Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Yowis Ben", Film Cita Rasa Lokal yang Digarap Profesional

6 Maret 2018   09:18 Diperbarui: 6 Maret 2018   19:01 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu aja juga Uang Panai (2016) dari Makassar. Yang lebih tepat adalah Yowis Ben ini pertama digarap oleh perusahaan rumah produksi besar dalam hal ini Star Vision. Film berbahasa daerah sebelumnya masih digarap studio sekala kecil bahkan tergolong indie.

Dengan keberadaan Starvision maka film tidak digarap main-main, dan tentu produser tak mau rugi. Untuk pemainnya pun beberapa melibatkan wajah yang tidak asing yang sering tampil di sinetron. Untuk promosi pun tidak kalah gencarnya di berbagai media massa dan sosial. Yang bisa jadi pula pengemasan yang bagus membuat penonton berbondong-bondong datang menontonnya.

Film rasa Malang begitu kental syuting hampir terlihat jelas berada di kota Malang dan kota Batu. Lokasi seperti kawasan Jalan Ijen, Kampung Warna-warni, serta Museum Angkut Batu menjadi kerap terlihat. Untuk gaya bahasa masih disesuaikan dengan bahasa arek Suroboyo. Tidak begitu tampak gaya Malangan seperti bahasa walikan (kata yang dibalik) seperti sam, ngalup, ojob, tahes, ker. Ataupun idiom lain seperti ebes (bapak) ataupun ojir (uang). Film rasa Jawa timur-an mungkin lebih pantas. Kehadiran tokoh ludruk legendaris Sapari dan Kartolo menambah suasana lebih segar untuk lintas generasi.

Penonton menonton sampai habis

Menikmati film yang benar adalah mulai dari awal sampai akhir. Namun kadang kala belum sampai selesai penonton sudah beranjak dari tempat duduknya. Namun Yowis Ben ini terasa lain. Editing film begitu bagus sehingga bisa membuat rangkaian cerita benar-benar utuh. Credit title pun dibuat dengan begitu samar dan tidak biasanya. Dan sepertinya penonton begitu menikmati film Yowis Ben itu sampai layar benar mati.

Perlu diacungi jempol film ini yang berani tampil beda. Film yang tidak saja menghibur juga diselingi nilai-nilai tentang kebersamaan, kesetiakawanan, toleransi SARA, serta multikultur yang dikemas alaABG zaman milenial. Walaupun memang tidak seheboh film Dilan, Yowis Ben bisa menjadi contoh untuk bisa diangkat film lain yang berlatar belakang lokalitas.

Kita perlu tahu juga guyonan ala Batak, Ambom, Aceh, sampai Papua. Maka film pun bisa menjadi sarana untuk saling mengenal budaya antar suku. Jika dikemas dengan baik tentu rumah produksi besar akan mau menggarapnya.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun