Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"Gerak Lurus", Menjaga Asa Anak-anak Merengkuh Informasi dan Menumbuhkan Minat Baca

20 Februari 2021   21:00 Diperbarui: 20 Februari 2021   21:04 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu langit cerah dan awan awan berkelindan bergerak kian kemari menghiasi angkasa memberikan payung kehangatan kepada alam semesta.

Aku kembali mengikuti langkah kaki ke sebuah tempat yang belum tersentuh oleh pesatnya akses informasi. Sebuah desa bernama sigompulon kecamatan pahae julu. Aneh terdengar namanya, tetapi tidak seaneh tempatnya. Bersama seorang teman aku ajak dia untuk ikut serta dalam kegiatan lapak baca (begitulah istilahku) bagi anak-anak yang ada disana. 

Ini merupakan sebuah komitmen dalam menjaga asa dari anak anak merengkuh informasi dan menumbuhkan minat baca. Sebuah kegiatan gerak lurus (Gerakan Literasi Untuk Generasi Penerus) sebagai tujuan jangka panjang dalam mengentaskan rendahnya minat baca dari generasi muda bangsa ini. Hari itu pukul dua, kami berangkat dengan sepeda motor.

Butuh waktu kurang lebih satu jam untuk dapat sampai di tujuan. Jalan jalan terbentang melintang dan bergelombang bak wajah penuh bekas noda jerawat. Memaksa kami untuk tetap melajukan motor dibawah kecepatan rata-rata. Jalan penuh dengan tikungan menjadi kenikmatan tersendiri yang tersaji disepanjang perjalanan. Kenikmatan dalam perjalanan itu seperti sebuah oase di padang gurun. Tidak terasa waktu menghantarkan kami sampai ditujuan. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Dan kami pun bertemu dengan teman kami bernama Adi Sinaga founder dari Rumah Baca "Nahornop" yang didirikannya bersama sang istri. 

tampak oleh ku ketika aku sampai disana, 4 orang anak perempuan kecil sedang asyik bermain sambil membaca buku diantara buku-buku yang digelarkan dilantai beralaskan tikar. Sementara aku mengeluarkan kamera ku untuk mengabadikan setiap momen yang tersaji secara eksklusif. Dengan latar sebuah gereja tepat berada didepan rumah baca menambah suasana nyaman tempat itu. dikelilingi oleh pohon-pohon menyejukkan cuaca panas pada saat itu.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika aku tinggal didesa ini? apakah aku akan bertahan ? dengan segala kondisi yang ada? Mungkin hanya untuk sementara waktu tidak lah terlalu membosankan jika tinggal ditempat ini. tetapi akan lain jika sudah dalam jangka waktu yang lama. 

Semenjak keluar dari pekerjaan nya, bukan karena akibat sesuatu yang buruk yang dia lakukan. Tetapi lebih karena alasan yang dapat diterima dan tidak dapat dibendung, akhirnya kontrak pekerjaan bersama lembaga dia bekerja harus berakhir sudah. Setelah hampir 10 tahun menjalani pekerjaan pendampingan di bidang literasi. 

Keadaan itu menjadi sebuah alasan dan pengalamannnya dibidang literasi serta dorongan dari teman temannya melahirkan sebuah inisiatif dan tekad untuk membuka rumah baca "Nahornop". 

Aku pun tidak begitu tau asal usul kenapa nama "nahornop" menjadi pilihan penamaan. Sisa tabungan yang dia kumpulkan semasa bekerja, dia pakai untuk membangun sebuah rumah sederhana yang bersebelahan dengan rumah baca itu. 

Sementara mataku tertuju kepada sebuah sepeda motor yang parkir dengan dua box karton kecil berisi buku-buku telah siap diikatkan dibangku. "mungkin ini buku-buku yang akan kami bawa buat anak-anak disigompulon" aku berkata demikian dalam hati". Tidak berapa lama teman ku keluar dari rumah menyambut kedatangan kami. 

Sebuah senyuman bergaris diwajahnya sebagai ungkapan senang atas kedatangan kami. Aku pun menyambut salaman nya dengan sebuah senyuman sumringah. "Ini teman ku hotbin", mengenalkan nya kembali kepadanya walaupun mereka sudah saling mengenal. setelah membereskan kembali kotak berisi buku-buku, kami pun berangkat menuju desa sigompulon. 

Butuh waktu 15 menit untuk mencapai desa sigompulon dari desa lumban garaga tempat rumah baca "Nahornop" berada. Disepanjang perjalanan, jalanan yang sebagian beraspal dan sebagian lagi berbatu sedang dalam proses pengerjaan tidak menjadi penghalang. 

Jalan yang naik turun kami dapati disepanjang perjalanan. Aku suka dengan perjalanan ini. udaranya yang sejuk. Pepohonan yang berdiri bergoyang diterpa angin menyambut setiap meter perjalanan kami. 

Walaupun tidak sampai tujuan kami dapati pohon. Ada sesuatu momen yang membuat hati ku merasa sangat kagum akan perjalanan ini. ada jalan yang menaik dan menurun. 

Dan ketika tiba jalan menurun terdapat sebuah jembatan yang dilalui sungai. " Wowwwww" Aku bergumam pelan pada saat melewati jembatan sambil menolehkan pandangan ku kearah sungai yang mengalir pelan dihiasi bebatuan besar dan kecil. 

Tidak begitu jauh dari jembatan yang baru saja kami lewati, kami pun tiba disebuah gereja. Terlihat oleh kami pak Rajin telah menunggu kami. Pak rajin adalah seorang fasilitator di bidang literasi dan juga seorang guru di sekolah dasar di desa Simardangiang. Sudah ada juga beberapa anak menunggu kedatangan kami. Aku taruh kotak kotak buku-buku yang kami bawa. 

Perkenalan ku dengan pak rajin pun terjadi pada hari itu. "ayok kumpul kemari" pak rajin memanggil anak anak yang sudah menunggu untuk dapat membaca buku yang kami bawa. 

Terpal yang sudah disiapkan pak rajin kami bentangkan dan anak anak dengan penuh senyuman segera mengambil sikap duduk. Cuaca hari itu sangat cerah seakan ikut merasakan kegembiraan anak anak yang tidak sabar untuk membaca. 

Awan putih berkejaran di langit sedang memayungi kegembiraan hari itu. " baik adik adik, nama abang adi sinaga" tidak lupa memperkenalkan nama ku dan hotbin kepada mereka. demikian perkenalan singkat kepada mereka. " kalau abang bilang selamat pagi, jawabnya apa? Ucapnya. Mereka diam sambil memandangi satu sama lain teman temannya. Tidak tahu apa yang harus mereka jawab. " baik, kalau abang bilang selamat pagi, jawab nya, baca". "

" selamat siang , baca"

"selamat malam, baca".

Begitulah slogan yang coba kami tanamkan kepada anak-anak itu. karena kami meyakini, walaupun hanya slogan, tetapi punya efek positif yang akan terekam dalam memori mereka. mencoba untuk tidak membuat mereka menunggu lebih lama lagi, kami membuka kotak itu dan membagibagikan buku itu. seketika kami menebarkan buku itu , mereka pun saling berebutan. 

Setiap dari mereka mencoba mengambil buku berharap dapat buku bacaan yang sesuai dengan yang mereka harapkan. ada sekitar 30 an anak ketika itu  yang berebutan buku. 

Senyuman seketika itu muncul bergaris di raut wajah kami, melihat anak anak begitu bersemangat. Tidak ada dalam bayangan bahwa akan sebanyak ini.

Ada yang bertahan membaca buku duduk di terpal yang kami bentangkan. Sebagian anak ada yang mencari tempat yang menurut mereka nyaman untuk membaca. " cekrek, cekrek". 

Beberapa bagian dari momen pada saat itu ku abadikan dalam cepretan kamera yang ku bawa. Kelak akan menjadi sebuah foto kenangan dari perjalanan hidup yang akan selalu mengingatkan ketika langit berganti dan berganti gaun. 

Tidak ada kata selain bahagia yang terungkapkan pada saat itu. berada bersama sama anak anak di desa itu. asyik memperhatikan setiap dari mereka, tidak lama kemudian, satu per satu kemudian anak anak berdatangan bergabung bersama teman teman mereka , hingga jumlah mereka melebihi jumlah buku yang kami bawa. 

Waktu satu jam tidak terasa berlalu, dan masih ada satu jam tersisa sebelum kami mengakhiri pertemuan hari itu. dengan gaya dan sikap dari setiap anak yang berbeda larut dalam suasana membaca. 

Dan ada beberapa dari mereka yang hanya melihat gambar. Ada yang berbaring sambil membaca buku, dan yang paling lucu, ada seorang anak yang memanjat ke pohon bersandar asyik membaca. 

Potret yang beraneka warna tersaji. Semilir angin ikut menambah sejuknya suasana dikala matahari sedang terik teriknya. Terima kasih kepada pohon yang berdiri tegak disana. karena telah melindungi kami dari terpaan teriknya sinar matahari. 

Tak ada yang lebih mendamaikan dari cuaca petang yang diwarnai dengan suasana sejuk dan angin yang membelai kulit dan rambutku. Berbaur dengan mereka dan membaca sekilas buku dongeng yang berada didekatku. Sementara mataku tetap terjaga untuk memperhatikan setiap ekspresi dari siapa saja yang tertangkap oleh penglihatanku. 

Waktu sudah menunjukkan jam 4.15 wib. Anak anak sudah tersisa sedikit yang masih tetap membaca. Sementara yang lain sudah pada bermain tidak jauh dari terpal yang dibentangkan setelah mereka selesai membaca dan meletakkan buku itu. bang adi pun berdiri dan mengajak anak anak untuk duduk dan berkumpul kembali. sebelum mengakhiri kegiatan kami, anak anak kami ajak untuk bermain.

Karena kami tahu kalau dunia anak itu adalah dunia bermain. Kami pun membagi mereka ke dalam kelompok. Dengan permainan yang berbeda. Yang satu diarahkan oleh bang adi dan satu permainan lagi oleh Hotbin. Mereka sangat antusias dan tumpah ruah dalam permainan itu. Tidak ada kata selain bahagia. Bahagia yang tersirat terlihat tulus dan nyata. 

Tidak ada sandiwara dan tidak dibuat buat. Mereka ada dalam dunia yang mereka ciptakan. Bukan dunia fantasi seperti dunia orang dewasa. Sementara aku mengambil foto ketika mereka sedang bermain, mataku tertuju ke langit. 

Awan sudah tidak lagi putih. Langit sudah berganti gaun dipenuhi dengan awan hitam. Sepertinya akan datang hujan, ucapku dalam hati. Sementara sinar matahari sudah tidak menunjukkan teriknya lagi. langit pun sudah perlahan berganti gaun dari putih menjadi hitam. 

Tidak lama pandanganku beralih, permainan sudah selesai dan pemenang dari permainan kami beri hadiah berupa uang delapan puluh ribu rupiah. Itulah akhir perjumpaan kami dengan anak anak pada hari itu. 

Kotak buku yang sudah dikemas oleh bang adi, ku taruh di sepeda motorku untuk siap kami bawa pulang kembali. sebelum kembali pulang, kami menuju ke sebuah warung yang berada didepan gereja tempat kami menggelar lapak baca untuk menghilangkan dahaga. 

Teh manis pesanan tidak lama tersaji di meja. Sementara langit sudah semakin gelap. " sepertinya akan hujan" ucap hotbin kepada ku sambil memberi kode agar kami segera cepat pulang sebelum kena hujan. 

Akhirnya kami pun menghidupkan sepeda motor kami dan bergegas pulang. Setengah perjalanan pulang, ternyata langit tidak lagi dapat memayungi kami dari tetesan air hujan. Dan " bruurrrr" hujan pun turun dengan diawali rintik rintik pelan, dan lama lama menjadi tidak terbendung. Hujan pun turun berkelebat menusuk nusuk kaca dari helm yang kupakai. 

Tetapi tidak sampai mengganggu jarak pandangku. aku pun melajukan motorku berharap pakaian kami tidak sampai basah kuyup oleh derasnya hujan. Kebahagiaan terselip disela derasnya hujan, karena hal yang sama ketika melewati jembatan yang dihiasi semburan keras oleh sebuah pipa yang terlepas. Menciptakan sebuah frame yang diabadikan oleh hotbin melalui jepretan kamera handphone. 

Aku laju motor ku tepat dibelakang bang adi. Hujan masih berkelebat. Ditengah perjalanan setelah melewati jembatan dengan air mancur, sebuah pohon tumbang karena hempasan angin dan hujan yang deras. 

Mengakibatkan jalan tidak bisa dilalui oleh kami. aku liat adi berhenti. Mencari cara untuk bisa melewati dari hambatan pohon tumbang itu. aku pun segera turun dari motor, dan berusaha untuk mematahkan ranting ranting dari pohon tersebut. " jangan, ada kabel listrik" hotbin mencoba mengingatkan ku agar tidak mengambil resiko. 

Akhirmya hotbin memberanikan diri untuk mengangkat lebih tinggi ranting pohon tumbang itu, agar kami bisa punya celah untuk lewat. aku menuju motorku dan melewatinya. kami pun berhasil lewat dan kembali melanjutkan perjalanan kami. 

Hujan tidak ada tanda tanda reda, adi menghentikan sepeda motornya disebuah warung yang berada disebelah kanan kami. ku ikuti untuk berhenti sejenak dari terpaan hujan. Semangkok misop menemani perhentian kami sejenak. Lumayan sudah membuat kenyang dengan kondisi badan sudah mulai kedinginan. 

Tiga puluh menit kami berhenti, hujan sudah mulai reda, perjalanan kami lanjut kembali. tidak jauh lagi, kami sampai sudah dirumah bang adi. 

Langit sudah berganti gaun kembali dan tersenyum, awan putih dan langit biru terlukis di langit yang luas mengakhiri perjalanan kami hari itu. dan ku bunyikan klekson motorku. Tetttt..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun