Kita tentu pernah menikmati segelas susu dengan segala varian dan rasa. Yang sering adalah menyeduhnya dari yang berbentuk bubuk atau kental, ataupun yang lebih praktisnya dalam bentuk yang sudah berupa kemasan, langsung bisa diminum. Tanpa banyak kita ketahui dan sadari bahwa semua bentuk susu olahan tersebut berasal dari susu segar dari sapi perah yang dikelola peternak atau perusahaan.
Kota Batu dan sekitarnya merupakan daerah dataran tingggi yang berhawa dingin yang cocok untuk habitat sapi perah. Beberapa sapi dipelihara dangan baik yang kemudian dapat dimanfaatkan dengan mengambil susunya. Ada yang menarik bahwa penghasil susu di Batu ini berasal dari sebuah dusun yang begitu terpencil. Dapat dikatakan bahwa inilah dusun yang sebagian besar penduduknya sebagai peternak sapi perah selain sebagai petani.
Sistem keberadaan sapi perah yang diterapkan -boleh dibilang- merupakan peternakan rakyat. Maka tidak heran bila mengunjunjungi dusun ini hampir tiap rumah terdapat kandang sapi perah. Sapi perah ini dikelola sendiri oleh tiap anggota keluarga -yang bisa terdiri- bapak, ibu, dan anak yang saling berbagi peran mulai dari mencari pakan (baca: rumput), memberi makan, memerah, sampai mengantarkan susu ke pos penampungan.
Menuju dusun ini cukup mudah bisa dari Kota Batu atau dari Pujon. Bila dari arah Pujon ada jalan persimpangan bila ke atas menuju Gunung Banyak, sedangkan ke bawah akan menuju sebuah dusun penghasil susu perah ini.
Secara administratif bernama Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Dusun ini memang terpencil dengan jarak yang cukup jauh dari beberapa dusun tetangganya. Area hutan yang begitu luas dan lahan pertanian mengelilingi dusun yang terbagi dua (atas dan bawah) ini. Untuk akses jalan cukup memadai yang telah beraspal, bisa dilalui kendaraan roda empat.
Sesuatu tentu akan lebih baik bila dikerjakan bersama dan terorganisir. Penanganan hasil susu perah dari para peternak sudah dikoordinir oleh koperasi. Muhammad Munir selaku Ketua Koperasi Margo Makmur Mandiri menjelaskan bahwa hasil susu perahan dari para peternak ditampung di koperasi sebelum dikirim ke penampung selanjutnya.
Koperasi sendiri sudah berdiri sekitar tahun 2002 di saat perkembangan sapi perah sudah pesat di dusun ini. Selain itu warga cukup serius untuk mengembangkan sapi perah ini sebagai mata pencaharian utama selain di sektor pertanian.
Munir menjelaskan bahwa ada sekitar 130 KK (Kepala Keluarga) di Dusun Brau ini yang sebagian besar diantaranya mempunyai kandang sapi perah. Untuk anggota yang telah bergabung dengan koperasi sekitar 70 orang. Sedangkan jumlah sapi perah keseluruhan di dusun ini sekitar 600 ekor termasuk juga yang masih anakan. Ada sekitar 200 ekor sapi perah yang siap "berproduksi" setiap harinya yang dibagi dua waktu, pagi (jam 5.00) dan sore (jam 16.00).
Untuk setiap harinya koperasi bisa menampung sekitar 2.500 liter susu perah, yang setiap hari juga dikirim kepada penampung berikutnya. 2.000 liter dikirim ke koperasi penampung yang lebih besar yang kemudian dikirim ke pabrik perusahaan pengolah susu di Pasuruhan. Sedangkan 500 liter lagi dikirim kepada tiga rekanan pengolahan susu home industry. Kontinuitas pengiriman terus dilakukan untuk menjaga "keseriusan" usaha dan agar koperasi tidak terkena "black list".
Untuk rumput sendiri bisa didapat dipekarangan masing-masing warga serta dari lahan milik Perhutani. Manfaat lainnya menjadi anggota adalah diberi sarana simpan pinjam. Jika memerlukan dana yang lebih besar koperasi bisa sebagai perekomendasi ke lembaga keuangan lainnya seperti di PNM (Permodalan Nasional Madani). Dana yang dipakai adalah untuk kegiatan produktif seperti pengadaan sapi perah di masing-masing anggota.
Keberadaan peternakan sapi perah yang dikelola warga ini mampu memberikan kesejahteraan bagi warga di dusun ini. Peranan pemerintah sudah pada porsinya terhadap kelangsungan hidup peternakan sapi perah ini.
Pemerintah kota (pemkot) turut juga memberikan bantuan bibit dan penyuluhan bagi peternak. Dari pemerintah pusat pada tahun 2003 melalui Kementrian Perindustrian memberikan bantuan mesin packo (pendingin susu) buatan Prancis berkapasitas 3.200 liter susu. Sedangkan dari Kementrian Koperasi dan UKM memberikan bantuan mesin pendingin buatan lokal berkapasitas 2.500 liter susu.
Keberadaan mesin pendingin ini cukup berarti bagi koperasi dalam menjaga mutu susu segar yang dihasilkan. Menurut Munir, susu sapi yang sudah diperah harus segera dimasukkan ke mesin pendingin ini yang bersuhu 3-6 derajat agar lebih tahan lama, serta menghambat berkembangnya bakteri. Alat pendingin susu ini di pasaran cukup mahal, berharga ratusan juta rupiah. Koperasi tinggal mengoperasikan dan mengelola pendingin berdaya 10.600 KWH ini, serta mengalokasikan dana sekitar 2,5 juta rupiah perbulannya untuk biaya listrik PLN.
Secara garis besar warga dengan adanya sapi perah ini merupakan berkah dalam kesejahteraan. Ada yang perlu mendapat perhatian adalah pengelolaan susu segar agar mempunyai nilai lebih sekaligus pemasarannya. Saat ini peternak sapi yang dikoordinir koperasi masih berfokus pada produksi saja.
Peternak dan koperasi masih masih cukup rendah nilai tawarnya dalam menentukan harga jual susu segar yang dijual ke pabrik. Saat ini harga jual susu segar dari peternak ke koperasi antara 4.900-5.000 rupiah per liternya, tergantung kualitasnya.
Masalah seperti ini perlu dipecahkan sehingga biaya pakan bisa ditekan. Sehingga ongkos produksi peternak dan harga jual susu bisa seimbang. Pemberdayaan lain seperti pasca produksi serta potensi pengembangan sektor lainnya (misalnya ekowisata) perlu mendapat perhatian, sehingga kesejahteraan petenak bisa lebih baik lagi.
Boleh dibilang Dusun Brau ini adalah dusun yang mandiri dalam mengelola potensi daerahnya. Sebagai sentra penghasil susu di Batu cukup membantu dalam memenuhi persediaan susu di antara konsumsi susu di masyarakat yang masih rendah. Walaupun terpencil, dan biarlah tetap terpencil, Dusun Brau ini.
Kesederhanaan dan eksotika pedesaan yang damai dan tentram membuat nilai tambah tersendiri di antara perkembangan modernitas (kota) yang kadang tidak memberikan jalan keluar. Walaupun terpencil dusun ini bukanlah termasuk dusun terisolasi dan tertinggal (baca: miskin).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H