Mohon tunggu...
Hery Sinaga
Hery Sinaga Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri Sipil

-Penulis konten -saat ini sedang suka-sukanya menggeluti public speaking -Sedang menyelesaikan buku motivasi -karya novel : Keluargaku Rumahku (lagi pengajuan ke penerbit)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Terjadinya Pergeseran Cita-cita

15 Desember 2020   15:58 Diperbarui: 15 Desember 2020   23:17 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi generasi Z (Shutterstock) money.kompas.com

Semua orang tua di dunia ini pasti mengharapkan anaknya akan meraih kesuksesan dikehidupannya kelak. Pertanyaan tentang cita-cita nantinya mau jadi apa merupakan hal wajib yang ditanyakan orangtua kepada anaknya.

Mulai dari polisi, tentara,, pilot, insinyur , pegawai negeri hingga dokter adalah jawaban polos dari si anak tentang pekerjaan yang akan dicapainya kelak. Tidak tau dari mana dan mendasari jawaban itu muncul secara spontan. Apakah karena pekerjaan diatas adalah jenis pekerjaan yang mempunyai seragam yang mudah dikenal dan diingat. Namun yang pasti profesi-profesi diatas seakan sudah terpatri di benak anak-anak pada saat itu.

Orangtua akan berusaha untuk membantu anak-anaknya untuk meraih cita-citanya dengan memenuhi kebutuhan pendidikan formal disekolah. Entah bagaimanapun itu caranya. Setiap orangtua mengharapkan anak-anaknya pintar dalam mata pelajaran matematika sebagai bekal utama untuk bisa meraih cita-cita yang sebagaimana dilukiskan dalam benaknya.

Menurut Pew Research, generasi Z adalah orang yang lahir setelah tahun 1997 yang tumbuh dengan tekmologi , internet, media sosial. Lahir dan berkembang di era teknologi digital menjadikan generasi z sebagai pecandu teknologi dan cenderung anti sosial.

Tahun 2018 Alvara Research Center bersama IDN Media melakukan riset bersama untuk memotret perilaku generasi milenial di berbagai bidang kehidupan. Hasil riset itu kemudian diterbitkan dalam sebuah laporan yang bertajuk “Indonesia Millennial Report 2019”.

Dalam kajian sebelumnya, ditemukan sembilan perilaku utama generasi milenial Indonesia, yaitu kecanduan Internet, loyalitas rendah, cashless, kerja cerdas dan cepat, multitasking, suka jalan-jalan, cuek dengan politik, suka berbagi, dan yang terakhir kepemilikan terhadap barang rendah.

Menurut data Badan Pusat Statistik, di Indonesia secara populasi generasi Z adalah yang terbanyak. Jumlahnya mencapai 72,8 juta (27 persen) dari 267 juta penduduk Indonesia pada 2019. Sedangkan milenial mencapai 66,7 juta (25 persen), dan gen-X jumlahnya mencapai 21 persen dari total populasi.

Populasi dengan jumlah sebanyak itu, memberikan peluang kepada generasi z untuk menjadi pelaku pembangunan dan menjadi angkatan kerja pada tahun 2030 sampai 2040 dimana Indonesia mengalami bonus demografi yang mana jumlah usia produktif lebih banyak populasinya di banding dengan jumlah usia tidak produktif.

Apabila tidak diantisipasi dan dipersiapkan dan dimanfaatkan secara baik maka indonesia tidak akan bisa mengambil keuntungan dari bonus demografi dimaksud.

Lantas, masih relevankah cita-cita itu hingga saat ini?

Pertanyaan itu patut kita kaji relevansinya ditengah kemajuan teknologi digital dan lahirnya generasi Z yang menggantikan generasi-generasi sebelumnya (generasi baby boomers, generasi X, generasi Y).

Glassdoor telah melakukan penelitian terbaru untuk mempelajari tentang Gen Z dan pilihan karier mereka. Penelitian tersebut dilakukan dengan menganalisis lamaran pekerjaan yang diajukan di situs tersebut dalam rentang waktu antara 1 Oktober 2018 hingga 11 Januari 2019.

