Dengan tidak mengecilkan peran Prabowo sebagai penantang Jokowi di pilpres ini, dirasa belum bisa  menandingi secara sepadan. Prabowo boleh dibilang minim pengalaman karena belum pernah menjabat di jabatan sipil yang begitu kompleks. Yang artinya tak punya rekam jejak  yang apple to apple terhadap Jokowi.
Ini berbeda bila Jokowi berhadapan dengan calon yang punya pengalaman, atau setidaknya punya rekam jejak prestasi yang baik akan membuat pertarungan lebih sengit. Mengandalkan pilihan berdasarkan subjektivitas (emosional) akan kurang nilai tambahnya. Terlebih lagi bila berhadapan dengan massa rasional. Â Â Â Â Â Â
Lawan yang lebih baik merupakan modal yang kuat untuk menghadapi petahana. Kita bisa ambil contoh pemilu di negeri jiran Malaysia di tahun 2018, yang mana koalisi yang dipimpin Mahathir Mohamad dapat mengalahkan koalisi petahana Najib Razak.Â
Dan kita tahu terlebih rakyat Malaysia siapa Mahathir itu, yang merupakan mantan Perdana Menteri yang pada awal berkuasa dulu berhasil membawa Malaysia kepada kemajuan.
Yang mana Mahathir harus turun gunung untuk menantang sang petahana yang begitu kuat. Diperlukan figur yang menyakinkan seperti Mahathir tersebut walaupun dari segi usia sudah termasuk senja. Jika bukan Mahathir yang bertarung, belum tentu juga Najib Razak sebagai petahana akan kalah.
Sedangkan Prabowo selama 4,5 tahun ini tidak berbuat apa-apa untuk mendongkrak performanya. Bahkan sebagai sebagai "oposisi" tidaklah memanfaatkan secara maksimal.
Rakyat akan menentukan pada pilpres kali ini dengan berbagai alasan. Dan Jokowi sebagai petahana cukup diuntungkan, dan ia dapat memanfaatkan itu semua di periode pertamanya. Pemenang pileg harus ditentukan, rakyat punya kuasa dengan one man one vote. Kiranya dengan tiga alasan ulasan di atas, Jokowi layak untuk dipilih kembali. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H