Perbuatan baik dan menemukan orang baik dewasa ini bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Ibarat rumput diantara ilalang, pasti ilalang selalu lebih banyak dari rumput. Itu hanyalah sebuah adagium yang mungkin masih relevan atau tidak di masa sekarang ini.
Sudah satu tahun pandemi covid-19 ini masih betah untuk menghantui setiap orang didunia terlebih di negara kita. Lonjakan kasus yang tiap hari semakin naik hingga melampaui angka 1 jt, memperlihatkan bahwa pandemi ini belum ada titik terang selesai.
Situasi ini memaksa bagi sebagian orang yang terpapar covid-19 dengan gejala ringan harus melakukan isolasi mandiri di rumah dengan tetap mengkonsumsi vitamin dan obat sesuai anjuran dari dokter yang menangani.
Keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan selama masa karantina isolasi mandiri, membuat seorang pasien isoman harus dibuat pusing bagaimana caranya dan siapa yang bisa untuk membantu dia dalam memenuhi kebutuhan persediaan obat, makanan maupun yang lainnya.
Mungkin bagi mereka yang memiliki keluarga yang memungkinkan untuk tinggal bersama dan bisa diandalkan untuk membeli dan bertugas untuk menyediakan segala sesuatunya. Nah, lain hal nya dengan mereka yang tidak memiliki sanak saudara atau siapapun karena kondisi diperantauan yang tidak tau harus kepada siapa untuk meminta pertolongan dalam memenuhi ketersediaan obat maupun makanan dan asupan giji yang lainnya yang diperlukan selama menjalani masa isolasi mandiri.
Dan mereka sebenarnya sangat membutuhkan seseorang yang berkenan untuk membantu mereka setidaknya bisa meringankan beban yang mereka rasakan saat ini. tidak hanya beban virus yang ada dalam tubuhnya, beban sosial dimana ada paradigma dari masyarakat yang menjauhi seseorang yang terpapar positif virus covid-19. Bisa saja mereka keluar rumah dengan tetap memakai masker untuk membeli apa yang perlu.
Namun niat itu sudah terhambat oleh sebuah perasaan minder yang muncul dalam diri seorang pasien isoman kalau-kalau nanti ada yang melihatnya di luar dan langsung menjadi bahan pergunjingan. Tentu ini akan menambah beban psikis dalam dirinya.
Paradigma-paradigma seperti ini yang ada dimasyarakat, mencoba dipatahkan oleh seorang pria yang merasa terpanggil untuk memberikan bantuan dengan menjadi grab dadakan bagi mereka yang saat ini sedang menjalani masa-masa isolasi mandiri.
Dia adalah Hotbin Hutagaol, seorang pria yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara di Kabupaten Tapanuli Utara. Merasa terpanggil untuk menjadi grab dadakan (begitu dia menamakannya) bagi siapa saja yang membutuhkan bantuannya selama menjalani isolasi mandiri.
Menebar kebaikan dengan menjadi grab dadakan adalah jalan yang dia pilih. Dan dia adalah satu-satunya yang penulis ketahui orang yang tergerak  hatinya untuk melakukan perbuatan baik dan ikut merasakan apa yang pasien isolasi mandiri rasakan.