Saat itu, hari sudah beranjak menuju petang. Sementara langit sudah digelayuti awan gelap seperti menandakan ingin hujan. Kami duduk di kursi pojokan sebuah kedai kopi berkonsep kekinian. Seperti biasa, secangkir sanger espresso hangat menemani hangat dan alotnya dialektika kami berdua (aku bersama sahabat).
Saling menyelipkan sekilas harapan diantara perbincangan hangat, gambaran seperti apa masa depan yang kami ingini untuk saat ini. Secara tidak langsung, imajinasi-imajinasi positif tentang gambaran masa depan disela-sela perbincangan kami, menjadi stimulan penambah semangat untuk menjalani hidup yang seakan-akan belum berada pada kesetimbangannya.
Seperti makanan hambar kekurangan sedikit garam, mungkin seperti itu juga gambaran hidup yang kami diskusikan. Tapi itu tidak menjadi masalah, karena di tengah hiruk pikuk dunia saat ini, sangat perlu berdialektika apalagi bersama sahabat dekat membicarakan hal-hal yang membuat imajinasi liar kesana-kemari untuk menjaga semangat itu tetap menyala dalam diri.
Disela-sela perbincangan kami, tiba-tiba teman ku nyeletuk mengatakan kalau cita-cita nya saat ini adalah ingin menjadi orang kaya. Dengan menjadi orang kaya, dia bisa membahagiakan orang lain. Alasan yang sangat sederhana dan mudah diterima akal pikiran.
Aku pun tersenyum dan tertawa pelan, sembari menyetujui cita-cita nya itu karena aku menganggap itu sesuatu yang tidak absurd, jelas dan to the point.
Dorongan cita-cita ingin menjadi orang kaya, akan menguatkan niatnya untuk melakukan pekerjaan apapun. Keadaan memaksa untuk memutar otak supaya berpikir kreatif, memunculkan ide baru, dengan harapan ide yang timbul dalam pikiran bisa dieksekusi jadi satu project pekerjaan yang bisa menghasilkan uang secara cepat.
Hari-hari dihantui, hari ini melakukan apa, besok melakukan apa dan seterusnya. Begitulah siklus yang tercipta dan mungkin akan menjadi lingkaran jebakan yang melelahkan. Karena dengan sendirinya, yang ada akan membuat otak ini menjadi lelah dan capek karena berpikir melebihi limitasinya.
Mungkin bukan kami berdua saja yang pernah dalam situasi apa yang kami perbincangkan. Banyak orang di luar sana yang mungkin menghadapi situasi dan keadaan yang sama dengan apa yang kami perbincangan.
Semua hal dikerjakan, untuk bisa menjadi kaya. Yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, dipaksakan untuk dikerjakan dan tidak dengan pertimbangan yang matang, akhirnya yang ada kegagalan dan tidak berhasil. Bukan nya untung malah jadi buntung.
Ketika berada dalam situasi itu, sadar gak sadar, kita akan terjebak dalam labirin pikiran dan lingkaran kelelahan karena tuntutan ambisi yang tidak terkendali. Sebentar-sebentar ingin melakukan ini dan itu. Berpikir keras, pekerjaan apa yang bisa mendatangkan uang dengan cepat.
Padahal sebenarnya, tidak ada pekerjaan yang menghasilkan uang secara instan. Kalaupun ada, itu bisa saja dalam tanda kutip " pekerjaan tidak halal atau menyimpang". Karena kalau kita lihat, tidak ada orang kaya di negara ini, dibentuk dan diproses dalam waktu yang singkat. Mereka melalui proses waktu yang sangat panjang untuk bisa menjadi orang kaya.
Asah Cangkul Mu..
Sadar gak sadar, daripada dibuat pusing untuk melakukan atau mengerjakan apa untuk bisa menghasilkan uang, kita sudah diberi Tuhan satu cangkul untuk mengolah ladang kehidupan kita. Cangkul itu adalah talenta, bakat atau passion yang kita miliki. Cangkul kita itu bisa bermacam-macam, ada yang punya passion menulis seperti saya, motret, melukis, menyanyi dan lain sebagainya.
Kalau saja kita asah cangkul yang kita miliki, kita akan mampu mengolah lahan yang lebih banyak. Seperti memiliki passion dalam menulis, ketika kita asah kemampuan menulis kita, baik itu ikut lomba menulis, menulis di platform kompasiana seperti yang saat ini saya lakukan, menulis buku, tentu nantinya akan menajamkan dan membuat kemampuan kita itu semakin meningkat serta membuahkan hasil.
Asal kita konsisten dalam bidang yang kita geluti dan gemari. Ketika kita konsisten, niscaya, pada akhirnya dengan sendirinya uang akan bisa kita hasilkan. Kita tidak perlu lagi ambisi untuk mencari cangkul yang lain, karena kita sudah dibekali dengan cangkul secara lahiriah dan alamiah oleh sang pencipta.
Cukup kita asah cangkul kita masing-masing, dan tidak usah ambisi dengan apa yang tidak kita miliki dan tidak kita sanggupi untuk kita kerjakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI