Sembilan barang pokok yang berupa pangan merupakan hal yang paling esensi dan "rawan" di masyarakat. Kelangkaan pasokan dan kenaikan harga merupakan yang paling sensitif, yang itu bisa membuat resah dan gaduh semua kalangan. Efeknya tidak saja pada bidang ekonomi dan sosial, bahkan bisa merembet ke politik bila tidak hati-hati menanganinya.
Tak ada kata lain selain harga dan pasokan barang harus stabil apapun keadaannya, walaupun itu banyak permintaan. Pada masa menjelang tahun baru dan hari raya keagamaan itulah pada masa-masa "rawan". Dan pemerintah berkewajiban untuk mengatasi itu semua. Dan BULOG sebagai kepanjangtanganan pemerintah yang melaksanakan tugas itu. Yaitu menghindari kelangkaan dengan segera memasok stok bahan ke pasaran, serta menstabilkan harga yang diatur dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Tugas BULOG dalam menstabilisasi harga pangan sudah dilakukan sejak dibentuk 10 Mei 1967. Yang saat itu masih berbentuk Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) ini menyediakan pangan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Dalam perkembangan selanjutnya  di tahun 1998, peran dan tugas BULOG terus berubah seiring komitmen pemerintah dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Pada 2003 Status BULOG yang semula LPND menjadi Perusahaan Umum (Perum).
Dan selanjutnya melaui Perpres No 48/ Tahun 2016 menyatakan penugasan kepada Perum BULOG menyikapi ketahanan pangan nasional, yang diperkenankan untuk melakukan komersialisasi. Maka untuk itu dalam rangka menyaingi pasar yang kompetitif, BULOG saat ini juga mengeluarkan kemasan produknya diberi label BERAS KITA, Minyak Goreng KITA, MANIS KITA (gula), TERIGU KITA, dan DAGING KITA. Produk yang dipasarkan sesuai dengan keinginan semua orang: berkualitas dengan harga paling terjangkau (baca: murah).
Sudah jamak kita dengar bahwa BULOG kerap melakukan operasi pasar pada titik-titik tertentu. Beberapa kebutuhan pokok seperti, beras, gula, minyak goreng, dan tepung digelontorkan ke pasaran untuk dapat dibeli masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kelangkaan barang. Selain itu untuk menstabilkan harga dalam "menyaingi" bahan pokok sejenis yang melambung harganya.
Biasanya operasi pasar BULOG berupa mobil yang membawa bahan pokok tersebut. Yang kemudian masyarakat mendatanginya untuk berbelanja. Sepintas lalu operasi pasar ini mampu meredam gejolak pasokan dan harga. Namun kiranya ada beberapa kelemahan yang membuat operasi pasar ini kurang efektif, terutama akses ke masyarakat yang lebih luas.
Dari pengalaman di BULOG selama ini yang ia kemukakan, cukup beragam dan penuh lika-liku. Operasi pasar memang bagus, namun pada beberapa sisi ada "kelemahan" yang bisa jadi kurang efektif untuk mengatasi akar persoalan sebenarnya. Yang itu bisa dilakukan dengan bentuk yang lain. Beberapa "kelemahan" operasi pasar di antaranya:
Operasi pasar hanya pada titik tertentu. Maka dari itu kelemahannya adalah masyarakat harus mengunjungi tempat operasi pasar pada lokasi yang ditentukan. Jika lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal masyarakat setempat tentu tidak begitu ada persoalan. Ini berbeda dengan posisi yang kebetulan pada masyarakat yang tinggal jauh dari tempat operasi pasar tersebut. Tentu mereka akan mengeluarkan dana lebih untuk biaya transportasi.
Waktu yang tak pasti dan sosialisasi yang kurang. Untuk adanya operasi pasar tersebut kadang tidak semua masyarakfat yang tahu. Walau perkembangan media sosial begitu pesat, BULOG belum memanfaatkan secara maksimal. Yaitu menyebarkan informasi jika ada operasi pasar, kapan dan di mana tempatnya. Hal ini tentu sedikit menyulitkan bagi masyarakat. Jika ketinggalan info, akan kehilangan momen operasi pasar tersebut.
Mendapat "protes" dari pedagang sekitarnya
Adanya operasi pasar tidaklah menyenangkan semua pihak. Beberapa yang kerap mengeluh adalah para pedagang yang tidak jauh dari operasi pasar yang dilakukan oleh BULOG. Hal ini pernah dirasakan oleh Satria ketika melakukan operasi pasar. Beberapa pedagang mengeluhkan agar BULOG tidak melakukan operasi pasar di sekitar warungnya karena merasa tersaingi. Operasi pasar dalam beberapa sisi memang menolong masyarakat, namun di sisi lain kadang "mengganggu" para pedagang "kecil" lainnya. Â Â
Operasi pasar yang bertujuan untuk menstabilkan harga dan pasokan sebenarnya bisa ditiadakan oleh BULOG, yang mana di masyarakat tidak akan menjadi persoalan berarti. Saat ini BULOG mempunyai solusi yang inovatif dan kreatif yang bisa menggantikan operasi pasar. Yaitu dengan mendirikan Rumah Pangan Kita (RPK).
Uniknya RPK ini juga melibatkan masyarakat secara individu ataupun kelompok (ormas/koperasi/perusahaan). Asal ada tempat penjualan, di rumah pun bisa dijadikan RPK, warung atau toko yang sudah ada bisa pula dikembangkan secara bersandingan.
Outlet RPK yang juga dikenal sebagai Sahabat RPK ini merupakan jaringan distribusi BULOG untuk kegiatan stabilisasi harga serta pelayanan program pemerintah. Jaringan ini dikonsep sampai pada level tingkat Rukun Warga (RW). Semua bisa menjadi Sahabat RPK, syaratnya cukup mudah dan tidak memerlukan biaya besar. Untuk wilayah Malang sendiri dengan kulakan 2 jutaan bisa langsung operasi.
Dengan adanya Sahabat RPK stabilitas harga pangan bisa terkontrol setiap harinya, yang diwajibkan menjual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai yang telah ditetapkan pemerintah. Di samping itu secara tidak langsung bagi pelaku Sahabat RPK akan menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan membangkitkan ekonomi masyarakat.
Inilah langkah kongkit BULOG lebih mendekatkan diri kepada masyarakat yang juga diberi peran serta. Maka dengan demikian beberapa pihak (baca: para spekulan) akan berpikir seribu kali untuk memainkan harga dan pasokan di pasaran. Mereka akan mudah tersaingi oleh BULOG yang jaringannya sudah merambah pada tingkat RW. Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H