Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Merindukan Rantang "Wak Tuyan": Tradisi Tukar Makanan dan Simbol Toleransi

16 April 2021   21:57 Diperbarui: 16 April 2021   21:59 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa bahagia ketika diberi makanan dalam rantang, sudah menjadi kebiasaan bagi kami juga untuk memindahkan isinya dan mencuci rantangnya. Setiap selesai rantang Wak Tuyan dicuci oleh saya atau saudara saya, ibu tidak pernah lupa untuk mengisi rantang Wak Tuyan dengan beras sampai isi rantang penuh.

Selain beras, Ibu juga memberikan tepung atau minyak secukupnya sebagai balasan ucapan terima kasih kepada mereka.

Dan tradisi tukar menukar makanan itu, sudah kami lakukan selama belasan tahun, hingga terakhir ketika kami sudah bekerja dan sudah merantau. Ditambah lagi kondisi Wak Tuyan yang sudah semakin tua, serta anak-anaknya juga sudah pada menikah dan tidak tinggal bersama mereka lagi di kampung.

Keadaan ekonomi dan usia senja membuat mereka tidak lagi mengantarkan makanan dalam rantang kepada kami. Dan itu menjadi awal hilangnya tradisi tukar makanan diantara keluarga kami. dan hingga saat ini kebiasaan itu cukup ngangenin bagi saya karena meninggalkan jejak yang membekas dalam memori ingatan.

Dan menurut saya, tradisi tukar makanan yang biasa kami lakukan adalah simbol kerukunan, keharmonisan dan toleransi diantara sesama yang berbeda agama dan suku yang harus dilestarikan dan dibudayakan dalam setiap lingkungan tempat tinggal kita. Karena itu merupakan wujud pengamalan pancasila.

Walaupun rantang Wak Tuyan tidak lagi kami terima dengan isi makanan yang enak di dalamnya, bukan berarti tali silaturahim diantara kami putus. Hubungan keakraban diantara dua keluarga berbeda suku dan agama tetap terjalin seperti biasanya.

Hanya saja intensitas bertemu sudah jarang, karena Wak Tuyan sudah semakin tua. Aktivitas yang dia lakukan hanya disekitaran tempat dia tinggal.

Kini, tradisi itu tidak bisa lagi diulang kembali karena memang situasi tidak lagi mendukung untuk melakukannya. Dan tradisi itu hanya bisa dijadikan kenanganan yang akan selalu dirindukan pada setiap momen ramadan dan lebaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun