Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengintip "Masa Depan" Kita di Pondok Lansia

18 Juni 2017   12:37 Diperbarui: 19 Juni 2017   00:07 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengunjungi suatu tempat sosial tentu ada kesan tersendiri. Ada ragam cerita dan kisah yang bisa digali di sana, baik itu penghuninya ataupun para pengurusnya. Kali ini Bolang (Bloger Kompasiana Malang) mengadakan kunjungan ke Pondok Lansia Al-Ishlah yang berada di Jl. LA Sucipto XXIIA No.30 kota Malang, Senin (12/6) lalu.

Tujuannya adalah untuk bersilaturrahmi kepada penghuni dalam hal ini para lansia (lanjut usia) dan  berbagi, sebagai rasa syukur sebagai "Best Kompasiana Community"  pada acara ICD di Jogja 13 Mei lalu. Karena berlangsung di bulan Ramadhan maka acara kunjungan ini sekaligus dengan buka bersama (bukber).

Seperti biasanya kami berkumpul di kediaman Pak Yunus untuk pergi bersama-sama. Sore itu udara mendung dengan rintik hujan kecil. Sempat khawatir juga nantinya hujan akan turun lebat. Dan syukurlah cuaca cukup bersahabat, hujan hanya turun rintik-rintik saja sehingga tidak mengganggu acara.

Tempat pondoknya berukuran luas baik halaman ataupun bangunannya. Fasilitas cukup lengkap seperti kantor, panti tempat tinggal dan tersedia musholla. Pondok Al Ishlah ini dihuni khusus bagi lansia perempuan. Jumlah yang tinggal saat ini 11 orang dengan dibantu 4 perawat yang 1 tinggal di pondok dan yang 3 pulang ke tempat tinggalnya masing-masing. Untuk penghuni pondok ini mulai dari usia 55 tahun sampai ke atas.

Pak Nur salah satu pengurus pondok dari pendirian sampai pengelolaan sampai saat ini. Dok pribadi
Pak Nur salah satu pengurus pondok dari pendirian sampai pengelolaan sampai saat ini. Dok pribadi
Kami sampai di lokasi sekitar pukul 5 sore, dan diterima dengan hangat oleh pengurus yang diwakili oleh pak Nur. Ia sudah lama jadi pengurus di pondok ini mulai sejak didirikan 2009 dan mulai dioperasikan 2010 sampai saat ini. Ia menceritakan suka duka dalam mengurus pondok ini. Menurut penuturannya, para lansia yang dititipkan di pondok ini -kebanyakan- dikarenakan anak-anak ataupun kerabatnya "sibuk" dengan urusannya sendiri. Alasan yang cukup rasional, keadaan anak yang tinggal di luar kota sedangkan orangtuanya tidak mau ikut serta. Berfikir kepastian akan mendapat perawatan yang baik itu tujuannya.

Untuk bisa tinggal di pondok ini menurut pak Nur harus dengan persetujuan semua anaknya. Sebab pernah ada kejadian beberapa anaknya menyetujui sedangkan yang lainnya tidak. Ada beberapa perkecualian yang memang bagi yang tidak memliki anak, beberapa lagi pada status "sebatang kara".  

Setelah berbuka puasa dan shalat Maghrib kami pun sempatkan untuk mengunjungi para penghuni pondok. Ada beberapa ruang pada pondok ini, dan tiap ruang berisi 2-3 penghuni. Ruangannya cukup lega, tersedia dipan dan kamar mandi dalam. Kami sempatkan pula berbincang santai dengan mbah-mbak ini. Ada yang begitu antusias menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan. Beberapa lagi pada kondisi tergeletak lemah karena sudah sangat renta. 

Berbincang santai dengan salah satu penghuni pondok. Dok Selamet Hariyadi
Berbincang santai dengan salah satu penghuni pondok. Dok Selamet Hariyadi
*****

Kunjungan kami di sini memang singkat, tapi banyak hikmah yang didapat. Sungguh tidak adil rasanya bila memvonis keluarganya --dengan pertanyaan- mengapa mereka mengirimkan orangtuanya ke pondok ini. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui secara utuh dibalik itu semua mengapa semua itu bisa terjadi dan tidak dimungkinkan pula untuk melakukan check and recheck. Hanya ada kelegaan bahwa penghuni pondok ini pada kondisi baik-baik saja, terlepas apa yang sesungguhnya terjadi di hatinya masing-masing.

Melihat para penghuni pondok lansia ini, seakan-akan melihat masa depan diri kita sendiri. Jika diberi umur panjang menjadi lansia itu sudah pasti. Masa depan adalah sebuah misteri. Apakah nanti kita bisa menua bersama pasangan (sesuai ikrar yang pernah terucap), bersama dengan anak cucu ataukah justru kita penghuni pondok ini berikutnya, tak ada yang pernah tahu untuk itu.

Dan yang salut perlu ditujukan kepada para pengurus dan perawat di pondo ini. Tidaklah mudah mengurus para mbah-mbah ini, perlu ketelatenan dan kesabaran. Dan apalagi mereka bukan mengurus orangtuanya sendiri. Belum lagi terkadang ada sikap dari keluarga penghuni pondok ini yang kadang tidak mengenakkan.  

Sedikit kita renungkan kalimat bijak (HR Al Hakim) akan lima perkara : waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu. Di sini kita juga dapat merenungkan bagaimana seharusnya bersikap kepada para lansia tersebut terutama kepada kedua orangtua kita jika masih ada. Sekedar intropeksi bila kita pada posisi lansia nanti.

Tidak berlebihan juga bila nama pondok ini "Al-Ishlah" yang terjemahan bebasnya bisa diartikan mendamaikan perselisihan. Para penghuni pondok ini diharapkan juga bisa berdamai dengan anak-anak dan para kerabatnya, berdamai dengan keadaan yang mungkin tak diinginkannya, serta berdamai dengan dirinya sendiri.    

Foto bareng. Dok pribadi
Foto bareng. Dok pribadi
Berbeda dengan kita yang masih muda yang masih takut menghadapi kematian. Bisa jadi pada usia lanjut kekhawatiran itu tidak ada, bahkan bisa jadi pula itulah yang dirindukannya. Pada usia lanjut kesadaran dekatnya "finish" akan terasa dan begitu dekat yang bisa "sampai" sewaktu-waktu. Akan terlihat kepasrahan, cukup kiranya sudah menjalani kehidupan di dunia ini. Sekiranya tidak menjadi beban serta membebani orang lain.

Melihat kondisi pada lansia, kiranya kematian itu tidak perlu dihadapi dengan rasa cemas. Titipan di dunia berupa harta ataupun keturunan tidak akan di bawa serta. Sebiasa mungkin bersikap dan mengelola titipan Tuhan dengan amanat, yang bolehlah kita sebut amal kebajikan itu yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Rasa optimis harus terus didengunkan walau pada masa lansia. Cukup bagus penggalan lirik dari Sheila on 7 (lagu : Saat Aku Lanjut Usia) :

"Kita lawan bersama, dingin dan panas dunia
 Saat kaki t'lah lemah kita saling menopang
 Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati
 Sampai jumpa di kehidupan yang lain...."


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun