Mengunjungi suatu tempat sosial tentu ada kesan tersendiri. Ada ragam cerita dan kisah yang bisa digali di sana, baik itu penghuninya ataupun para pengurusnya. Kali ini Bolang (Bloger Kompasiana Malang) mengadakan kunjungan ke Pondok Lansia Al-Ishlah yang berada di Jl. LA Sucipto XXIIA No.30 kota Malang, Senin (12/6) lalu.
Tujuannya adalah untuk bersilaturrahmi kepada penghuni dalam hal ini para lansia (lanjut usia) dan berbagi, sebagai rasa syukur sebagai "Best Kompasiana Community" pada acara ICD di Jogja 13 Mei lalu. Karena berlangsung di bulan Ramadhan maka acara kunjungan ini sekaligus dengan buka bersama (bukber).
Seperti biasanya kami berkumpul di kediaman Pak Yunus untuk pergi bersama-sama. Sore itu udara mendung dengan rintik hujan kecil. Sempat khawatir juga nantinya hujan akan turun lebat. Dan syukurlah cuaca cukup bersahabat, hujan hanya turun rintik-rintik saja sehingga tidak mengganggu acara.
Tempat pondoknya berukuran luas baik halaman ataupun bangunannya. Fasilitas cukup lengkap seperti kantor, panti tempat tinggal dan tersedia musholla. Pondok Al Ishlah ini dihuni khusus bagi lansia perempuan. Jumlah yang tinggal saat ini 11 orang dengan dibantu 4 perawat yang 1 tinggal di pondok dan yang 3 pulang ke tempat tinggalnya masing-masing. Untuk penghuni pondok ini mulai dari usia 55 tahun sampai ke atas.
Untuk bisa tinggal di pondok ini menurut pak Nur harus dengan persetujuan semua anaknya. Sebab pernah ada kejadian beberapa anaknya menyetujui sedangkan yang lainnya tidak. Ada beberapa perkecualian yang memang bagi yang tidak memliki anak, beberapa lagi pada status "sebatang kara".
Setelah berbuka puasa dan shalat Maghrib kami pun sempatkan untuk mengunjungi para penghuni pondok. Ada beberapa ruang pada pondok ini, dan tiap ruang berisi 2-3 penghuni. Ruangannya cukup lega, tersedia dipan dan kamar mandi dalam. Kami sempatkan pula berbincang santai dengan mbah-mbak ini. Ada yang begitu antusias menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan. Beberapa lagi pada kondisi tergeletak lemah karena sudah sangat renta.
Kunjungan kami di sini memang singkat, tapi banyak hikmah yang didapat. Sungguh tidak adil rasanya bila memvonis keluarganya --dengan pertanyaan- mengapa mereka mengirimkan orangtuanya ke pondok ini. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui secara utuh dibalik itu semua mengapa semua itu bisa terjadi dan tidak dimungkinkan pula untuk melakukan check and recheck. Hanya ada kelegaan bahwa penghuni pondok ini pada kondisi baik-baik saja, terlepas apa yang sesungguhnya terjadi di hatinya masing-masing.
Melihat para penghuni pondok lansia ini, seakan-akan melihat masa depan diri kita sendiri. Jika diberi umur panjang menjadi lansia itu sudah pasti. Masa depan adalah sebuah misteri. Apakah nanti kita bisa menua bersama pasangan (sesuai ikrar yang pernah terucap), bersama dengan anak cucu ataukah justru kita penghuni pondok ini berikutnya, tak ada yang pernah tahu untuk itu.
Dan yang salut perlu ditujukan kepada para pengurus dan perawat di pondo ini. Tidaklah mudah mengurus para mbah-mbah ini, perlu ketelatenan dan kesabaran. Dan apalagi mereka bukan mengurus orangtuanya sendiri. Belum lagi terkadang ada sikap dari keluarga penghuni pondok ini yang kadang tidak mengenakkan.
Sedikit kita renungkan kalimat bijak (HR Al Hakim) akan lima perkara : waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu. Di sini kita juga dapat merenungkan bagaimana seharusnya bersikap kepada para lansia tersebut terutama kepada kedua orangtua kita jika masih ada. Sekedar intropeksi bila kita pada posisi lansia nanti.
Tidak berlebihan juga bila nama pondok ini "Al-Ishlah" yang terjemahan bebasnya bisa diartikan mendamaikan perselisihan. Para penghuni pondok ini diharapkan juga bisa berdamai dengan anak-anak dan para kerabatnya, berdamai dengan keadaan yang mungkin tak diinginkannya, serta berdamai dengan dirinya sendiri.
Melihat kondisi pada lansia, kiranya kematian itu tidak perlu dihadapi dengan rasa cemas. Titipan di dunia berupa harta ataupun keturunan tidak akan di bawa serta. Sebiasa mungkin bersikap dan mengelola titipan Tuhan dengan amanat, yang bolehlah kita sebut amal kebajikan itu yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak. Rasa optimis harus terus didengunkan walau pada masa lansia. Cukup bagus penggalan lirik dari Sheila on 7 (lagu : Saat Aku Lanjut Usia) :
"Kita lawan bersama, dingin dan panas dunia
Saat kaki t'lah lemah kita saling menopang
Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati
Sampai jumpa di kehidupan yang lain...."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H