Sampai tulisan ini di-posting (15/09/23), teka-teki siapa pendamping capres Ganjar Pranowo masih diselubung ruang gelap. Terlebih lagi ditambah sikap Megawati yang tidak suka mengumbar isu di media, menyebabkan cawapres Ganjar ini sulit diprediksi. Walau saat ini sudah menyerucut dua calon seperti ulasan detikX:  Ridwan Kamil dan Mahfud MD, pengamat apalagi publik masih belum memprediksi secara pasti.
Saat ini semua orang mereka-reka pilihan Megawati itu yang tidak bisa dipungkiri sebagai sang penentu. PDIP sebagai pemilik golden ticket pun, memberi mandat penuh terhadap Megawati untuk menentukan capres dan cawapres.
Melalui tulisan ini bagaimana mencoba menerka pilihan Megawati itu. Asumsi yang dapat ditarik adalah bahwa Ridwan Kamil merupakan prioritas pertama untuk diupayakan. Jika hal itu mengalami jalan buntu, maka peluang Mahfud MD jelas terbuka lebar.
Ridwan Kamil sebagai penarik  Partai Golkar gabung
Selaras apa yang diucapkan Emrus Sihombing, pakar komunikasi politik salah satu stasiun televisi yang menyatakan bahwa Ridwan Kamil memang diperlukan untuk elektoral di Jawa Barat. Keberadaan Ridwan Kamil dirasa cukup untuk mendongkrak suara Ganjar.
Jawa Barat sebagai mana propinsi terbesar penduduknya cukup signifikan dalam mendulang suara. Kemenangan di Jawa Barat cukuplah berarti dan membuat penasaran Megawati dan PDIP, kita ketahui bahwa Jokowi pun kalah di propinsi ini dalam dua pilpres terakhir. Emrus pun menambahkan mengambil Ridwan memang penting, namun jauh lebih penting menarik Partai Golkar untuk bergabung.
Saya setuju apa yang dikemukakan Emrus itu. Jika hanya mengambil Ridwan Kamil tanpa di dukung Golkar menjadi tidak maksimal. Ibarat kata Ridwan Kamil dipakai sebagai "umpan" agar Golkar dapat bergabung sekaligus keluar dari koalisi Prabowo.
Keberadaan Golkar bagi PDIP jelas sangat diperlukan. Apalagi partai koalisi 2 pemilu sebelumnya berkolisi dengan PDIP: Partai Nasdem dan PKB sudah membuat koalisi sendiri di pemilu 2024. Golkar dirasa mampu menambal dua mitra koalisi yang dihilang.Â
Terlebih lagi Golkar dalam mesin politik juga sudah teruji, dan unggul di luar pulau Jawa. Keberadaan PPP, Partai Perindo, dan Partai Hanura belumlah dirasa cukup mengingat bahwa ketiga partai itu termasuk jajaran papan bawah.
Golkar selama ini termasuk partai terbesar setidaknya selalu masuk tiga besar dalam setiap pemilu. Keberadaan Golkar sangatlah penting dalam menambah kekuatan koalisi PDIP, terlebih lagi jika Ganjar menjadi pemenangnya. Setidaknya di parlemen koalisi Ganjar ini bisa menjadi kekuatan mayoritas, setidaknya dominan (50+1).
Megawati jelas mempertimbangkan stabilitas di parlemen. Tidak ada gunanya sebagai partai pemenang pemilu tetapi tidak memiliki teman yang membuat mayoritas. Kita ingat bahwa pada tahun 1999 PDIP sebagai pemenang pemilu tidak bisa menjadikan Megawati sebagai presiden.Â
Pada pemilu 2014 pun ketika Jokowi-Jusup Kalla sebagai pemenang pilpres, namun di parlemen koalisi Prabowo yang mendominasi. Akibatnya kerjasama hubungan eksekutif-legislatif agak "tersendat" karena oposisi lebih dominan.
Ridwan Kamil dipilih dengan harapan Partai Golkar akan pindah Koalisi. Jika hal itu tidak terjadi, Mahfud MD adalah pilihannya.
Mahfud MD sebagai rencana terakhir
Pendek kata jika Golkar tidak bisa diajak bergabung maka Ridwan Kamil tidak akan dipilih. Megawati pun akan mangambil opsi berikutnya menetapkan Mahfud MD sebagai pasangan Ganjar.Â
Mengambil Mahfud MD sebagai opsi "cadangan" sudah diperhitungkan Megawati secara matang. Apalagi publik pun menilai secara kapabilitas bahwa Mahfud MD sangat cocok sebagai cawapres, capres pun dinilai layak.
Kiranya Megawati akan lebih "sreg" dengan Mahfud MD, hal ini terbukti dalam "kompetisi" cawapres Mahfud MD bisa menduduki putaran "final" bersama Ridwan Kamil. Mahfud MD relatif ada kecocokan dengan kriteria yang diinginkan Megawati.
Jika kita lihat hubungan Mahfud MD dan Megawati selama ini sudah terjalin lama, dan ada chemistry di dalamnya. Beberapa alasan Mahfud MD punya nilai di antaranya:
Tidak pernah "bergesekan" dengan Megawati dan PDIP. Selama ini jalinan Mahfud MD dengan Megawati dan partainya berlangsung baik-baik saja. Bahkan beberapa waktu Mahfud pernah "membela" Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP masalah gaji yang dirasa beberapa tokoh terlalu besar. Mahfud mampu mendukukkan permasalahan sesungguhnya, sehingga tidak ada kesalahpahaman dan isu liar di publik.
Dengan anggota PDIP -terutama anggota dewan- sendiri Mahfud mampu berkomunikasi dengan baik, walaupun ada perbedaan pandangan. Bisa kita lihat hubungan dengan Bambang Pacul selaku Ketua Komisi III pun terhihat "biasa" walaupun keduanya terdapat silang pendapat. Ini memang ada kelebihan tersendiri bagi Mahfud yang bisa berkomunikasi secara elegan kepada para politikus, tidak saja kepada PDIP.
Mampu mengawal Jokowi. Selaku Menkopolhukam boleh dikata bisa mengawal keinginan Jokowi dalam bidang politik, hukum, dan keamanan. Beberapa contoh bisa disebut seperti pengawalan UU revisi KPK dan UU Cipta Kerja. Walaupun kritisi dari kedua UU oleh beberapa elemen, namun Mahfud dapat mengawal dan memberi penjelasan yang sifatnya terbuka.
Tidak itu saja dalam beberapa kasus hukum yang besar (seperti Sambo, pinjol) Mahfud pun sanggup menangani tanpa perlu meribetkan peran presiden. Sebagai "bamper" Jokowi, peran itu cukup bisa dimainkan, untuk bisa menangkis "serangan" dari beberapa pihak yang kontra. Peran Mahfud itu bisa dianggap Megawati sebagai loyalitas yang bisa dihargai.
Kemungkinan prediksi
Megawati akan memilih Ridwan Kamil jika Golkar ikut bergabung. Tanpa bergabungnya Golkar tentu akan merugikan PDIP sendiri. Terlebih PDIP selama ini tidak suka bila kader terbaiknya dibajak. Dan tentu Megawati akan fair terhadap ini.
Dalam perkembangannya baik Ridwan dan Golkar masih ada "urusan" belum terselesaikan. Tanpa diduga Ridwan Kamil berjumpa dengan Prabowo. Dan tentu itu akan membuat jarak Megawati dan Ridwan Kamil yang semula dekat, akan membuat jarak keduanya akan semakin menjauh.
Apalagi Golkar sepertinya masih betah dengan Koalisi Prabowo. Ridwan Kamil yang terikat sebagai kader Golkar tentu tidak akan melepas Ridwan begitu saja ke koalisi PDIP.
Jika memang Golkar tidak berkenan melepas Ridwan, maka Megawati tentu tidak akan memaksakan diri. Ridwan Kamil bukanlah harga mati. Sepertinya Megawati akan mengunakan pola lama selama ini, koalisi abang-ijo, nasionalis-islamis (cederung kalangan nahdliyin). Karena pilihan tertinggal satu, maka prediksi jatuh pada Mahfud MD. Wallahu A'lam Bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H