Dalam sektor perbankan, kerahasiaan data nasabah adalah hal yang wajib untuk dijamin kerahasiaannya oleh PUJK (Perusahaan Usaha Jasa Keuangan) karena ini merupakan apa yang menjadi amanat dari undang-undang.
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, dan Pasal 44A.
Pasal ini juga dikuatkan dengan adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh Otorititas Jasa Keuangan dengan Nomor 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data Dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen.
Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa PUJK dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai konsumennya kepada pihak ketiga.
Data dan/atau informasi pribadi konsumen adalah data dan/atau informasi yang mencakup, antara lain: nama, alamat, tanggal lahir dan/atau umur, nomor telepon, dan nama ibu kandung.
Meskipun peraturan perundang-undangan sudah secara eksplisit mengatur dengan tegas tentang perlindungan kerahasiaan data nasabah, namun di lapangan masih saja terjadi penyalahgunaan data nasabah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan personal dari pihak yang memberikan atau yang diberikan informasi terkait data nasabah tersebut.
Walaupun terkadang niat dari pihak yang memberikan data nasabah itu kepada pihak lain mungkin saja tidak dengan niat jahat, namun bisa saja niat yang awalnya baik itu berubah menjadi malapetaka. Kisah ini pernah terjadi pada teman saya yang bekerja sebagai bankir di salah satu bank negara saat akan membantu temannya yang bekerja di salah satu perusahaan finance.Â
Awal mulanya, teman dari teman saya ini mempunyai nasabah sebut saja "Si X" yang tidak memenuhi kewajiban cicilannya, tidak tahu persis apa yang menjadi cicilan dari nasabah "Si X" ini.
Mengetahui bahwa si nasabah x ini memiliki tabungan di bank tempat teman saya ini bekerja, akhirnya teman dari teman saya ini yang merupakan karyawan dari perusahaan finance tersebut menghubungi teman saya dan meminta agar teman saya mau membantunya untuk memberitahukan kerahasiaan data pribadi si nasabah x.
Dalam permintaannya, teman dari teman saya ini meminta informasi terkait jumlah tabungan si nasabah yang ada di rekening bank tempat teman saya ini bekerja.
Singkat cerita, karena niat baik untuk menolong, akhirnya dengan mengakses melalui otoritas yang dia punya, teman saya dengan polosnya memberikan informasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh temannya itu.
Singkat cerita, karyawan perusahaan finance itu mengetahui jumlah tabungan dari si nasabah dan memberikan peringatan kepada si nasabah agar membayar cicilan yang dia harus lunasi. Dan teman dari teman saya itu juga ternyata menyampaikan kepada si nasabah tentang informasi bahwa dia si nasabah memiliki jumlah tabungan dengan nominal sekian di bank tempat teman saya bekerja.
Usut punya usut, si nasabah tersebut curiga tentang informasi yang didapat dan diketahui oleh si karyawan perusahaan finance itu.Â
Akhirnya setelah menyelidiki berbagai informasi dengan mengonfirmasi kepada pihak bank tempat teman saya bekerja ini, pihak bank dan si nasabah mengetahui siapa yang telah memberikan informasi tersebut.
Pihak bank kemudian melacak kode akses atau otoritas pengguna yang digunakan untuk bisa mengakses data si nasabah.
Kekesalan dari si nasabah karena rahasia datanya sudah dibocorkan kepada pihak lain tanpa adanya persetujuan tertulis dari pihak bank dan dirinya, membuat si nasabah mengambil langkah hukum dengan menggugat bank tempat teman saya bekerja.
Dalam gugatannya, si nasabah menuntut ganti rugi senilai 2 miliar rupiah yang harus dibayarkan oleh pihak bank tempat teman saya bekerja kepada si nasabah.
Namun pihak bank tidak mau gegabah, dan mengedepankan dialog terlebih dahulu kepada si nasabah yang merasa dirugikan itu. Dan akhirnya didapati kesepakatan antara kedua belah pihak, bahwa kasus ini tidak perlu di bawa sampai ke jalur hukum.
Pihak bank akhirnya bersedia dan telah bersepakat akan memberikan ganti rugi sejumlah uang dengan nominal sekitar ratusan juta sebagai akibat kelalaian pihak bank yang tidak lalai dalam melaksanakan tanggung jawabnya karena salah seorang karyawannya telah membagikan kerahasiaan data kepada pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Apabila mengacu kepada kebijakan dan peraturan perusahaan yang berlaku, sepatutnya teman saya ini sudah diberhentikan dengan tidak hormat. Namun karena mengedepankan sisi kemanusiaan, akhirnya pihak bank mengambil keputusan untuk menurunkan grade dari pangkat teman saya ini.
Gaji yang dia terima akan dipotong setiap bulannya sebagai kompensasi atas ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh pihak bank kepada si nasabah yang merasa dirugikan tersebut.
Dan saat ini teman saya juga tidak lagi memiliki kesempatan untuk naik atau promosi jabatan atau dengan kata lain dia sudah mengalami mati atau stagnasi karir untuk selamanya.
Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur, dia hanya dapat menyesali keadaan yang terjadi namun tidak dapat mengubah keadaaan.
Yang dia lakukan saat ini adalah menerima kenyataan bahwa dia masih bekerja walaupun dengan penghasilan gaji yang tidak lagi utuh diterima dan kenyataan tidak lagi bisa naik jabatan untuk seumur hidup dia bekerja.
Ternyata, niat baik untuk membantu pada awalnya ternyata berakibat fatal terhadap karir masa depan pekerjaannya.
Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi para bankir dan pihak yang bekerja di sektor perbankan untuk tidak pernah memberikan kerahasiaan data nasabah kepada pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H