Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realitas Kelangkaan Partonun (Penenun) di Sumatera Utara, Ulos Terancam Punah

10 Februari 2021   17:37 Diperbarui: 10 Februari 2021   18:46 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. pribadi ( foto partonun (penenun) di kabupaten Samosir)

Namun apa daya, niat itu sepertinya tidak akan pernah tersampaikan untuk sementara atau untuk selamanya.

Dalam bukunya yang berjudul legacy in cloth: Batak Textile of Indonesia (2009), Sandra Niessen  menjelaskan bahwa, pada saat ini kebanyakan peraturan asli mengenai tenun sudah tidak diolah lagi dan teknik-teknik serta desain yang paling indah sudah pudar atau hampir punah.

Kebanyakan generasi muda tidak mau belajar menenun karena ddanya sebuah anggapan bahwa profesi bertenun adalah profesi yang tidak menjanjikan dan tidak menempatkan seseorang itu dipandang, menjadi alasan utama bagi generasi muda khususnya yang ada di kampung tanah batak memutuskan untuk merantau ke kota besar.

Daya tarik kota-kota besar di Indonesia, mulai dari banyaknya lowongan pekerjaan yang menjanjikan, gaji yang menggiurkan dan sederet alasan lainnya masih menjadi alasan utama bagi sebagian besar generasi muda yang tinggal di kampung untuk meninggalkan kampungnya dan pergi merantau ke kota besar.

Anekdot bagi suku batak bahwa merantau ke kota itu walaupun dengan pekerjaan atau hidup pas-pasan tetapi sudah membuat namanya harum bagi orang-orang di kampung.

Merantau itu masih dianggap sesuatu hal yang wajib dan kudu dilakukan bagi orang-orang yang ada di kampung. Karena dengan merantau ke kota setidaknya akan menaikkan derajat seseorang yang merantau.

apalagi ditambah dengan situasi di tengah pandemi yang tidak memperbolehkan berbagai kegiatan adat-istiadat batak, tentu Kondisi ini ternyata membuat pengrajin ulos Batak menjadi paling terdampak. Tak ada ulos berjalan di pesta adat dan kalau adapun sangat sedikit jumlahnya membuat peredaran ulos menjadi minim dan akhirnya memukul industri rumahan pengrajin ulos Batak.

ketika sudah menjadi profesi yang terdampak pandemi, akan menjadi pertimbangan bagi partonun (Penenun) untuk beralih profesi yang bisa memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dia dan keluarganya.

Partonun (penenun) yang ada saat ini dengan usia yang rata-rata sudah tua, tentu pada akhirnya akan meninggal dunia dan apabila tidak diwariskan kepada generasi muda, maka akan menjadi faktor pemicu ulos dan bertenun diambang kepunahan akan semakin terjadi.

Tentu ini menjadi masalah yang sangat serius dalam rangka pelestarian ulos sebagai warisan budaya dan regenerasi partonun (penenun) yang berkelanjutan.

Orangtua sebagai lingkaran terdekat dari generasi muda, diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada anak-anak atau keturunannya bahwa ulos itu adalah bagian dari identitas suku batak yang harus dilestarikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun