Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Amien Rais, Produk Muhammadiyah yang Anomali?

18 November 2017   07:16 Diperbarui: 18 November 2017   12:13 6764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita menonton film Sang Pencerah akan sedikit banyak tahu tentang kiprah Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Pada masa itu Yogyakarta di bawah Kesultanan Yogyakarta yang berkelindan dengan kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Kaum pribumi yang mayoritas beragama Islam berada pada kondisi keterbelakangan baik secara ekonomi dan sosial. Melawan kolonial dengan perlawanan fisik banyak yang gagal, akhirnya kaum pergerakan mengambil siasat lain dengan organisasi.

Kiai Ahmad Dahlan fokus pada hal yang substansi dan mendasar. Bergerak pada bidang pada bidang keagaamaan, sosial, pendidikan, dan kesehatan. Masalah politik Kiai Ahmad Dahlan tidak terlihat begitu intens. Tantangan justru dari dalam sendiri. Upaya berpikir dan bertindak modern banyak ditentang. Tuduhan kafir pun sering disematkan karena meniru Belanda yang dianggap kafir dan sekaligus penjajah.

Terlihat pula hubungan dengan Kesultanan dan Sultan begitu baik, demikian pula dengan pemerintah kolonial. Mengacu pada usungan kemodernan yang dibawanya jika dipaksakan akan timbul konflik. Kesultanan berbentuk kerajaan yang kental dengan budaya Jawanya. Kiai Ahmad Dahlan tidak pernah mengutak-atik masalah itu dan relatif bisa bekerja sama dengan pemerintah. Singkat cerita akhirnya Muhammadiyah bisa memanen itu semua saat ini. Ribuan sekolah mulai TK sampai perguruan tinggi tersebar di seluruh nusantara. Begitu pula dengan Rumah Sakit dan panti asuhan.

Puncak ketokohan kader bisa dianggap ketika menduduki jabatan ketua umum, yang merupakan amanah yang diberikan anggotanya. Sampai saat ini setidaknya ada tiga mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang masih hidup yaitu Amien Rais (1995-1998), Syafii Maarif (1998-2005), dan Din Syamsudin (2005-2015). Di antara ketiganya itu satu yang selalu menjadi sorotan publik yaitu: Amien Rais.

Dapat dimaklumi Amien Rais sampai saat ini begitu populer sebab masih mengikuti politik praktis. Rupanya Amien Rais belum bisa meninggalkan dunia yang selama ini digelutinya dan pernah membawanya menjadi  ketua umum PAN dan Ketua MPR RI. Belum "pensiunnya" Amien Rais dalam dunia politik, membuatnya sepak terjangnya kerap diwarnai dengan ucapan atau tindakan tertentu menimbulkan pro-kontra. Tanggapan pun beragam, cibiran dan makian yang merupakan konsekuensi yang harus dalam dunia politik pun didapati Amien Rais.

Masih berkiprahnya Amien Rais di dunia politik ini banyak disesalkan berbagai pihak. Sebagai tokoh nasional harusnya Amien Rais bisa menempatkan diri sebagai tokoh bangsa yang mengayomi semua golongan. Dari jejak digital bisa diihat sepak terjang Amien Rais selama ini, terutama masalah pembubaran HTI oleh pemerintah. Amien Rais terkesan membela HTI, suatu yang bertolak belakang dengan "adiknya" NU (terutama Ansor dan Banser) yang menyetujui pembubaran dan mendukung langkah pemerintah.

Sudah banyak diketahui juga bahwa HTI merupakan organisasi yang menyusung khilafah. Walaupun cita-citanya utopis, sepak terjangnya selama ini cukup mengkhawatirkan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Demokrasi. Sikap Amien Rais itu sungguh disayangkan mengingat ia pernah menjadi ketua MPR RI (1999-2004). Seharusnya Amien Rais itu lebih cenderung mempertahankan empat pilar MPR RI (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945) yang saat ini gencar disosialisasikan ke segala masyarakat yang berada dalam kondisi krisis kebangsaan.

Sebagai tokoh bangsa apa yang terjadi pada Amien Rais ini merupakan suatu anomali. Dalam arti suatu keanehan karena output yang harusnya terjadi  malah melenceng dari Muhammadiyah sebagai gerakan modern yang mengusung amar maruf nahi mungkar. Sedikit aneh rasanya ketika ia menolak Ahok yang dikenal berani mewujudkan pemerintahan yang bersih seperti yang diungkapkan Buya Syafii. Jika alasannya Ahok berbicara kasar, tetapi Amien Rais begitu "lembut" kepada Rizieq Shihab padahal sama juga pernah berkata kasar. Untuk yang satu ini Amien Rais yang paling tahu alasan sebenarnya, dan itu yang perlu diklarifikasi lebih lanjut.

Kenangan Amien Rais saat era reformasi (1998). Foto : merdeka.com
Kenangan Amien Rais saat era reformasi (1998). Foto : merdeka.com
Sepak terjangnya terlihat sudah kehilangan daya analisis seperti pada dunia akademis. Argumen yang dilontarkanya begitu lemah tidak memampakkan rasional yang begitu kuat seperti tradisi Muhammadiyah. Yang terjadi malah argumen yang didasari atas suka dan tidak suka. Amien Rais tidak seobjektif seperti dahulu ketika masih di dunia kampus.  

Jika mengingat apa yang pernah dilakukan Kiai Ahmad Dahlan akan sungguh jauh berbeda. Konfrontasi dengan pemerintah atau pihak lain dilakukan seperlunya saja dengan penuh siasat yang jitu. Toh, pada akhirnya Muhammadiyah bisa bergerak luwes pada sektor sosial, pendidikan, dan kesehatan. Sikap luwes juga pernah ditunjukkan oleh ketua umum Muhammadiyah lainnya K.H. A.R. Fachruddin (1968-1990) yang begitu arif menghadapi pemerintah (baca: Presiden Suharto). Seperti penerimaan asas tunggal Pancasila yang akhirnya bisa diterima Muhammadiyah dengan baik.

Apa yang terjadi Amien Rais pada saat ini jauh dari dugaan dibandingkan Amien Rais pada era awal 1990-an. Sebagai seorang akademisi dan intelektual, Amien Rais dulu begitu jernih dalam menganalisa sebuah persoalan. Jika kita membaca buku atau tulisannya pada era itu, ulasannya begitu akademik dan rasional. Dibandingkan sikap Amien Rais saat ini yang lebih cenderung berat pada urusan politik. Kita tahu bahwa politik penuh siasat yang kadang kabur antara salah-benar, baik-buruk.

Boleh saja berpolitik namun harus penuh tanggung jawab, politik adiluhung (high politic) yang sering ia dengungkan dahulu kala. Paling tidak ia harus mencontohkan apa yang pernah menjadi konsepnya, sebelum menyarankan kepada orang lain. Berada pada ranah politik tidaklah mudah, yang sarat kepentingan jangka pendek. Ini mungkin yang membuat Kiai Ahmad Dahlan, K.H. A.R. Fachruddin, dan Buya Syafii yang lebih menjaga jarak pada kekuasaan.

Renungan Cak Nur bagi kita semua. Sumber koran Reporter (22 Mei 2004). Dok pribadi
Renungan Cak Nur bagi kita semua. Sumber koran Reporter (22 Mei 2004). Dok pribadi
Akankah Amien Rais jatuh seperti Suharto?

Sejarah mencatat bahwa kekuasaan Orde Baru (orba) selama 32 tahun akhirnya tumbang yang diikuti dengan lengsernya Suharto di tahun 1998. Suharto bisa berkuasa begitu lama dan ditakuti karena saat itu tidak ada tokoh yang berani mengingatkannya. Bagi yang berani akan ada risiko berikutnya, dan itu tidak mengenakkan. Amien Rais termasuk yang berani, akhirnya juga berhasil, dan bisa juga menjadi menjadi ketua MPR dengan manuver yang salah satunya berkoalisi dengan Golkar. Padahal pada mulanya ia getol bahwa Golkar harus dibubarkan.

Bahwasannya Amien Rais saat ini perlu diingatkan akan kiprahnya selama ini, agar kembali kepada politik kebangsaan. Jangan sampai generasi muda diwarisi tokoh yang tidak bersikap negarawan. Amien Rais bukanlah "dewa" seperti Suharto yang tidak pernah salah ataupun harus diikuti tanpa dikritisi. Jika tidak nasib tragis akan berulang seperti Suharto yang pernah ditumbangkannya itu.

Ngeri rasanya membaca komentar para netizen tentang Amien Rais di media sosial. Amien Rais dipandang tidak konsisten tentang perjuangan yang pernah dibangunnya itu. Istilah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah istilah yang dicetuskanAmien Rais. Setelah Suharto tumbang harusnya Amien Rais terus berjuang pada masalah itu walaupun nantinya mengarah pada koleganya sendiri, kasarnya jangan tebang pilih atas hal itu. 

Tanggal 18 November 2017 Muhammadiyah berulang tahun ke-105. Tidak dipungkiri di usia yang lebih dari satu abad ini Muhammadiyah (secara organisatoris) telah banyak mengisi berbagai aspek untuk bangsa dan negara ini. Jangan sampai ulah segelintir kadernya akan membuat organisasi menjadi tercoreng. Rasanya masih ada waktu Amien Rais untuk dapat memosisikan pada kedudukan sebenarnya, menjadi bapak bangsa. Muhammadiyah perlu dicegah terkena noda hitam akibat ulah para mantan ketua umumnya. Bangsa ini merindukan tokoh yang sejuk dan penuh panutan seperti Kiai Ahmad Dahlan dan K.H. A.R. Fachruddin.

Sumber: muhammadiyah.or.id
Sumber: muhammadiyah.or.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun