulau Pineng, kota Georgetown (ibukota penang) itu bersih. Selain bersih, kota Georgetown juga terlihat tertib dan sangat jarang dijumpai sepeda motor. Ada, tapi tidak sebanyak yang ada di Indonesia. Secara kasat mata, masyarakat di Penang lebih banyak menggunakan transportasi mobil dan bus rapid penang.
Selain itu juga, disetiap lampu merah atau zebra cross, ada disediakan tombol untuk ditekan oleh siapa saja yang ingin menyeberang agar lampu lalu lintas berubah jadi merah dan lampu untuk orang menyeberang menjadi warna hijau. Setelah melihat kondisi itu, mungkin kita akan menilai kalau Penang itu sangat tertib dan teratur dalam hal lalu lintas.
Ada lagi nih hal yang positif kita jumpai kalau di Penang, yaitu kebiasaan masyarakat kalau berbelanja membawa totebag atau bungkusan dari rumah. Walaupun memang setiap tempat perbelanjaan menyediakan bungkusan barang belanjaan dengan harga seribu rupiah kalau dirupiahkan. Itupun kita harus minta dulu ke kasirnya untuk pakai bungkusan. Kalau kita tidak minta terlebih dulu, mereka tidak akan membungkus barang belanjaan kita.
Pengalaman singkat di atas, secara tidak langsung membentuk pola perilaku untuk menerapkan hal tersebut keseharian ketika masih berada di Penang. Apa yang menjadi kebiasaan di sana, memaksa kita untuk mengikutinya karena kita anggap itu adalah sesuatu  hal baik yang patut di contoh.
Tentu ini sebuah culture shock yang kita alami ketika sangat berbeda jauh dengan keadaan keseharian dimana tempat kita tinggal.
Tentu menjadi harapan yang baik pula, kalau itu bisa diterapkan dalam kehidupan keseharian kita yang sangat tidak terbiasa dengan hal-hal positif tadi.
Dalam hati berkata, kami kapan bisa seperti ini? Ya, nthlah.
Honestly, setiap orang yang tidak terbiasa dengan budaya masyarakat tertib dan teratur, pasti mendambakan situasi tersebut.
Karena secara tidak langsung, itu akan berpengaruh terhadap kenyamanan setiap warga untuk tinggal dan menetap di satu kota atau daerah dengan memiliki budaya tertib dan keteraturan. Dan diharapkan berimplikasi terhadap kebahagiaan warga masyarakat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H