Mohon tunggu...
Hery Pasaribu
Hery Pasaribu Mohon Tunggu... -

anak unhas, fakultas pertanian, jurusan agronomi, program study agroteknologi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Datang untuk Pergi

23 Februari 2011   03:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BEBERAPA minggu yang lalu, saya heran melihat beberapa orang dekatku terbaring di rumah sakit. Saya pun berpikir apa makna semua ini. Dan adakah hubunganya dengan iklim yang tidak menentu sehingga membuat kondisi tubuh tidak stabil. Hingga di suatu subuh saya mendengar kabar, salah seorang ayahanda temanku dipanggil oleh Tuhan. Kematianya karena penyakit yang dideritanya.

Pikirku, suatu saat semua orang pasti akan mati. entah bagaimana caranya atau seperti apa. Setiap orang pasti akan merasakan kematian, walaupun arti "merasakan" itu tidak sama dengan yang dipersepsi oleh orang yang hidup. Kematian adalah salah satu bagian dari kehidupan yang pasti dijalani, sama seperti kelahiran.

Bedanya adalah yang pertama menandai awal dari suatu kehidupan dan yang terakhir sebagai penutup kehidupan di dunia. Kelahiran dan kematian bisa diandaikan seperti ujung dari seutas tali yang bernama kehidupan, berbeda titik tetapi terentang sepanjang usia. Dan di tengahnya itulah kehidupan berada.

Setiap hari, kita tidak lepas dari kata 'datang dan pergi'. Semua harta benda, kehormatan, martabat yang diperjuangkan, jabatan, menjadi tak kekal di bumi ini karena semua akan kembali kepada-Nya. Bak air sungai yang mengalir menuju samudera, dan tak bisa dibendung oleh tekanannya yang besar.  Membuat air selalu mencari celah untuk meneruskan ribuan tetesannya. Atau sama seperti hujan. Air yang terbawa angin menuju awan tebal kemudian kembali jatuh ke titik awal. Dengan begitu, kelahiran adalah kedatangan dan kematian adalah kepergian kita.

Tapi saya yakin bahwa semua orang ingin kepergiannya bisa dijalani melalui cara yang indah. Beradab dan bukan biadab, terencana dan bukan pula di luar rencana. Tentunya bagi orang yang akan pergi, cara untuk pergi itu sangat penting. Sekali lagi, agar dia bisa menghadapinya dengan tenang.

Lantas apakah yang terjadi jika kepergian tidak terjadi dengan cara yang indah, terhormat, dan beradab? Sebetulnya tidak terjadi apa-apa. Tetapi bagi orang yang lain, kepergian dengan cara demikian akan meninggalkan masalah. Masalah bagi perasaan, tentunya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Dan timbul pertanyaan, "mengapa harus seperti ini?"

Pahamilah tiada yang kekal di muka bumi. Ia akan meninggalkan kita, atau bahkan kita yang akan meninggalkannya. Dengan begitu, sebenarnya tak ada alasan kita untuk mengakui semua keberuntungan yang kita dapat. Di saat sesuatu yang ada dalam genggaman kita harus pergi, cobalah untuk tidak menggangapnya sebuah kemalangan.

Semakin aku berpikir, akhirnya aku sadar bahwa kedatanganku ke tempat ini ternyata juga tidak abadi. Ada kalanya kita akan pergi dan meninggalkan apa yang ada di bumi. Mungkin anda ingin bertahan karena tidak mau meninggalkan keasyikan yang ada. Atau karena anda tidak mau memulai hidup baru karena terlalu nyaman dengan situasi seperti ini.

Setiap pertemuan, pasti akan ada perpisahan. Begitulah yang terus kita hadapi dalam kehidupan. Ada yang datang tiba-tiba, lalu pergi tanpa diduga. Begitulah kodrat dalam kehidupan ini. Yang dilakukan hanya bisa meratapi sebuah perpisahan yang tidak diinginkan, atau tersenyum terhadap perpisahan yang diinginkan. Ataukah hanya bisa bergumam, "ya, sudahlah!", di kala hati berselimut hampa.

Begitu juga dengan penulis, mahasiswa, dosen, bahkan professor, pasti akan mengalaminya. Mereka datang dan pergi dengan cara yang unik dan berbeda. Tapi, satu hal yang kita sadari, bahwa kita pernah melalui jalan yang sama setelah bertemu di suatu persimpangan, kemudian memutuskan untuk berpisah di persimpangan berikutnya.

Tapi ketahuilah, dalam keadaan apapun dan di manapun, kita harus selalu siap ketika semuanya harus pergi. Dan tanpa disadari, akan ada butir-butir hikmah yang bisa kita petik di balik semua ini. Membuat hati jauh lebih damai, lapang, dan ringan melepas kepergiannya. Yakin, ia akan datang dari-Nya dalam wujud yang berbeda dan bahkan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun