Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Satu Suro" dan Pengingkaran Perjanjian dengan "Setan"

10 Februari 2019   01:22 Diperbarui: 10 Februari 2019   02:03 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiket nonton. Dok pribadi

Adegan film dibuka dengan narasi --secara garis besar- perihal Satu Suro. Tak sekadar penanggalan versi Jawa, namun ada "sesuatu" dibaliknya. Satu Suro sebagai awal pergantian tahun berikutnya, yang beberapa kalangan mempercayai sebagai lebarannya para makhluk halus. Sebuah film horor dengan menyuplik beberapa fenomena yang ada di masyarakat, tentang harta dan tahta yang kadang berhubungan dengan "makhluk halus".

Adegan berikutnya seorang perempuan Lastri (Alexandra Gottardo) mengamuk di rumah sakit. Ia mencari bayi yang baru dilahirkannya. Dari para perawat  dan dokter mencoba mencegahnya, dan tak berhasil. Semua diselesaikan dengan sabetan alat tajam yang digenggamnya. Dengan Lastri dalam keadaan terdesak, puncaknya dipecahkan beberapa botol -yang bisa jadi- berisi alkohol. Berlanjut pula dengan dikonsetkan peralatan listrik. Rumah sakit bersalin pun ludes terbakar.

Dan adegan selanjutnya berlangsung melompat kekinian. Bayu (Nino Fernandez) sebagai penulis memerlukan tempat yang tenang dalam merampungkan tugasnya. Pamannya pun peduli dengan meminjamkan rumah yang agak terpencil untuk ditepati Bayu bersama istrinya Dinda (Citra Kirana) yang sedang mengandung. Bayu menerima tawaran tawaran pamannya yang juga menganjurkan agar istrinya bisa melahirkan di tempat itu.

Pada akhirnya pada malam Satu Suro Dinda mengalami kontraksi, dan Bayu pun mengantarkan ke rumah sakit terdekat. Sudah bisa ditebak rumah sakit yang dituju adalah yang sudah terbakar itu yang sudah tak beroperasi lagi. Dinda dilayani oleh para perawat yang berperawakan aneh. Akhirnya Dinda dapat melahirkan dengan dibantu para kru makhluk halus itu. Dan sang bayi menjadi rebutan Dinda dan para makhluk itu.

Layaknya film horor. Disuguhkan tampilnya bayangan misterius, ada orang yang membuntuti, ataupun benda bergerak sendiri. Adegan mengagetkan pun kerap ditampilkan. Kesan seram dengan suasana sepi, dan alunan musik yang juga mendukung. Kejar mengejar dengan makhluk menyeramkan juga ditampilkan. Suasana kian tampak mencekam dengan sesekali waktu Bayu dan Dinda terjebak pada jalan buntu.

Perjanjian yang dilanggar

Saya termasuk jarang nonton film ber-genre horor. Hari itu saya menontonnya karena ada tawaran dari rekan yang menginfokan ada nobar gratis film ini yang diputar di Cinema XXI di Plaza Araya Kota Malang. Saya ambil tawaran itu mumpung ada waktu luang, yang saya ambil pada hari kedua Jumat (8/2). Sesekali juga perlu kiranya menikmati genre film yang lain, yang jarang saya tonton.

Tiket nonton. Dok pribadi
Tiket nonton. Dok pribadi
Satu Suro merupakan karya Anggy Umbara sebagai sutradara sekaligus penulis skenarionya. Cukup menarik pula Anggy yang menggarap film horor ini. Yang dari filmografinya kebanyakan tercatat menggarap film ber-genre komedi. Yang salah satunya adalah memperoleh penonton yang sangat banyak, Warkop DKI Reborn baik pada sesi 1 dan 2.

Saya cukup nikmati film ini dengan beberapa persiapan bahwa akan ada adegan yang mengagetkan, menyeramkan, dan kadang tergolong sadis. Bagi saya levelnya masih sedang, dan kadang pula masih bisa menebak alurnya. Seperti ada adegan seram yang ternyata itu mimpi.

Latar tempat yang sepi dan terpencil turut mendukung situasi horornya. Setting waktu berada pada tahun 1982,  maka jangan harap akan dijumpai ponsel. Hubungan komunikasi hanya melalui telepon rumah dan sekali tedeteksi komunikasi mobile --saat itu- memakai pager yang masih berupa teks singkat.

Untuk lokasi tempatnya sendiri tidak dijelaskan di mana. Namun dari plat mobil Bayu yang berhuruf D bisa diasumsikan berada di daerah Bandung dan sekitarnya. Tetapi hal itu kurang meyakinkan. Sebab ketika Dinda berkunjung ke pasar terdekat, penjualnya bukan berbahasa atau berdialek Sunda malah Jawa. Hal-hal kecil seperti ini harusnya tetap menjadi perhatian para kru film, untuk meminimalkan kejanggalan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun