Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"City of Angels", Di saat Malaikat Memilih menjadi Manusia karena Cinta

22 Februari 2019   23:57 Diperbarui: 23 Februari 2019   00:39 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: enterthecagepod.com

Di antara beberapa makhluk ciptaan Tuhan, manusia adalah yang paling istimewa, bahkan dengan malaikat sekalipun. Malaikat diciptakan untuk selalu taat pada Tuhan, hampir tak pernah berbuat salah. Suatu hal yang masuk akal sebab malaikat tidak mempunyai potensi yang diiliki manusia : perasaan dan cinta.

Dalam film City of Angels ada rangkaian cerita yang menarik. Malaikat berkehendak menjadi manusia, yang kemudian merasakan sendiri ketika mempunyai perasaan. Terlebih lagi khususnya bila dilanda cinta. Seth (Nicolas Cage) adalah malaikat yang bertugas mencabut nyawa manusia. Semua tugasnya dilakukan dengan baik, menjemput arwah untuk memasuki alam berikutnya.

Namanya juga malaikat yang tak punya perasaan, Seth tak begitu peduli kepada kerabat nanusia yang ditinggalkannya. Yang tentu merasa sedih ataupun terpukul karena merasa kehilangan orang yang dikasihinya.

Di lain sisi kesedihan turut dialami oleh Maggie Rice (Meg Ryan) yang berfrosesi sebagai dokter di rumah sakit. Tuntutan sebagai dokter begitu tinggi terhadap pasien yang harus menyelamatkan nyawa. Jika tak berhasil itu yang membuatnya terpukul karena "gagal" dalam menjalankan tugasnya. Maggie merasa sudah berusaha sekuat tenaga disertai teori yang harus dijalankan, namun harus menyerah juga di tangan malaikat maut.

Dalam suatu kesedihan Maggie tersebut membuat Seth merasa terheran, dan itulah yang membuat ada interaksi di dalamnya. Hubungan tentu hanya satu arah saja karena berbeda dimensi, Seth bisa melihat manusia tapi tidak sebaliknya. Namun pada suatu waktu, Maggie mampu melihat Seth di suatu pojokan ruang rumah sakit. Maggie mengira Seth adalah pengunjung biasa, sedikit mengintrograsi yang kemudian menyuruh Seth pergi karena bukan jam besuk.

Malaikat yang memutuskan menjadi manusia 

Malaikat juga mempunyai dunianya sendiri. Dan di film ini diceritakan cukup proporsional interaksi sesama malaikat dan berhubungan dengan manusia. Seth dan beserta malaikat yang lain mampu membaca pikiran manusia bahkan apa yang ada di hati sekalipun. Namun sayang malaikat tak mampu merasakan seperti panca indera yang dimiliki manusia. Apalagi itu perasaan, terlebih cinta.

Seth sesekali menampakkan diri ke Maggie, dengan maksud untuk menguatkan Maggie agar tetap tegar dan tak putus asa. Dari beberapa interaksi dan perhatian Seth ini membuat Maggie jatuh cinta. Sedangkan Seth sendiri hanya sekadar tertarik, tak bisa merasa.

Pada akhirnya ada pasien Nathaniel (Dennis Franz) yang ternyata mantan malaikat yang memilih menjadi manusia. Nathaniel termasuk pasien "bandel" dengan melanggar pantangan terutama pada makanan. Ia tak begitu khawatir sebab bila "sudah waktunya", ia tahu akan ada malaikat yang "menjeput". Ia pun seperti manusia biasanya, mampu merasa sampai juga menikah dan punya cucu juga.

Nathaniel memberi tahu Seth bahwa Maggie itu jatuh cinta padanya. Tapi sebagai malaikat Seth tak bisa merasakan apa yang di maksud segala perasaan itu. Sebagai mantan malaikat, ia menyarankan Seth untuk  menjadi manusia agar bisa merasakan segala rasa. Yaitu dengan menjalani prosesi "jatuh", yang itu juga adalah hak malaikat karena pilihan bebasnya.

