Jika hal tersebut konsisten dilakukan maka menaiknya angka baca masyarakat kita bukanlah mimpi di siang bolong. Orang-orang yang suka membaca—karena untuk menopang kegiatan menulisnya—akan semakin banyak. Begitu juga orang-orang yang sudah tergerak hatinya untuk mulai berkegiatan literasi bisa juga menularkan kesukaannya itu kepada orang tua, adik, kakak, teman, tetangga, atasan, bawahan dan seterusnya sehingga jumlahnya akan terus terkulminasi.
Aktifitas mengajak dan memotivasi untuk membaca dan menulis baik langsung maupun tidak langsung tersebut harus ditularkan sampai ke daerah-daerah. Jangan melulu di kota besar atau kota satelit saja. Sahabat-sahabat kita yang didaerah yang belum terkoneksi dengan media sosial atau belum terjangkau dengan toko buku dan perpustakaan wajib kita rangkul supaya virus gila baca dan bahkan gila menulis kian menyebar. Semakin banyak orang yang suka membaca (dan menulis), negeri ini bersiaplah menjemput abad baru. Abad yang penuh dengan gilang-gemilang. Abad yang sarat dengan prestasi dan pengetahuan.
Jika hal diatas terus dilakukan, bukan mustahil apa yang dilakukan di Jepang yang mana di stasiun, terminal, bandara, mall, orang-orang masih terus memegang buku dan membacanya, juga bisa terjadi di Indonesia. Mungkin 20, 30, 40 tahun lagi bangsa kita juga akan menjadikan alQuran, buku sejarah, politik, sosial, komik, novel dan lainnya sebagai senjata di terminal, bandara, stasiun bahkan ketika sedang mandi sekalipun. Dengan begitu, harapannya, angka 0,001 bisa dikatrol menjadi 0,01, 0,1 bahkan 1. Jika 1% maka artinya dari 240 juta orang penduduk negeri ini ada setidaknya 2,4 juta yang gemar membaca. Sangat mending!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H