Mohon tunggu...
Heryantoro
Heryantoro Mohon Tunggu... Dosen - Mengabdi bagimu negeri

Bekerja pada Kementerian Keuangan RI, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Pernah belajar pada SMA 34 Pondok Labu Jakarta, pernah kuliah pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Tulisan artikel ini hanya semata untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembaca, hanya merupakan opini pribadi berdasarkan pengetahuan/peraturan yang ada. Bukan merupakan kebijakan instansi di mana penulis bekerja, dan dalam penyajiannya tidak sempurna. Mohon koreksi / masukan jika dalam konten terdapat hal yang kurang tepat. Terimakasih Wasalam .

Selanjutnya

Tutup

Money

Desentralisasi Fiskal dan Kesenjangan Fiskal Daerah

30 Oktober 2016   16:33 Diperbarui: 30 Oktober 2016   16:41 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan adanya otonomi daerah maka secara otomatis setiap daerah harus bisa mengelola keuangannya sendiri, inilah yang dimaksud desentralisasi fiskal daerah. Faktanya antara kebutuhan fiskal yang diperlukan oleh suatu daerah tidak seimbang dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), ini yang akan mengakibatkan kesenjangan fiskal, antara kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki tidak seimbang. Akibatnya transfer dana dari pemerintah pusat baik itu dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK), menjadi andalan. Daerah yang merasa kondisi fiskal nya kurang baik berharap kucuran transfer dana dari pemerintah pusat dapat mencukupi atau menalangi kekurangannya. Banyak daerah baru hasil pemekaran yang ternyata kondisi fiskal nya negatif, jika gap nya terlalu besar antara kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki, lagi-lagi pemerintah pusat yang harus menalangi.

Sumber pendapatan daerah sebenarnya cukup banyak yang meliputi retribusi dan pajak daerah, antara lain : pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak perparkiran. Yang membedakan antara satu daerah dengan daerah yang lain adalah potensinya, sebagian daerah potensinya cukup besar, sebagian yang lain potensinya sangat kecil. Salah satu daerah yang PAD nya lumayan besar adalah Propinsi DKI Jakarta, sehingga sudah memiliki kemandirian di bidang fiskal daerah. Oleh karena itu pemekaran daerah yang tidak didahului analisa potensi pendapatan asli daerah, hanya akan menjadi beban pemerintah pusat saja. Mungkin potensi kapasitas fiskal suatu daerah,  menjadi salah satu pertimbangan apakah suatu daerah layak dipertimbangkan untuk pemekaran.

Penyerahan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ke daerah merupakan salah satu upaya untuk memperkuat desentralisasi fiskal daerah, disamping transfer dana alokasi yang dikucurkan dari pemerintah pusat ke daerah. Pembangunan memang harus dilaksanakan secara merata dari sabang sampai merauke, hal-hal vital kebutuhan dan layanan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan infrastruktur harus diberikan secara layak. Jika kapasitas fiskal di setiap daerah semakin baik maka pembangunan dapat berjalan lebih lancar, oleh karena itu pemerintah daerah harus pintar-pintar menggali potensi pendapatan daerah di wilayahnya. Meskipun kesenjangan fiskal daerah saat ini pemerintah pusat yang harus menalangi, diharapkan akan ada  kemandirian fiskal di setiap daerah di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun