Tulip hanya mekar setahun sekali, yakni di bulan April-Mei. Di luar bulan itu, kita tak bisa menyaksikan tulip. Setiap tahun diselenggarakan festival tulip atau Lale dalam bahasa Turki. Tahun ini, festival yang cukup kesohor adalah festival tulip motif karpet yang terletak di depan museum Hagia Sofia. Jika difoto dari atas, hamparan tulip ini akan terlihat seperti karpet. Sungguh indah.
Di Emirgan, dan setiap tempat wisata di Turki pada umumnya, dijual berbagai souvenir, mulai dari gantungan kunci, tshirt, hiasan kulkas, keramik, foto, kartu pos, dsb.
Kontur tanah di Emirgan memang turun naik. Posisinya memang di atas bukit. Karena itu, dibutuhkan stamina yang kuat untuk mengelilingi taman. Tak sampai setengah taman yang kami kelilingi, eh ternyata lelah juga. Terpaksa kami memutuskan untuk pulang. Kali ini kami akan mampir ke Istinye Park lebih dulu untuk cuci mata sekaligus santap malam.
Jalanan menuju Istinye Park ternyata sudah macet. Perlahan kami mendekat ke Istinye Park. Sebelum masuk ke mall ini kita discan dulu dengan XRay layaknya di bandara. Ini dilakukan dengan serius, bukan seperti di mall Indonesia yang terkadang cuma basa-basi. Sebagai negara yang dekat dengan konflik, apalagi bertetangga dengan Syuriah yang sedang terlibat perang, Turki mau tak mau harus mengantisipasi keamanan dengan baik. Jangan sampai ada teroris yang membawa bom ke mall.
Mall ini dihuni oleh berbagai brand ternama, termasuk kedai kopi yang ada di mana2 itu. Kedai kopi ini bisa kita jadikan penanda untuk saling menunggu atau janjian. Biasanya kaum hawa belanja, kita kaum adam menunggu di kedai kopi ini.
Sekitar pukul 20.00 kami bersantap malam di foodcourt yang terletak di lantai dasar. Beberapa kedai waralaba internasional ada di sini, tentu saja tanpa menu nasi. Karena tertarik dengan tampilannya, aku memesan menu daging panggang ala Turki. Setelah dicoba, ternyata rasanya hambar, dan bau prengus daging masih terasa. Memang masakan Turki hanya menang di tampilan. Masalah rasa, masakan Indonesia jauh di atas. Ya iyalah wong kita dibesarkan dengan masakan Indonesia.
Menjelang pukul 21.00 kami keluar mall dan menyetop taksi. Jam segini belum terlalu gelap rupanya karena magrib baru saja lewat. Perjalanan ke hotel sangat lancar. Arus pulang kerja sudah mulai mencair. Di sepanjang jalan terlihat stadion Turk Telecom, tempat pertandingan liga champion sering dimainkan. Sesampai di hotel kami langsung tumbang kecapekan dan harus memulihkan tenaga untuk city tour besok di seputar Sultanahmet Square.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H