Akhirnya Seth pun memutuskan menjadi manusia dan berhasil. Betapa bahagianya ia ternyata bisa berdarah merasakan sakit sampai bisa merasakan hembusan angin dan hempasan ombak. Dan tentu yang paling ingin dirasakan adalah perasaan yang dinamakan cinta.

Seth pun mengejar Maggie yang sedang cuti untuk berlibur di pondok di tepi danau. Pertemuan pun terjadi dengan Maggie. Betapa senangnya mereka yang sama-sama yang dilanda cinta. Seth bisa merasakan layaknya manusia. Kepada Maggie. Seth bisa menggenggam tangan, mengecup bibir, memeluk tubuh sampai juga diteruskan dengan adegan "pemanis" ala film barat.

Pada akhirnya Seth juga merasakan konsekwensi dari cinta itu sendiri, kehilangan orang yang dicintai karena dijemput oleh malaikat maut. Maggie yang sedang berbelanja mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda. Dalam pangkuan Seth, Maggie berselorah melihat ada orang yang datang. Seth sadar bahwa itu adalah malaikat maut yang akan menjemput Maggie.

Sebelumnya Seth pernah berbagi cerita kepada Maggie, apa yang dilakukannya setelah menjemput ajal manusia. Seth menanyakan kepada setiap arwah, apa yang yang paling disukai selama hidupnya ini. Setiap jawaban ia selalu mencatatnya. Dari cerita Seth itu Maggie pun tahu akan ditanyakan pertanyaan serupa. Dengan membesarkan hati Seth, Maggie merasa tenang dan akan menjawab bahwa Seth merupakan yang paling disukainya selama hidup ini.

Sebagai manusia akhirnya Seth merasakan apa itu rasanya kehilangan, sakit, dan frustasi. Dalam posisi sedih ia dikunjungi malaikat yang sahabatnya dahulu sebelum menjadi manusia. Seth menumpahkan kekesalannya mengapa malaikat tega menjemput ajal Maggie, apakah itu merupakan hukuman dari Tuhan karena memutuskan menjadi manusia.

Rekannya pun menasehati bahwa itu memang konsekwensi hidup sebagai manusia yang dibekali aneka rasa baik itu menyenangkan atau tidak. Ia pun balik bertanya kepada Seth apakah menyesal memilih menjadi manusia yang pada akhirnya mengalami kesedihan. Jawaban Seth rupanya cukup bijak dan mengena. Apalah artinya keabadian bila tidak bisa merasakan apa-apa, walaupun hanya sekali bisa merasakan menggenggam, memeluk, dan membelai itu sangatlah berarti.

Patut diapresiasi bentuk imajinasi cerita ala film barat. Walaupun itu berkenaan dengan dunia atau makhluk "gaib" bisa dikemas dengan apik dan rasional. Di City of Angels ini juga tanpa terpaku pada kepercayaan atau keyakinan yang merujuk agama tertentu, bisa berada pada posisi netral. Penggambaran sosok malaikat --dilihat dari berbagai sisi- dibuat natural dengan tidak terlalu melenceng pakem yang ada.

Dari film yang dirilis tahun 1998 ini kita dapat belajar bahwa malaikat pun rela meninggalkan keabadiannya untuk dapat menjadi manusia, hanya untuk merasakan apa itu yang namanya cinta. Sedangkan manusia sendiri yang sudah dibekali cinta namun terkadang tak pernah dipergunakan maksimal.

Kadang kala rasa cinta terkalahkan oleh sifat yang lain yaitu kebencian, yang justru merusak diri dan lingkungan sekitar. Cinta yang seharusnya menjadi anugerah malah di sia-siakan, tapi begitulah manusia yang memang dibekali pilihan bebasnya. Entah harus menjawab apa ketika malaikat menanyakan apa yang paling disukai selama hidup di dunia ini.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun