Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Usaha dari "Kepepet" dan Kegigihan yang Menghasilkan Kreativitas

8 Desember 2018   20:14 Diperbarui: 9 Desember 2018   09:14 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gendongan bayi hasil produksi sendiri yang sudah dikemas. Dok pribadi

Menjadi seorang wirausaha (entrepreneur) --dibandingkan karyawan- dipandang banyak orang sesuatu yang nyaman. Bisa bekerja sesukanya, dan penghasilan pun bisa terjamin. Namun banyak orang lupa, bahwa menjadi wirausaha bukanlah sesuatu yang mudah, jalan berliku akan ditemui, terutama saat dimulai perintisan. Kreatifitas dan inovasi diperlukan untuk menghadapi itu semua, apalagi dalam keadaan "kepepet".

Hal ini juga dialami oleh Alix Wijaya, pelaku usaha UMKM yang saat ini bergerak di bidang produksi pakaian muslimah untuk anak-anak. Diantaranya seperti manset jilbab, celana (legging), dan topi. Memulai usaha ini Ale (panggilan akrabnya) boleh dibilang karena posisi "kepepet" yang dibarengi dengan usaha yang gigih. Pemuda asli Blitar yang saat ini berdomisili di Kota Malang, bisa menjadi profil panutan di dunia usaha UMKM. Ale pun berbagi cerita tentang suka duka perjalanan usahanya itu, ketika saya berkunjung ke kediaman sekaligus tempat usahanya di Perumahan City Side Malang.

Perjuangan memulai usaha cukup menarik untuk diceritakan. Pada usia yang cukup matang 25 tahun ia memutuskan menikah pada tahun 2008. Otomatis sebagai kepala rumah tangga ia harus menghidupi keluarganya agar dapur terus bisa mengepul. Sebagai karyawan pernah ia geluti, yang kemudian untuk tambahan ia juga berkecimpung dunia dijual-beli, dengan melihat prospek barang yang sedang nge-trend di masa itu.

Pada tahun 2013, gendongan bayi modern mulai nge-trend. Seperti biasa sesuatu yang dari luar negeri akan menjadi perhatian, demikian juga dengan gendongan bayi. Harga yang dipatok relatif tinggi dengan kisaran 750 ribu sampai 1 jutaan. Kemampuan di bidang marketing juga terasah dengan melihat peluang itu. Ia pun berjualan gendongan bayi dengan menjadi reseller dari supplier di Bandung.

Gendongan bayi hasil produksi sendiri yang sudah dikemas. Dok pribadi
Gendongan bayi hasil produksi sendiri yang sudah dikemas. Dok pribadi
Familiar di dunia online

Ale boleh dibilang termasuk generasi millennial di mana internet bukan sesuatu yang dipandang asing. Maka untuk proses jual beli gendongan bayi itu ia lebih menggunakan media online, seperti media sosial (facebook), BBM Messenger, serta di website. Kemampuan mengoptimasi (SEO) ia pergunakan, sehingga apa yang ia jual banyak dikenal luas. Pelanggannya pun kebanyakan dari luar Kota Malang

Usahanya terus berkembang. Di lain sisi gendongan bayi sudah bisa diproduksi di dalam negeri, dan Ale pun turut memasarkannya. Saking banyaknya orderan ia pun yang sebagai reseller juga mempunyai reseller dibawahnya. Dengan percaya diri ia bisa memasarkan gendongan bayi itu dengan harga 185 ribu, padahal harga pasaran 150 ribu. Di website-nya pun cukup dikenal bahkan melebihi apa yang dimiliki supplier-nya.         

Produk yang sudah dikemas rapi dan siap dikirim. Dok pribadi
Produk yang sudah dikemas rapi dan siap dikirim. Dok pribadi
Berani memproduksi sendiri

Tahun 2014 permintaan pun kian banyak, sampai ia kewalahan melayaninya. Dan pada saat tertentu ia pun kehabisan stok, demikian pula dengan supplier-nya. Dari keadaan itu ia pun berpikiran untuk menyediakan barang sendiri yang bisa diproduksi di Malang. Pada awalnya ia "menantang" pelaku usaha konveksi untuk bisa membuat gendongan bayi itu, dan ternyata menyanggupinya.

Dan Ale pun berbelanja bahan kain dan kemudian menyerahkan kepada konveksi itu. Dan hasilnya pun cukup menggembirakan, bisa sama persis. Akhirnya ia pun mempercayakan order banyak untuk dibuatkan sebanyak 20 buah. Dan ia pun gencar mempromosikan gendongan bayi itu di-online.

Dan ternyata harapan tak sesuai kenyataan. Order mulai berdatangan namun di konveksi belum selesai juga, bahkan sampai molor 2 bulan. Dan kekecewaan pun kian bertambah ternyata hasil pesanannya itu juga tak sesuai harapan, hasilnya tak sama seperti ketika pesan di awal dahulu. Agar tidak menyecewakan para pelanggannya ia pun segera bergegas mencari pengantinya dengan memesan sana-sini.

Setelah dipikir panjang, akhirnya ia pun memutuskan untuk memproduksinya sendiri. Berbekal kenekatan ia berkunjung ke toko mesin jahit untuk memastikan mesin yang di maksud yaitu jenis obras. Ia memberi syarat ke pemilik toko bila membeli mesin jahit itu agar diajarkan cara mengoperasikannya. Urusan jahit menjahit sebenarnya ia buta sama sekali, apalagi dengan latar belakang sarjana S1 Pendidikan Teknik Mesin. Namun berkat kenekatan yang dibarengi ketekunan akhirnya ia pun berhasil membuat gendongan bayi itu.

Banyaknya reseller dan jaringan merupakan aset berharga baginya. Pada akhirnya ia memasarkan hasil produksinya itu sendiri. Peminatnya pun tersebar di berbagai kota, bahkan pada lintas pulau seperti Sumatera, Kalimantan, sampai Sulawesi.

Pemasaran via media sosial gencar dilakukan. Sumber IG ai.sy.key
Pemasaran via media sosial gencar dilakukan. Sumber IG ai.sy.key
Mulai memproduksi pakaian

Pada mulanya gendongan bayi memang nge-trend. Tahun 2015 gendongan bayi sudah mulai berkembang dari berbagai sisi mulai dari model, bahan, sampai "pemain" produsennya. Ale merasa permintaan gendongan bayi mulai menenurun. Dan Ale berpikiran untuk memproduksi produk lainnya. Dan setelah berunding dengan istrinya Vivi Wahab yang juga turut serta bekecimpung didalamnya (produksi sampai pemasaran), diputuskan membuat pakaian muslimah. Yaitu jilbab, manset, celana (legging) serta topi yang di khususkan untuk anak-anak, dengan kisaran usia sejak lahir sampai 10 tahun.

Alasan dipilih untuk anak-anak selain pasarnya luas juga punya misi tersendiri bagi pasangan ini. Ini juga bagian dari pendidikan dini bagi anak-anak terutama yang berkenaan dengan pakaian. Selama ini ia melihat orangtua terkadang "asal-asalan" dalam mendandani anak perempuannya. Rambut yang seharusnya tertutup terkadang menyembul keluar.

Maka dari itulah ia mendesain produksinya itu agar nyaman dipakai oleh anak-anak serta memperhatikan kemodisannya sehingga enak dipandang dan rapi. Untuk bahannya pun dipilih yang berkualitas yaitu rayon super, suatu bahan yang adem dan menyerap keringat. Untuk produk barunya itu diberi brand  Bebee dan ai.sy.key.

Untuk gendongan bayi walaupun menurun Ale tetap memproduksi sesuai permintaan. Sedangkan produk barunya menjadi prioritas utama dan banyak diminati. Hasil usahanya selama ini berkembang sedemikian rupa. Ia pun memambah dua mesin jahit lagi. Dan beberapa lagi untuk mengatasi banyaknya pesanan ia pun bekerjasa sama berbagi jasa dengan pelaku usaha dibidang penjahitan.

Ia mensyukuri rezeki yang telah diperolehnya selama ini. Sebagai rasa syukur, inginnya berdua akan menunaikan ibadah umroh. Namun karena masih memiliki dua anak yang masih kecil yang belum bisa ditinggalkan, satu puteri 9 tahun dan satu putera 5 tahun. Akhirnya istrinya dahulu yang berangkat umroh di tahun 2018, sedangkan Ale yang menjaga kedua buah hatinya tersebut.

Sang istri, Vivian Wahab ketika berada di tanah suci. Dok Alix Wijaya
Sang istri, Vivian Wahab ketika berada di tanah suci. Dok Alix Wijaya
Dukungan jasa ekspedisi terutama JNE dalam menopang usaha

Sedari awal Ale dalam memasarkan usahanya menggunakan cara online. Pernah suatu ketika berjalan offline dengan membuka outlet di Jalan Semeru dengan berkongsi bersama temannya. Namun hasilnya tidak maksimal, operasional lebih besar dari pemasukan yang pada akhirnya berkonsentrasi di online saja. Ia pun juga memasarkan produknya di market place seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak.  

Saat ini Ale terus men-supply produknya itu ke beberapa reseller tetapnya. Dan beberapa ia melayani ke pelanggan langsung. Untuk pengiriman ke luar kota jelas menggunakan jasa ekspedisi, JNE salah satunya. Bagi Ale JNE yang sudah berkecimpung 28 tahun ini merupakan langganan yang mendukung kelancaran usaha. Sehingga produknya bisa tersebar ke berbagai kota.

Kemudahan yang di peloleh JNE adalah agen yang tersebar diberbagai tempat. Selain itu JNE juga menyediakan fasilitas ambil ditempat (pick up) sehingga lebih memudahkan dalam teknis pengirimannya. Untuk per harinya Ale bisa mengirim sekitar 5 sampai 10 paket. Dengan banyaknya menggunakan JNE, Ale pun tergabung dalam JLC (JNE Loyality Card).  Baginya menjadi member JLC jelas menguntungkan, pelanggan akan menjadapatkan poin pada setiap transaksinya. Yang nantinya akumulasi poin dapat ditukarkan dengan hadiah menarik, berberkesempatan mengikuti undian yang hadiahnya cukup wah.

Kartu JLC milik Alix Wijaya. Dok Alix Wijaya
Kartu JLC milik Alix Wijaya. Dok Alix Wijaya
Untuk menjadi member JLC terbuka bagi siapa saja. Caranya cukup mudah bisa datang langsung ke kantor JNE setempat atau bisa melalui online dengan mengakses jlc.jne.co.id. Dan setelah registrasi diterima kartu JLC dapat dipergunakan, dengan menunjukkan kartu tersebut pada setiap transaksinya.

Ale pun sadar dalam dunia usaha terus berkembang dengan pesat. Banyak inovasi yang datang yang kemudian menggeser sesuatu yang telah ada. Untuk itu menjaga kepercayaan dan kualitas adalah sesuatu keharusan. Selain itu tetap mengikuti perkembangan yang ada, yang sedang dan akan nge-trend. Dan tidak menutup kemungkinan Ale akan mengeluarkan produk baru untuk menopang kelangsungan usahanya itu.          

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun