Tiga hari setelah pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudoyono yang melemparkan tudingan bahwa adanya gerakan yang mengambil ahli posisi ketua umum secara paksa masih meninggalkan riuh di ruang publik.
Bagaimana tidak membuat riuh diruang publik, karena dalam pernyataannya AHY menuding adanya upaya kudeta yang didalangi oleh 5 orang dimana 4 diantaranya adalah berasal dari partai demokrat dan satunya lagi adalah pejabat tinggi pemerintahan di lingkaran dekat dengan Presiden Joko Widodo terlibat dalam upaya gerakan kudeta tersebut.
Walaupun dalam konferensi pers nya dihadapan anggota partai demokrat, AHY tidak secara eksplisit menyebutkan siapa nama dari pejabat tinggi pemerintah tersebut yang terlibat dalam upaya kudeta itu.
Namun, tudingan AHY itu semakin diperjelas oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut bahwa nama pejabat tinggi pemerintahan di lingkaran presiden Joko Widodo adalah Moeldoko selaku Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).
Memang tudingan kudeta oleh AHY tidak lantas dapat diterima sebagai kebenaran yang mutlak bahwa benar ada upaya kudeta karena tudingan itu hanya berdasarkan kesaksian dan testimoni banyak pihak yang mereka dapatkan sebagaimana yang disampaikan AHY dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun YouTube Agus Yudhoyono.
Atau dengan kata lain tudingan itu masih hanya berdasarkan pendapat dari satu pihak. Belum memenuhi unsur cover both side didalam pernyataan itu. Yang pada akhirnya memang dibantah oleh Moeldoko bahwa tudingan itu tidaklah benar.
Dalam pernyataannya, AHY mengatakan bahwa upaya gerakan kudeta tersebut dilaksanakan melalui Kongres Luar Biasa (KLB) dan menyebut telah menghubungi sejumlah kader partai dan mengajak untuk mengganti ketua umum partai demokrat.
Pada titik ini, tentu tudingan kudeta yang dilontarkan oleh AHY tentu tidaklah tepat dan tidak benar, Mengapa? Karena kudeta menurut pengertiannya adalah sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal dan sering kali bersifat brutal, inkonstitusional berupa "penggambilalihan kekuasaan", "penggulingan kekuasaan" sebuah pemerintahan negara dengan menyerang (strategis, taktis, politis) legitimasi pemerintahan kemudian bermaksud untuk menerima penyerahan kekuasaan dari pemerintahan yang digulingkan upaya pengambilan paksa kekuasaan dengan tidak berdasar.
Sementara upaya pengambilalihan jabatan ketua umum partai demokrat melalui Kongres Luar Biasa adalah mekanisme yang sah berdasarkan aturan partai demokrat.
Karena sebagaimana dilansir dari www.demokrat.or.id, bahwa berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Tahun 2020 Pasal 100 ayat (3) disebutkan bahwa Kongres Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan : a) Majelis Tinggi Partai, atau b) Sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah dan (satu per dua) dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang serta disetujui oleh ketua Majelis Tinggi Partai.
Berangkat dari aturan sebagaimana disebutkan diatas tadi, bahwa upaya kudeta melalui kongres luar biasa tidak memiliki relevansi karena kudeta adalah tindakan inkonstitusional atau tidak berdasar aturan akan tetapi Kongres Luar Biasa adalah tindakan yang sesuai dengan aturan kepartaian.