Bagi kalangan tidak mampu sudah diberikan skema bantuan dengan dikeluarkanya beberapa kartu. Seperti  Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS) sudah banyak dibagikan sebagai upaya agar masyarakat miskin memperoleh haknya.
Posisi petahana sebenarnya bukanlah posis yang aman untuk bisa melanjutkan periode berikutnya. Melalui mekanisme pemilu jika (kebanyakan) rakyat puas, maka akan memilihnya kembali.Â
Begitu sebaliknya jika rakyat kecewa, maka rakyat tak akan memilihnya. Dan tentu lawan petahana akan diuntungkan karena sebagai pelampiasan rasa kecewa rakyat itu.
Dan melalui pemilu ini rakyat bisa memberikan apresiasi dan penghukuman (reward and punishment) kepada petahana. Terus lanjut atau cukup sampai di sini saja masa kekuasaan kekuasaannya itu.Â
Dalam konteks Indonesia, melalui pilkada banyak contoh yang diberikan. Beberapa gubernur, bupati atau walikota yang berstatus petahana ada yang lanjut dan selebihnya "dihukum" tak terpilih lagi.
Alasan "penghukuman" terhadap petahana didasari banyak faktor. Intinya tidak sesuai dengan harapan, atau tidak bisa mewujudkan visi dan misinya (yang tentu menawarkan program sangat baik) ketika berkampanye.Â
Bisa juga karena beberapa tindakan dan kebijakan petahana yang tidak populer di rakyat, atau karena selama menjabat terindikasi kasus penyelewengan (korupsi, kolusi, nepotisme) misalnya.
Untuk kasus Jokowi relatif minim untuk "dihukum". Dengan penampilan yang sederhana dan tidak neko-neko, belum pernah terdengar adanya penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan. Kebijakan selama ini untuk kalangan rakyat kebanyakan (baca: miskin) cukup bisa diakomodir.Â
Memang tidak bisa menyenangkan untuk semua kalangan. Terutama kalangan menengah yang kadang tidak "mengenaklan" akibat dicabutnya beberapa subsidi BBM dan listrik.
Lawan Jokowi tidaklah lebih baik