Glassdoor menggunakan database ulasan perusahaan untuk mempelajari bagaimana karyawan Gen Z menilai kondisi kerja di sebuah perusahaan. Mereka juga diminta untuk mendaftar hal positif dan negatif dari setiap pekerjaan, juga diminta mempertimbangkan lokasi dan gaji yang diharapkan untuk setiap posisi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa industri teknologi menempati tempat teratas yang diminati para Gen Z untuk memulai karier mereka. Tidak mengejutkan karena Gen Z lahir di era ketika internet merupakan hal yang sudah tersedia di mana-mana.

Permintaan terhadap pekerja yang terampil di dunia teknologi dan digital ini ternyata disambut baik oleh Gen Z. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 7 dari 10 perusahaan teratas yang diminati Gen Z ada di industri teknologi termasuk IBM, Microsoft, Google, Amazon, dan Oracle.

Masih jelas diingatan kita pada saat peringatan Hari Anak Nasional di Pekanbaru, pada saat memberikan pidato didepan ratusan anak-anak yang hadir, Presiden Jokowi mengundang seorang anak bernama Raffi untuk datang ke depan dan bertanya tentang cita-cita nya kelak. Raffi lantas menjawab cita-cita nya ingin menjadi youtuber. Alasannya jika subscriber nya banyak akan mendapatkan uang.

Jawaban dari Rafi untuk menjadi Youtuber ketika ditanya cita-citanya apa oleh Presiden Jokowi merupakan realitas yang memperlihatkan bahwa generasi sekarang lebih memilih bekerja dibidang yang ada hubungannya dengan teknologi. Selain youtuber, pekerjaan menjadi seorang gamers juga diminati oleh generasi saat ini.

Kecenderungan untuk memakai gadget atau mengakses internet 3-5 jam dalam sehari menjadi faktor pendorong bagi generasi z untuk lebih adaftif terhadap hal-hal yang berbau dengan dunia teknologi seperti content writer, desain grafis, videografer.

Realita ini memperlihatkan kepada kita bahwa telah terjadi pergeseran dalam hal cita-cita bagi generasi saat ini dimana mereka tidak lagi memilih untuk menjadi seorang polisi, pilot, tentara, pegawai negeri, insinyur hingga dokter.

Mereka lebih memilih cita-cita pekerjaan yang tidak terikat atau memakai seragam sebagaimana mengutip Livecareer, pekerjaan yang diinginkan oleh generasi z, atau setidaknya yang paling sering mereka lamar, cenderung pekerjaan bergaji tinggi yang menuntut pengalaman, berurusan dengan perangkat lunak, tidak terlalu terikat jam kerja, hingga tidak memakai seragam.

Lantas seberapa penting pendidikan bagi generasi saat ini dalam menunjang cita-cita yang mereka ingingkan yang jauh berbeda dari generasi-generasi sebelumnya?

Tentu ini menjadi perhatian khusus bagi pemangku kepentingan dalam menyusun dan menerapkan sistem pembelajaran menyesuaikan dengan kebutuhan generasi saat ini. atau jangan-jangan generasi saat ini tidak lagi menganggap pendidikan itu penting ?

karena di usia dini saja sudah bisa mendapatkan penghasilan dengan memanfaatkan teknologi dengan membuat konten di youtube, jadi selebgram yang jumlah followernya banyak tentu akan memberi peluang untuk endorse dari perusahaan-perusahaan rintisan yang membutuhkan influencer yang banyak followernya sebagai media promosi dan pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk dagangnya.

Ini tentu masalah serius apabila pendidikan dianggap tidak lagi menjadi faktor penting dalam membekali mereka untuk meraih cita-cita. Karena cita-cita yang mereka inginkan tidak terlalu membutuhkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari sekolah formal. Dengan mengakses internet melalui gadget setiap harinya, mereka akan merasa cukup dibekali dengan pengetahuan yang erat kaitannya dengan pekerjaan dan cita-cita yang mereka gemari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun