Mohon tunggu...
Heryantoro
Heryantoro Mohon Tunggu... Dosen - Mengabdi bagimu negeri

Bekerja pada Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Pernah belajar pada SMA 34 Pondok Labu Jakarta, pernah kuliah pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Tulisan artikel ini hanya semata untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembaca, hanya merupakan opini pribadi berdasarkan pengetahuan/peraturan yang ada. Bukan merupakan kebijakan instansi di mana penulis bekerja, dan dalam penyajiannya tidak sempurna. Mohon koreksi / masukan jika dalam konten terdapat hal yang kurang tepat. Terimakasih Wasalam .

Selanjutnya

Tutup

Money

Penilaian Material Bangunan yang Akan Dibongkar

26 November 2016   06:00 Diperbarui: 25 Agustus 2017   21:04 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penilaian material bangunan yang akan dibongkar biasa dilakukan terhadap Barang Milik Negara (BMN), lazimnya penilaian bongkaran ini untuk tujuan penghapusan bmn. Meskipun sangat mungkin penilaian BMN berupa material bongkaran yang sudah dibongkar, namun pada umumnya adalah bangunan yang belum dibongkar baru kemudian materialnya dihitung nilainya. “Penilaian material pada bangunan yang akan dibongkar adalah penilaian untuk menentukan harga pasar material-material bangunan yang masih dapat digunakan/dijual sebagai sisa dari pembongkaran suatu bangunan”. Pada prinsipnya penilaian material bongkaran adalah menghitung material apa saja dari bangunan yang akan dibongkar yang masih memiliki nilai/harga untuk dijual. Untuk setiap wilayah kondisinya berbeda, misalnya : keramik yang masih utuh hasil bongkaran di tempat tertentu laku terjual tapi di tempat yang lain belum tentu laku terjual.

Oleh karena itu penilai harus memahami kondisi pasar dan spesifikasi bangunan secara detail, misalnya untuk material kayu balok saja ukuran nya ada bermacam-macam, demikian juga kualitas kayu juga berbeda-beda ada kayu kelas I, kayu kelas II, kayu kelas III, untuk material besi juga memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam. Selain spesifikasi material bangunan, penilai juga harus memahami konstruksi bangunan secara umum, seperti konstruksi pondasi, konstruksi bodi bangunan, konstruksi atap, sehingga dapat membantu proses penilaian material bongkaran. Pemahaman kondisi pasar juga sangat penting, karena untuk wilayah tertentu memiliki permintaan pasar yang berbeda, misalnya untuk Jabodetabek puing-puing bongkaran sangat laku dijual dan banyak yang mencari, apalagi jika puing-puing tersebut jumlahnya sangat banyak maka akan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Sebaliknya untuk daerah tertentu material bongkaran bangunan tidak memiliki pangsa pasar sama sekali. Keahlian ini digunakan oleh penilai untuk mengindentifiksi material bangunan apa saja dengan spesifikasi dan ukuran tertentu yang bisa dibongkar dan masih memiliki nilai jual. Seiring dengan perkembangan jaman model/design serta material bangunan saat ini juga sudah berubah, contohnya adalah penggunaan kusen pintu atau kusen jendela yang sudah menggunakan bahan anti rayap dan tidak menggunakan bahan kayu, demikian juga konstruksi atap yang saat ini mulai banyak menggunakan konstruksi atap baja ringan dan sudah tidak menggunakan bahan kayu lagi. Dengan demikian penilaian material bongkaran ini dalam perkembangannya akan terus mengikuti perkembangan jaman.

Penilaian material bangunan yang akan dibongkar pada prinsipnya menggunakan data pasar, sehingga data pembanding sangat penting dalam menghitung harga/ nilai jualnya. Namun data pembanding kadangkala tidak ditemukan pada kota yang sama atas objek penilaian, tetapi berada di kota yang berdekatan. Menurut pendapat pribadi penulis hal ini tidak masalah, hanya tinggal disesuaikan dengan besarnya biaya angkut/ transportasi. Karena dalam menghitung material bangunan yang akan dibongkar terdapat biaya angkut dan biaya bongkar. Untuk pembanding yang berada di kota yang berdekatan biaya angkutnya pasti lebih besar dibandingkan dengan biaya angkut masih dalam satu kota. Demikian juga biaya bongkar disesuaikan dengan upah tukang per hari, yang akan membongkar bangunan. Dalam ketentuan penilaian material bongkaran memang disebutkan "Terhadap material-material bangunan yang tidak diperjual-belikan di wilayah tempat bangunan berada tidak dilakukan penilaian", batasan wilayah ini belum terlalu jelas bagi para penilai pemerintah apakah per kecamatan, kabupaten, kota, atau propinsi. Namun secara logika jika menggunakan pembanding  di wilayah kecamatan/kota terdekat namun ternyata biaya ongkos angkut nya lebih besar dibandingkan dengan material yang dapat dijual sebaiknya tidak dilakukan karena hasil penilaian material bongkaran menjadi minus (-) setelah dikurangi biaya angkut. Demikian juga jika material bongkaran yang kemungkinan dapat dijual ternyata lebih kecil dibandingkan biaya bongkar, atau menghasilkan hasil penilaian material bongkaran  yang minus (-) setelah dikurangi biaya bongkar, menurut opini pribadi penulis sebaiknya tidak dilakukan penilaian.

bongkaran2-59a02e47c05a1c095b0a64f4.jpg
bongkaran2-59a02e47c05a1c095b0a64f4.jpg
Untuk upah tukang yang akan membongkar bangunan, antara kota satu dengan kota lain yang saling berdekatan biasanya tidak ada perbedaan yang terlalu significant atau cenderung sama. Biaya bongkar dan biaya angkut merupakan hal yang tidak boleh dilupakan dalam menghitung material bangunan yang akan dibongkar. Penilai juga harus memperhatikan syarat-syarat material bangunan yang masih dapat digunakan atau dijual kembali, misalnya untuk bahan kayu panjang minimal 1,5 meter, tanpa cacat atau bagian yang rusak. Penilai juga harus memperhatikan material bangunan yang kemungkinan akan rusak ketika dibongkar. Misalnya untuk kayu reng yang sudah sangat tua, kemungkinan akan terjadi kerusakan ketika dibongkar, sehingga kondisi cacat/ rusak setelah dibongkar. Penilaian material bongkaran ini penuh dengan asumsi, contohnya dalam menentukan kondisi 80% material yang masih baik dan biaya bongkar, asumsinya adalah pembongkaran dengan cara manual oleh tukang dengan upah harian atau borongan. Namun jika pembongkarannya dengan mesin buldoser tentu akan mempengaruhi kondisi material bongkaran dan biaya bongkar nya. Dengan menggunakan mesin buldoser maka material bongkaran akan banyak yang mengalami kerusakan jika dibandingkan dengan membongkar cara manual. Demikian juga untuk biaya bongkar menggunakan mesin buldoser, maka ongkos bongkarnya pasti berbeda jika dibandingkan dengan cara manual menggunakan tukang.

Untuk wilayah tertentu, penggunaan material besi jarang ditemukan seperti di wilayah Kalimantan, konstruksi pondasi atau tiang bangunan lebih banyak menggunakan bahan kayu belian yang kuat dan tahan air. Untuk bangunan lama di Kalimantan juga jarang ditemukan material besi, kayu belian dianggap lebih kuat dari besi, tahan air, tahan rayap, dan bisa berumur ratusan tahun. Demikian juga material bahan baja tidak akan ditemukan di wilayah ini, karena bangunan besar yang tua juga menggunakan bahan dasar kayu belian. Namun yang harus diingat oleh penilai, bahwa data pembanding yang diperoleh adalah harga jual bukan harga beli, antara harga jual dengan harga beli adalah hal yang berbeda. Ini juga merupakan salah satu kendala bagi penilai ketika mencari data pembanding untuk material bongkaran, karena informasi harga yang diperoleh pada umumnya merupakan harga jual bukan harga saat beli material bongkaran. Sehingga penilai harus mempertimbangkan hal ini, supaya dalam proses penghapusan/penjualan nantinya harga yang ditawarkan tidak terlalu mahal sehingga sulit terjual.

bongkaran3-59a02e5c51699554e3064a02.jpg
bongkaran3-59a02e5c51699554e3064a02.jpg
Dalam penilaian material bangunan yang akan dibongkar ini kendala penilai biasanya adalah melihat material yang tak tampak oleh mata, misalnya material kayu pada konstruksi atap yang tak tampak sehingga harus naik ke atas, bahkan ketika naik ke plafon tidak ada lobang untuk melihat konstruksi atap tersebut. Demikian juga konstruksi pondasi yang tak tampak oleh mata, untuk wilayah Kalimantan pondasi rumah lama pada umumnya menggunakan balok kayu belian kelas I yang ukurannya cukup besar, namun tidak tampak oleh mata sehingga penilai tidak dapat menyatakan dalam kertas kerja. Bagi para penilai yang mendapatkan penugasan penilaian material bongkaran jangan lupa sebelum melakukan penilaian untuk membawa peralatan yang cukup seperti pengukur jarak (distro), kamera, kompas, GPS, dan alat ukur lain yang diperlukan. Dalam penilaian material bongkaran ini penilai harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, kadang dilakukan terlalu cepat/ terburu-buru sehingga mungkin saja ada material yang terlewat ketika melakukan survey. Penilaian material bongkaran merupakan penilaian dengan memperhatikan unit-unit terpasang (jendela, pintu, teralis)  pada suatu bangunan sehingga harus dilakukan dengan teliti, enjoy, tidak terburu-buru, sehingga hasil survey bisa maksimal. Penilaian material bongkaran termasuk salah satu permohonan penilaian yang cukup banyak dimohonkan oleh pengguna barang/ pengelola barang kepada penilai pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun