Terkadang kita tidak menyadari kalau waktu berputar begitu cepat. Menjalani waktu seminggu seperti menjalani sehari. Apalagi disela-sela rutinitas pekerjaan yang sangat menyita waktu baik dikantor atau dimanapun pekerjaan yang kita jalani adalah salah satu faktor utama yang membuat waktu berputar begitu cepat.
Sibuk dengan pekerjaan, waktu tersita banyak dikantor, akhirnya waktu untuk keluarga semakin sedikit. Berangkat pagi subuh terutama yang di kota besar, pulang kerja sudah malam, dan sampai dirumah badan sudah lelah, atau bahkan bagi mereka yang sudah berkeluarga dan punya anak, mungkin sudah menjumpai anak-anak nya sudah tidur di kamar. Akhirnya yang ada, tidak bisa berkumpul dengan mereka di waktu malam sebelum tidur.
Mungkin bagi kita yang tinggal di desa, waktu bersama keluarga atau rutinitas itu agak sedikit berbeda dengan mereka yang tinggal di kota besar. Secara waktu, kita yang tinggal di daerah lebih memiliki waktu yang lebih fleksibel karena tidak terlalu menemui hiruk pikuk seperti yang ada di kota.
Belum lagi pekerjaan yang punya penghasilan pas-pasan, sementara kebutuhan yang harus dipenuhi banyak bahkan harus mencari utang untuk bisa memenuhi kebutuhan rutin setiap bulannya. Karena harus mengutang, tentu harus dibuat pusing bagaimana caranya untuk melunasi utangnya hanya dengan mengandalkan penghasilannya yang pas-pasan. Tentu pada akhirnya akan membuat pusing dan stres meningkat. Yang ada, gali lobang tutup lobang. Utang yang satu dipakai untuk melunasi utang yang lainnya. Tersandera dalam lingkaran lubang utang yang tiada henti.
Mungkin untuk mereka yang masih lajang, tidak terlalu pusing memikirkan yang lain-lain selain bagaimana bisa memenuhi kebutuhan makan, operasional setiap hari dan termasuk untuk biaya nongkrong atau sekedar jalan-jalan.
Tapi bagi mereka yang sudah berkeluarga, apalagi sudah punya anak, penghasilan pas-pasan atau masih batas UMR, mungkin akan menjadi beban tersendiri dalam menjalani kehidupannya karena disebabkan kekhawatiran bagaimana nantinya apakah cukup penghasilannya untuk bisa memenuhi semua kebutuhan rutin termasuk kebutuhan untuk anak-anak.
Belum lagi untuk jalan-jalan, belum lagi memenuhi tuntutan gaya hidup yang semakin gila-gilaan karena sedikit banyaknya sebagai akibat pengajuan perkembangan jaman dan derasnya disrupsi teknologi dan media sosial.
Pada akhirnya, kebanyakan orang semakin gila-gilaan juga untuk mencari uang yang sebanyak-banyaknya sampai rela harus begadang, lembur mati-matian, mengerjakan ini dan itu dan banyak hal lainnya asalkan bisa menghasilkan uang yang banyak karena harus memenuhi kebutuhan hidup yang sebenarnya kalau boleh dikatakan adalah bagian dari tuntutan gaya hidup hedonisme terselubung di jaman sekarang ini.
Realitas yang ada itu, menjadi salah satu penyebab orang kebanyakan saat ini menjalani kehidupannya sangat susah untuk bahagia dan salah satu penyebab orang meningkat stressnya yang memicu timbulnya penyakit yang ada dalam tubuh. Ditengah-tengah tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat, gaya hidup hedon yang semakin merajalela sebagai akibat ingin tampil wah di media sosial.
Sadar tidak sadar, itu semua berimplikasi kepada kebahagiaan seseorang dalam menjalani hidupnya. Akhirnya banyak orang tidak bahagia menjalani hidupnya dengan apa yang dia punya. Bahkan sampai dia lupa, tubuhnya yang sehat saja tidak dapat dijadikan alasan utama dan satu-satunya untuk bahagia walaupun ekonomi kehidupannya tidak terlalu baik-baik aja sebenarnya.
Banyak orang sekarang ini, tidak menjalani hidupnya sesuai dengan porsinya atau bergaya sesuai dengan kemampuan ekonomi dan keuangannya. Terlalu aktif berselancar di media sosial, kita akan banyak dicekoki konten-konten yang mempertunjukkan hedonisme, kemewahan, jalan-jalan keluar negeri, belum lagi produk-produk yang ditawarkan dengan disertai promo dan konten keberhasilan ataupun kesuksesan dari si pembuat konten atau konten kreator.
Yang ada, bagi mereka yang melihat konten tersebut, tentu ada sikap yang timbul dalam dirinya untuk membandingkan keadaan hidupnya yang tidak baik-baik saja, atau tidak sukses, tidak bergelimang harta, tidak pernah menikmati kemewahan, tidak pernah traveling namun punya pekerjaan walaupun penghasilan pas-pasan.
Membuat dia menyalahkan keadaan hidupnya kenapa tidak lebih baik atau bisa dengan seperti kehidupan mereka yang terlihat menyenangkan, bahagia dan punya sukses serta punya uang banyak.
Adanya sikap membanding-bandingkan kehidupan ini, akan membuat hidupnya tidak bahagia dan terkesan tidak mensyukuri apa yang sudah dia miliki. Padahal dia memiliki tubuh yang sehat namun kurang dalam hal ekonomi.
Sementara tidak menyadari, kalau masih ada orang yang lebih susah hidupnya bahkan ada yang berjuang untuk bisa sembuh dari penyakitnya, harus membayar oksigen untuk bisa bernafas bagi mereka yang ada dirumah sakit.
Nah, kalau sikap seperti itu kita ijinkan terus menerus, membandingkan hidup kita dengan kehidupan orang lain yang lebih baik, selalu ingin melakukan hal-hal yang tidak sesuai porsi ekonomi dan keuangannya.
Padahal kalau kita sadar dan menyadari dari hati yang terdalam, rumus hidup bahagia itu sebenarnya sederhana. Ketika kita sehat, itu sudah cukup alasan bagi kita untuk bisa bahagia. Karena banyak orang berjuang untuk sembuh bahkan harus menghabiskan banyak uang.
Cukup menerima keadaan kita seperti apa tanpa harus menuntut lebih untuk bisa menjadi seperti mereka yang sukses dalam segala hal, tidak menjamin kalau kita itu akan terbebas dari yang namanya masalah.
Apa yang kita punya, cukup kita syukuri dan jangan terlalu khawatir dengan kebutuhan yang ada didepan mata, karena Tuhan tidak mungkin tidak memenuhi segala kebutuhan kita asal kita mau bekerja dengan kesetiaan dan tulus serta mensyukuri kesehatan yang diberikan setiap harinya kepada kita.
Yang paling penting, tubuh sehat, bersyukur setiap hari dengan segala keadaan yang ada, melakukan apa yang bisa dilakukan sepanjang itu sesuai dengan porsi kemampuan kita, adalah rumus yang sederhana bagi kita untuk menjalani hidup yang bahagia.
Karena Bahagia itu, kita yang ciptakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H